Sukses

Ilmuwan Ungkap Waktu Terbaik untuk Mencuci Handuk

Berapa hari sekali sebaiknya handuk dicuci untuk mencegah penyebaran kuman?

Liputan6.com, Sydney - Apakah Anda ingat kapan terakhir kali mencuci handuk? Apakah beberapa hari yang lalu? Atau bahkan seminggu yang lalu?

Meski terlihat sepele, namun mencuci handuk menjadi hal yang penting demi menjaga kesehatan kita.

Handuk, terutama dalam keadaan lembab, menjadi area subur pertumbuhan berbagai macam hal menjijikkan. Pasalnya, setiap Anda menggunakan handuk, otomatis bakteri alami di kulit dan sejumlah kuman yang ada tubuh akan turut pindah.

Selain itu, banyak orang tak mencuci tangannya dengan benar. Jadi ketika orang tersebut mengeringkan tangannya dengan handuk, mereka turut memindahkan bakteri ke tempat yang subur untuk berkembang.

"Setelah sekitar dua hari, jika Anda mengeringkan wajah menggunakan handuk tangan, maka kemungkinan akan lebih banyak bakteri E. coli di wajah Anda dibanding bakteri yang ada di toilet," ujar seorang ahli mikrobiologi di University of Arizona, Charles Gerba, kepada Time.

Dikutip dari Whimn, Selasa (3/10/2017), dalam sebuah studi yang Gerba lakukan, 90 persen handuk kamar mandi penuh dengan koliform, dan sekitar 14 persennya merupakan E. coli.

Jadi, berapa hari sekali sebaiknya handuk dicuci?

Menurut Gerba, Anda harus mencuci handuk setiap dua hari sekali, terutama jika Anda memiliki anak. Tapi, mencuci handuk tak bisa sembarangan.

Pasalnya, bakteri masih dapat bertahan dengan detergen biasa. Jadi sebaiknya gunakan air panas dan produk pemutih untuk membersihkan handuk secara menyeluruh.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ilmuwan Ungkap Bahaya Menjemur Baju di Dalam Rumah

Ternyata, tak hanya handuk lembab yang berbahaya bagi kesehatan kita. Menjemur baju di dalam ruangan rupanya memiliki konsekuensi serupa.

Dosen senior di bidang Kesehatan Lingkungan di Univeristy of New South Wales (NSW), Dr Nick Osborne, menyebut aktivitas itu berkontribusi atas pertumbuhan jamur dan tungau debu.

Ia mengatakan, rumah yang berjamur dan lembab dapat memicu asma bagi mereka yang sebelumnya tak mengidap penyakit tersebut. Bagi para pengidap, hal itu dapat menyebabkan gejala yang lebih buruk.

Seorang peneliti rekan dengan University of NSW Dr Christine Cowie mengatakan, agen biologi seperti jamur memiliki dampak kesehatan yang negatif. Agen biologi adalah organisme yang berkembang biak dan dapat menimbulkan penyakit.

"Dari sudut pandang kesehatan...banyak agen biologi ditemukan di dalam rumah dan biasanya tumbuh subur dalam kelembapan dan ventilasi yang tidak memadai," ujar Cowie.

"Mereka menemukan bahwa kelembapan itu sendiri menjadi indikator yang baik atas adanya risiko asma dan gejala pernafasan. Ada penelitian lain yang menunjukkan hirupan spora jamur terkait dengan sensitisasi alergi dan asma," kata dia.

Ilustrasi menjemur baju (iStock)

Menurutnya, jika sebuah rumah tak memiliki ventilasi baik, kelembapan akan terbentuk di dalamnya dan akan mengendap di jendela dan dinding.

Tungau debu menyukai kelembapan dan akan berkembang biak di rumah yang lembap. Selain itu, bau jamur akan menyeruak jika rumah tak miliki saluran udara yang baik.

Namun Osborne mengatakan, ada cara yang sederhana dan efektif untuk mengurangi kelembapan di rumah.

"Jika Matahari bersinar cerah, jemur pakaian di luar dan pastikan alat pengering pakaian udaranya dialirkan ke luar," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini