Sukses

Tentara Irak Klaim Telah Rebut 'Benteng Terakhir' ISIS di Hawija

Kota Hawija dan sekitarnya sukses direbut dari ISIS oleh dua kekuatan, yakni koalisi Irak-AS dan paramiliter yang didukung oleh Iran.

Liputan6.com, Baghdad - Tentara Irak mengklaim telah sukses merebut wilayah pertahanan terakhir ISIS di utara pada Kamis, 5 Oktober waktu setempat. Jika terkonfirmasi, maka kawasan kelompok teroris itu mungkin semakin menipis di Negeri 1001 Malam.

Kota Hawija dan sekitarnya sukses direbut dari ISIS oleh dua kekuatan, yakni koalisi Irak-Amerika Serikat dan Popular Mobilisation, paramiliter yang dilatih oleh Iran. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (6/10/2017).

Selain di Hawija, pertempuran juga melebar ke wilayah perimeter kota di utara dan timur.

"Divisi Lapis Baja ke-9 AD Irak, kepolisian, pasukan pendukung, dan Popular Mobilisation telah merebut Hawija," ujar Letjen Abdul Ameer Rasheed Yarallah, komandan operasi gabungan militer Irak.

Siaran televisi pemerintah menunjukkan, tentara Irak menancapkan bendera di salah satu alun-alun utama kota. Sementara itu, kendaraan militer lain berpatroli di jalan kota, yang penuh oleh mobil ringsek, puing, dan bangunan yang rusak terkena peluru atau proyektil pasukan.

Irak melaksanakan operasi ofensif di Hawija pada 21 September, di mana sekitar 78.000 orang terjebak dalam kota itu, menurut PBB.

Keberhasilan merebut Hawija --yang dekat dengan Kirkuk, kota kaya minyak yang dikuasai oleh etnis Kurdi-- membuat wilayah ISIS semakin menipis, dengan hanya menyisakan segelintir kecil basis di barat Irak dekat dengan perbatasan Suriah.

Kota yang masih dikuasai ISIS adalah Qaim, 350 km barat daya Hawija dan dekat dengan perbatasan Suriah. Mereka juga masih menguasai kota di Suriah yang dekat dengan Qaim di Irak.

Namun, di kedua kota itu pun, para militan kelompok teror yang dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi mulai meninggalkan medan pertempuran karena semakin terdesak oleh koalisi Irak-AS dan paramiliter Shia yang didukung Iran-Rusia.

Sementara itu, keberhasilan merebut Hawija membuat pasukan Irak menjadi sangat dekat dengan paramiliter Kurdi peshmerga yang menguasai Kirkuk, yang saat ini tengah menjadi rebutan antara Baghdad dan Kurdistan Regional Government (KRG).

Etnis Kurdi di Irak sempat menjadi sorotan, terkhusus usai referendum yang bertujuan untuk membentuk "negara" baru, Kurdistan Irak, pada 25 September lalu.

Kurdistan Irak terdiri dari beberapa kota di utara Negeri 1.001 Malam, di antaranya Erbil (ibu kota de facto), Kirkuk, Sulaymaniyah, Dohuk, Ranya, dan 12 kota lainnya.

Terkait potensi agresi militer antara pasukan Irak dan Kurdi peshmerga di Kirkuk, Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi sempat mengatakan, "Kami tidak menginginkan adanya agresi atau konfrontasi. Namun, otoritas federal harus mengambil sikap tegas pada daerah yang menjadi sengketa."

Abadi sempat bernegosiasi dengan KRG, agar Baghdad dan Erbil mampu bersama-sama mengelola Kirkuk, dengan kendali tertinggi dipegang oleh pemerintah pusat Negeri 1001 Malam.

Namun, hingga kini, Kurdistan Irak bersikukuh ingin mengendalikan kota kaya minyak itu secara otonomi penuh tanpa campur tangan Baghdad.

Komunitas Arab dan Turki tinggal bersama etnis Kurdi yang dominan di Kirkuk, kota yang diklaim selama lebih dari satu abad sebagai "jantung Kurdistan".

Saksikan video pilihan berikut:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.