Sukses

Direktur CIA Khawatirkan Ancaman Nuklir Korea Utara

Direktur CIA mengkhawatirkan Korut mampu melancarkan serangan misil nuklir ke Amerika dalam beberapa bulan mendatang.

Liputan6.com, Washington DC - Dua pejabat tinggi Amerika menyebut bahwa Korea Utara sepertinya hanya butuh beberapa bulan untuk mampu melancarkan serangan misil nuklir ke Amerika.

Mengetahui kondisi tersebut, Direktur Badan Intelijen Amerika (CIA), Mike Pompeo, mengatakan di sebuah forum di Washington pada Kamis, 19 Oktober 2017 waktu setempat bahwa dia sangat khawatir dengan ancaman dari Korut yang makin dekat.

Menurutnya, hal itu memicu kemungkinan terjadi perlombaan senjata nuklir di Asia Timur.

"Kita harus bersikap seolah-olah kita di titik temu mereka untuk mencapai tujuan itu," kata Pomeo ketika ditanya mengenai upaya Pyongyang mengembangkan teknologi yang bisa meluncurkan hulu ledak ke target-target di Amerika, seperti dikutip dari VOA News, Jumat (20/10/2017).

"Mereka sudah melangkah jauh hingga sekarang, yang penting adalah berpikir bagaimana menghentikan langkah terakhir itu," kata Pompeo.

Sementara itu, Penasihat Keamanan Nasional Amerika, Jenderal H.R. McMaster mengatakan bahwa Washington berpacu untuk menyelesaikan situasi tanpa menggunakan kekuatan militer.

Sebelumnya pada Juli lalu, Mike Pompeo pernah melontarkan pernyataan paling agresif yang pernah dikemukakan pejabat di pemerintahan Donald Trump menyangkut diktator Korut Kim Jong-un.

Pompeo mengatakan, pemerintah AS perlu menemukan jalan untuk memisahkan Kim Jong-un dengan persediaan nuklirnya yang terus bertambah. Ini berbeda dengan yang pernah disampaikan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson sebelumnya bahwa AS menentang upaya untuk menggulingkan rezim Kim Jong-un.

"Akan menjadi sesuatu yang hebat untuk melakukan denuklirisasi Semenanjung, untuk melucuti senjata, tapi hal yang paling berbahaya adalah sosok yang mengontrol itu semua," ujar Pompeo dalam sebuah diskusi yang dimoderatori oleh seorang kolumnis New York Times, Bret Stephens, di Aspen Security Forum.

Seperti dikutip dari CNN pada 21 Juli 2017, lebih lanjut Pompeo mengatakan, "Jadi dari perspektif pemerintahan, hal paling penting yang bisa kita lakukan adalah memisahkan keduanya (Kim Jong-un dan senjata nuklir). Benarkan?"

Pompeo menuturkan, baik komunitas intelijen dan Kementerian Pertahanan telah ditugaskan untuk menyusun rencana atas apa "yang pada akhirnya perlu dilakukan" sehubungan dengan ancaman nuklir Korut.

Ketika ditanya apakah yang dimaksudnya adalah mengganti rezim Korut, Direktur CIA itu membantahnya. Ia hanya mengatakan, dirinya yakin AS dapat mengatasi setiap ancaman Korut.

"Saya berharap kita akan menemukan cara untuk memisahkan rezim dari sistem ini. Warga Korut saya yakin adalah orang-orang yang baik dan akan senang melihatnya (Kim Jong-un) lengser," ujar Pompeo.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penentang Isu Perubahan Iklim yang Jadi Direktur CIA

Sosok kontroversial Mike Pompeo telah disahkan Senat sebagai direktur CIA menggantikan pejabat sebelumnya, John Brennan. Ia mendapat dukungan dari 66 anggota Senat asal Partai Republik.

Penunjukan ini dilakukan di tengah tentangan Demokrat. Partai yang kini menjadi minoritas di Senat itu menyoroti sudut pandang Pompeo dalam sejumlah isu kunci, termasuk pengaruh Rusia dalam pilpres pada November 2016 lalu.

Seperti dikutip dari Independent pada 24 Januari 2017, dalam sidang dengar pendapat dengan Senat, Pompeo menolak temuan NASA menyangkut dengan perubahan iklim.

Ia juga menegaskan tidak akan membiarkan opini pribadinya tentang pernikahan sesama jenis kelak mengganggu profesi barunya sebagai orang nomor satu di lembaga utama intelijen yang belakangan menjadi sorotan.

Presiden Donald Trump diketahui tidak memiliki calon lain selain Pompeo untuk menjadi Direktur CIA.

"Saya bertemu Mike Pompeo dan dia adalah satu-satunya orang yang saya temui. Saya tidak ingin bertemu orang lain," kata Trump.

"Dia begitu baik. Nomor satu di kelasnya di West Point, akademi militer AS," ujarnya.

Seiring dengan kesimpulannya terkait keterlibatan Rusia dalam pilpres AS, CIA kini didera rumor sebagai lembaga intelijen yang partisan.

Sejumlah badan intelijen AS, termasuk CIA, saat ini dilaporkan tengah menyelidiki komunikasi yang intensif antara penasihat keamanan baru yang ditunjuk Donald Trump, Michael Flynn, dengan Duta Besar Rusia untuk AS.

Komunikasi keduanya terjadi pada masa-masa ketika mantan Presiden Barack Obama menjatuhkan sanksi ke Rusia sebagai balasan atas dugaan gangguan dalam pilpres AS.

Markas CIA sendiri merupakan persinggahan pertama Trump setelah dilantik sebagai Presiden ke-45 AS. Pidatonya di hadapan ratusan karyawan CIA dinilai bertele-tele dan tidak memuat hal penting.

Pada momen penting tersebut, ia justru mengungkapkan kejengkelannya kepada media yang dinilainya telah berbohong soal jumlah massa yang berkumpul di Capitol Hill pada hari pelantikannya. Tidak ada topik penting menyangkut intelijen dalam pidato itu.

Mantan direktur CIA, Leon Panetta, mengatakan kepada CNN, bahwa CIA bukanlah tempat yang tepat untuk merengek tentang pelantikan.

"Bicara tentang pers, menyinggung soal berapa banyak yang datang di hari pelantikannya, terus terang saya rasa itu bukan tempat yang tepat," tegas Panetta.

Disahkannya Pompeo sebagai direktur CIA terjadi pada saat di mana Rex Tillerson, mantan bos Exxon Mobil, dikukuhkan sebagai menteri luar negeri AS.

Gedung Putih sempat komplain soal anggota Senat Demokrat yang dinilai mengulur-ulur waktu sehingga ketika Trump berpidato di markas badan intelijen itu tanpa didampingi oleh direktur CIA.

Sementara itu, Demokrat menuding Partai Republik terlalu terburu-buru melakukan penunjukan tanpa lebih dulu memeriksa latar belakang yang bersangkutan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.