Sukses

19-10-1812: Ketika Napoleon Gagal Menaklukkan Kekaisaran Rusia

Hari ini, tahun 1812, mimpi Napoleon Bonaparte untuk menaklukkan Rusia harus sirna.

Liputan6.com, Moskow - Hari ini, tahun 1812, mimpi Napoleon Bonaparte untuk menaklukkan Rusia harus sirna. Ia dan pasukannya takluk oleh kombinasi pasukan Kekaisaran Rusia, cuaca dingin, serta kelaparan yang membawa nestapa.

Seperti dikutip History.com, invasi itu bermula ketika Pemimpin Prancis, Napoleon hendak menerapkan Continental System-nya terhadap Kekaisaran Rusia di Timur. Namun, Kaisar Alexander I dari Rusia menolak.

Selain itu, ia juga bertekad untuk menghentikan suplai barang mentah untuk musuhnya, Inggris, yang datang dari Kekaisaran Rusia. Penghentian suplai itu dinilai Napoleon mampu menguntungkan posisi Prancis dalam peperangan dengan Inggris.

Alhasil, alasan itu --beserta sejumlah faktor lain-- membuat Napoleon dan Grande Armee-nya menyatakan perang terhadap Kekaisaran Rusia pada 24 Juni 1812.

Sang komandan tertinggi militer Prancis itu membawa sekitar 500.000 tentara dan personel pendukung ke timur. Pasukan sebanyak itu membuat Napoleon menyandang status sebagai pemimpin kekuatan militer terbesar di dunia pada 1800-an.

Selama periode awal invasi, Napoleon dipaksa untuk bersaing dengan tentara Kekaisaran Rusia yang tangguh. Namun, pada akhirnya, kuantitas militer Prancis yang begitu banyak membuat Rusia kewalahan.

Seiring waktu, sebagai salah satu strategi untuk mengatasi kedigdayaan Prancis, militer Kekaisaran Rusia di bawah kepemimpinan Jenderal Mikhail Kutuzov membakar setiap kota yang akan dihinggapi dan direbut oleh pasukan Napoleon.

Tujuannya, agar pasukan Prancis, yang semakin menyeruak masuk hingga mendekati Moskow, tidak dapat menjarah dan memperoleh logistik dan suplai dari kota-kota tersebut.

Pada 7 September, Pertempuran Borodino terjadi, di mana kedua belah pihak baik Rusia dan Prancis mengalami kerugian yang sangat besar. Usai pertempuran yang sengit --yang akhirnya dimenangi oleh Prancis--, pada 14 September, Napoleon berhasil tiba di Moskow.

Di kota berpopulasi besar itu, Napoleon berharap dapat menemukan suplai dan kogistik untuk mengganti persediaan pasukan yang habis usai Pertempuran Borodino. Namun tak disangka, sang jenderal besar Prancis itu menemukan Ibu Kota Rusia tersebut kosong melompong.

Warga dan sejumlah besar suplai di Moskow telah dievakuasi oleh militer Kekaisaran Rusia, beberapa hari sebelum Prancis tiba atau saat mereka tengah sibuk dalam Pertempuran Borodino.

Napoleon memutuskan agar pasukannya rehat sejenak dan bermalam di Moskow, sambil mengatur strategi invasi selanjutnya dengan supli yang minim.

Akan tetapi, keesokan paginya, pasukan gerilyawan Kekaisaran Rusia menerobos Moskow yang diduduki oleh Grande Armee. Anak buah Jenderal Kutuzov itu menyulut api dan membakar bangunan yang dihuni oleh pasukan Prancis.

Minim makanan dan tempat berteduh, Napoleon tetap bersikukuh menduduki Moskow, sambil menunggu tentara Jenderal Kutuzov mengibarkan bendera putih.

Namun, apa yang diharapkan Napoleon tak kunjung tiba. Di sisi lain, musim dingin mulai menerjang Moskow, di tengah suplai makanan yang mulai menipis.

Pada 19 Oktober, akhirnya Napoleon memerintahkan tentaranya yang kelaparan keluar dari Moskow. Namun kekalahan sang jenderal Prancis tak berhenti sampai di situ.

Saat menarik mundur pasukannya dari Moskow, mereka diterpa iklim beku yang buruk, wabah penyakit, kejaran dan kepungan pasukan Kekaisaran Rusia, serta serbuan sporadis orang-orang independen Cossack di Ukraina.

Dari situ, aksi mundur Napoleon mengalami bencana. Akhirnya, pada 8 Desember, dari 500.000 pasukan yang dibawa Napoleon ke Moskow, hanya kurang dari 100.000 orang yang berhasil tiba di Prancis dengan selamat.

Sejarah lain mencatat, pada 1987 terjadi Tragedi Bintaro, dua kereta api lokal yang ditarik lokomotif diesel, di jalur Jakarta-Serpong saling bertabrakan

Selain itu, sebanyak 156 orang meninggal dunia, ratusan lainnya luka-luka. Iwan Fals mengabadikan tragedi ini dalam lagunya yang berjudul 1910 dan Ebiet G. Ade mengabadikannya dalam lagu Masih Ada Waktu.

Sementara, pada 19 Oktober 1999, Timor Timur, bekas provinsi Indonesia ke-27 secara resmi lepas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.