Sukses

Apa yang Terjadi pada Surel Saat Pemilik Meninggal Dunia?

Isunya di sini bukan hanya privasi pemilik akun yang meninggal, tapi juga semua orang yang berkomunikasi dengannya semasa hidup.

Liputan6.com, Jakarta - Pernah menghitung berapa banyak surel (email) yang kita tuliskan semasa hidup? Lalu apakah pernah terpikir apa yang terjadi dengan semua surel itu ketika seseorang meninggal dunia?

Apakah kerabat yang masih hidup atau perwakilan legal boleh membuka semua surel itu agar mengetahui apa yang diinginkan seseorang tentang segala sesuatu yang pernah dimiliki selama hidup?

Pertanyaan-pertanyaan itu cukup rumit. Akan tetapi, seperti dikutip dari qz.com pada Jumat (20/10/2017), skenario-skenario yang mungkin terjadi memang bisa rumit.

Pada Senin 16 Oktober 2017, pengadilan banding Massachussetts, Amerika Serikat, mengeluarkan keputusan dalam kasus Yahoo v. Ajemian yaitu, walaupun tidak ada izin yang diberikan secara gamblang, perwakilan legal untuk seseorang yang telah meninggal bisa mendapatkan akses kepada pesan-pesan surel untuk mencerna apa yang diinginkan tentang harta peninggalan (estate).

Kasus itu mencuat pada 2009 di pengadilan pengesahan di negara bagian Massasuchetts setelah seorang pria bernama Robert Ajemian meninggal dunia akibat kecelakaan sepeda.

Ia tidak meninggalkan wasiat apa pun dan saudara-saudara kandungnya ditunjuk menjadi ahli waris berdasarkan peraturan berlaku. Mereka mencoba mendapatkan akses ke akun Yahoo milik almarhum untuk mengetahui pembagian yang diinginkan oleh saudara kandung mereka.

Yahoo berpendapat bahwa membagi akses itu merupakan pelanggaran perlindungan privasi seturut peraturan federal, yaitu Stored Communications Act (SCA) 1986, sekaligus pelanggaran terhadap syarat layanan perusahaan itu sendiri.

Panel yang terdiri dari 8 hakim yang membuat keputusan tidak sepakat dengan klaim pertama Yahoo. Menurut panel, SCA tidak melarang pengelola warisan untuk mengakses aset elektronik dalam menjalankan tugas mereka.

Namun, panel yang sama tidak menyebutkan apakah Yahoo dapat membatasi permintaan berdasarkan syarat layanan yang ditetapkan perusahaan. Masalah ini dilempar lagi kepada pengadilan di tingkat yang lebih rendah.

Panel hakim setuju bahwa pengadilan harus gigih menjaga privasi, tapi juga berpendapat bahwa ada kepentingan publik untuk melakukan akses di bawah keadaan-keadaan tertentu, misalnya ketika niat pembagian warisan almarhum tidak diketahui.

Panel menyimpulkan bahwa SCA mengizinkan Yahoo untuk membagikan isi akun surel ketika perwakilan pihak yang berhak memintanya.

Inilah pertama kalinya pengadilan Amerika Serikat (AS) berhadapan dengan isu ini, demikian menurut ringkasan hukum yang diajukan oleh Cyberlaw Clinic Harvad Law School.

Kebingungan terjadi karena SCA tidak mampu mengantisipasi revolusi komunikasi yang menjelang, seperti dijelaskan pengajuan oleh Harvard, "Penyusun (SCA) pada 30 tahun lalu tidak bisa membayangkan dunia di mana data berharga yang sedemikian banyaknya disimpan dalam cloud."

Peraturan itu sendiri ditulis oleh para praktisi wali amanah dan harta peninggalan zaman dulu. Risalah yang diajukan berpandangan bahwa pelarangan saudara sekandung untuk melihat surel saudara kandung yang telah meninggal adalah sesuatu yang salah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pandangan Berseberangan

Ilustrasi Email (tsl.texas.gov)

Albert Gidari, direktur privasi Center for Internet and Society di Stanford University, California, sama sekali tidak sepakat dengan rekan-rekannya di Harvard.

Gidari menulis melalui surel kepada qz.com, "Isu ini sudah ada sejak kemunculan surel." Penyedia jasa surel memiliki kebijakan dan prosedur berbeda, tapi semua tunduk kepada peraturan federal yang melarang pemberitahuan isi komunikasi kepada siapa pun tanpa izin pengguna.

Dalam hal tiadanya izin yang jelas dalam sebuah warisan seseorang yang meninggal, maka akun itu diterlantarkan dan pada akhirnya harus dihapus, demikian pandangan Gidari.

Dalam kasus Ajemian, keluarga almarhum berpendapat bahwa pengelola harus memiliki akses surel karena mereka memerlukannya dan mereka adalah perwakilan legal bagi almarhum sehingga izin pun melekat kepada mereka. Pengadilan banding sepakat dengan pandangan ini.

Dalam pandangan Gidari, keputusan Massachussets berlawanan dengan kebanyakan keputusan negara bagian itu dan, mungkin, dengan keinginan almarhum.

Ia mengatakan bahwa isunya di sini bukan hanya privasi Ajemian, tapi juga semua orang yang berkomunikasi dengannya.

Menurutnya, "Sewaktu hidup, ia memilih untuk tidak berbagi informasi itu, dan tidak memanfaatkan perangkat yang disediakan Yahoo untuk melakukan ekspor data dan menyimpaannya secara offline."

"Akses kepada konten hanya tambahan dan tidak diperlukan untuk memenuhi syarat harta peninggalan."

Gidari sudah bergelut dengan isu ini selama 20 tahun dan menegaskan bahwa keluarga yang berduka seringkali kaget dengan temuan-temuan yang tidak menyenangkan.

Mereka membaca surel-surel untuk mencapai ketenangan, tapi, "Dalam pengalaman saya, yang terjadi justru sebaliknya."

"Para pengguna membahas masalah pribadi semisal orientasi seksual atau membicarakan anggota keluarga, mungkin penggunaan narkoba, perasaan sesungguhnya terhadap kerabat atau teman, rahasia kepada teman dekat, dan sejenisnya."

"Komunikasi sejenis itu tidak pernah dimaksudkan untuk dilihat oleh…seorang perwakilan pribadi."

Patut dicatat bahwa Gidari bekerja di jantung Silicon Valley, sedangkan Harvard berpegang pada nilai-nilai lama.

Risalah Harvard mengupayakan kelegaan bagi saudara-saudara Ajemian demi kepentingan publik dan mengatakan bahwa SCA tidak boleh ditafsirkan secara kaku sebagaimana yang diinginkan Yahoo, khususnya karena semua data yang relevan dengan harta peninggalan sekarang dipegang oleh perusahaan-perusahaan swasta.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.