Sukses

57 Orang Meninggal Akibat Wabah Pes di Madagaskar

Liputan6.com, Antananarivo - Wabah pes di Madagaskar terus menyebar pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni dengan 57 kematian dan lebih dari 680 kasus.

Kasus-kasus yang dilaporkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Biro Nasional Penanggulangan Risiko dan Bencana (BNGRC) Madagaskar tersebut, termasuk kemungkinan dan dugaan kasus, serta yang telah dikonfirmasi tes laboratorium.

Meski Madagaskar mengalami wabah pes reguler dengan perkiraan 400 kasus setiap tahunnya, para ahli memperingatkan bahwa pada kasus ini sangat berbeda.

Tahun ini, petugas kesehatan melaporkan bahwa infeksi tersebut dimulai lebih awal dari biasanya dan terjadi di wilayah baru, termasuk di wilayah perkotaan.

Mereka juga telah melihat jumlah kasus pneumonic plague tak terduga, yang mudah berpindah dari orang ke orang -- wabah pes terdiri dari tiga jenis, yakni bubonic plague, pneumonic plague, dan septicemic plague.

Dikutip dari CNN, Selasa (17/10/2017), dari 684 kasus yang dilaporkan pada 12 Oktober 2017, 474 di antaranya adalah pes pneumonic, 151 bubonic, dan 1 septicemic. Sementara itu 54 lainnya tak disebutkan jenisnya.

Pes bubonic disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis dan biasanya menyebar melalui gigitan kutu yang terinfeksi bakteri tersebut -- biasanya terdapat di tikus. Gejalanya meliputi pembengkakan kelenjar getah bening, demam, menggigil, dan batuk.

Sementara itu, pes pneumonic lebih mematikan dan merupakan bentuk lanjutan yang ditandai dengan infeksi paru-paru parah. Masa inkubasinya singkat, di mana orang yang terinfeksi bisa meninggal dalam waktu 12 sampai 24 jam.

Kedua jenis itu dapat diobati dengan antibiotik, sehingga mengetahui penyakit itu sejak dini merupakan sebuah prioritas.

Sementara itu, terdapat juga pes jenis septicemic, di mana infeksi itu menyebar ke aliran darah seseorang dan menyebabkan pendarahan dan nekrosis -- kematian jaringan.

Untuk mengurangi penyebaran wabah pes, sekolah diliburkan dan pemerintah melarang warga untuk berkumpul.

Sementara para ahli memprediksi bahwa kasus akan meningkat dalam hitungan minggu di Madagaskar, hanya ada risiko kecil bahwa pes akan menyebar secara moderat di kawasan.

Perwakilan WHO di Madagaskar, Dr Charlotte Ndiaye, menyetujui bahwa risiko penyebaran ke negara lain termasuk rendah. Pasalnya, orang yang terkena pes terlalu sakit untuk bepergian.

Ndiaye menjelaskan bahwa WHO bekerja sama dengan petugas bandara dan pelabuhan untuk memastikan adanya pemeriksaan suhu dan tim medis. Hal itu bertujuan agar penyebaran infeksi tak terjadi di luar negeri.

Namun, hingga saat ini belum ada pembatasan perjalanan dan perdagangan.

Menurut Direktur Public Health Rapid Support Team Inggris, Daniel Bausch, pes mudah untuk ditangani dengan antibiotik, selama terdeteksi dan diobati dini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bakteri Penyebab 'Horor' Black Death di Eropa

Pada Abad Pertengahan, Maut Hitam (Black Death) membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Benua Eropa. Di saat yang hampir bersamaan, terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah. Maut Hitam telah merenggut 75 juta sampai 200 juta nyawa manusia.

Kini, sebuah golongan bakteri yang bertanggung jawab memicu wabah tersebut ditemukan.

Ilmuwan meyakini bahwa Yersinia pestis, penyebab penyakit pes, yang dijuluki sebagai patogen paling mematikan dalam sejarah manusia, menjadi penyebab pandemi Black Death atau Maut Hitam di seluruh Eropa.

Mereka memperkirakan, bakteri tersebut tiba di benua Eropa pada Abad ke-14 dan menewaskan lebih dari 50 juta jiwa.

Dengan menggunakan analisis genetik dari sejumlah jasad korban pandemi, tim peneliti memperoleh bukti bahwa bakteri tersebut menyebar dari Eropa ke Asia dan menyebabkan wabah besar ketiga, setelah Abad ke-14 dan 17, pada awal tahun 1900-an.

Bubonic plague melanda Eropa selama abad pertengahan. Pandemi tersebut menyebabkan jutaan orang meninggal dalam dua wabah besar, yakni Black Death yang memusnahkan satu per tiga populasi Eropa pada Abad ke-14, dan Great Plague pada Abad ke-17 dan 18.

Dalam artikel ilmiah baru-baru ini, peneliti menghubungkan garis keturunan tunggal bakteri Y. pestis untuk dua wabah besar untuk pertama kalinya.

Perkiraan peta penyebaran bakteri penyebab pandemi (Spyrou et al./Cell Host & Microbe 2016)

Tak hanya itu, mereka juga menghubungkannya dengan wabah di China dan India pada awal tahun 1900-an.

"Penelitian kami membuktikan penyebaran wabah dari Eropa ke Asia yang didukung secara genetik untuk pertama kalinya, dan menetapkan hubungan antara Black Death di pertengahan Abad ke-14 dengan wabah modern," ujar Maria Spyrou dari Max Planck Institute for the Science of Human History di Jerman.

Dilansir Daily Mail, jasad korban pandemi yang mereka teliti berasal dari tiga situs bersejarah wabah tersebut, yakni dua kuburan massal di Spanyol dan Jerman, serta sebuah makam di Jerman.

Para peneliti mengekstraksi DNA yang terdapat di gigi dari 178 jasad dan menemukan bukti bahwa 32 jasad terinfeksi Y. pestis.

Temuan tersebut menambah bobot penelitian yang dipublikasi pada awal tahun ini, di mana dilaporkan bahwa bakteri yang sama bertanggung jawab atas kematian sebagian besar penduduk di Eropa saat pandemi Black Death berlangsung.

Para ilmuwan melaporkan bahwa Y. pestis mungkin telah 'hidup' pada hewan pengerat di Eropa sejak Abad ke-14.

Hasil penemuan tersebut dipublikasi dalam jurnal Cell Host and Microbe.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.