Sukses

Buku KBRI untuk 50 Tahun Relasi Indonesia - Singapura

KBRI merilis buku yang menilik sejarah bilateral, pencapaian, serta hubungan ke depan antara Indonesia - Singapura.

Liputan6.com, Jakarta - Saat itu kalender menunjukkan tahun 1965, ketika dua anggota KKO (sekarang Korps Marinir) Indonesia berpakaian sipil memasang bom di hotel MacDonald di Orchard Road, Singapura yang masih menjadi bagian dari Malaysia.

Pada periode yang sama, Presiden Sukarno tengah menerapkan kebijakan Konfrontasi Malaysia, menolak berdirinya Negeri Jiran dan Singapura --eks-persemakmuran Inggris-- sebagai negara berdaulat. Bung Karno berpendapat, pendirian negara itu memicu tumbuhnya neo-kolonialisme yang dekat dengan Indonesia.

Bom yang dipasang kedua KKO itu kemudian meledak, menewaskan satu orang dan melukai 33 warga tak bersalah lainnya. Para serdadu marinir itu, Harun Said dan Usman Muhamad Ali, lantas berusaha melarikan diri.

Apa daya, pelarian mereka gagal. Keduanya ditangkap dan ditahan oleh aparat keamanan setempat.

Pada 1968, Singapura yang baru tiga tahun merdeka dari Malaysia, menjatuhkan hukuman mati atas kedua KKO itu. Mereka divonis atas pasal pembunuhan massal oleh pengadilan.

Pada tahun yang sama pula, keduanya dihukum gantung di Singapura. Sementara di Jakarta, massa menyerbu Kedutaan Besar Singapura (yang telah berdiri di Ibu Kota sejak 1967), sebagai bentuk protes atas digantungnya Usman dan Harun, yang jasadnya kemudian dikirim kembali ke Tanah Air.

Sejak itu, hubungan bilateral RI dan Singapura --yang baru terjalin pada 1967-- instan menegang.

Namun, memasuki tahun 1973, hubungan kedua negara perlahan mulai membaik, ditandai dengan berkunjungnya PM Singapura, Lee Kuan Yew ke makam Usman dan Harun di Indonesia. Kemudian disusul kunjungan Presiden RI Soeharto ke Singapura pada 1974.

Dan hubungan baik kedua negara semakin berkembang hingga kini.

"Memasuki 2017 atau menandai 50 tahun relasi bilateral, hubungan kedua negara sudah jauh lebih erat dibanding masa lalu," jelas Duta Besar RI untuk Indonesia Ngurah Swajaya saat peluncuran buku 50 Years RI-Sing Commemorative Book di Jakarta, Kamis (28/9/2017).

"Masalah memang masih ada, namun kita coba menyelesaikan itu pada kesempatan dan dengan cara yang lebih bijak," tambah Ngurah.

50 Years RI-Sing Commemorative Book merupakan kumpulan tulisan dari berbagai figur sosial, politik, dan eks-pemerintah dari kedua negara, seperti Hassan Wirajuda, Desmond Kuek, Agus Widjojo, Tommy Koh, dll, yang membahas mengenai riwayat kerjasama, kesuksesan pencapaian, serta masa depan hubungan bilateral Indonesia dan Singapura. Buku itu dirilis oleh Kedutaan Besar RI untuk Singapura.

"Ada tiga makna dari peluncuran buku ini. Pertama, RI-Singapura perlu belajar dari masa lalu. Kedua, buku ini juga menjadi pembelajaran dari apa yang sudah kita capai. Dan terakhir, buku ini dapat menjadi momentum untuk menatap ke depan, sebagai negara bertetangga, dan negara yang sudah bersahabat selama 50 tahun terakhir," jelas sang dubes.

Ngurah juga berharap, buku itu diharapkan mampu meluruskan persepsi keliru yang tumbuh dari masing-masing warga kedua negara tentang relasi Indonesia - Singapura dan sebaliknya.

"Jangan sampai warga di sini dan di sana, tahunya tentang masalah saja, kaya masalah Haze atau tentang garis perbatasan laut kedua wilayah, atau tentang yang kejadian masa lalu. Nah buku ini menyajikan sisi positifnya, menilik banyaknya pencapaian diplomasi dan kerjasama kedua negara, yang tentunya memberikan manfaat bagi warga negara masing-masing," jelas Ngurah.

Sementara itu, mantan Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda berpendapat, "Selama 50 tahun terakhir, kedua negara telah menyadari pentingnya hubungan bilateral mereka dalam berbagai dimensi kehidupan. Singkatnya, kedua negara yang tak dapat terpisahkan itu, mengingat kedekatan geografis dan kesamaan agenda di ASEAN, masih perlu banyak belajar dan memahami satu sama lain," tulisnya dalam 50 Years RI-Sing Commemorative Book.

Usai kunjungan Presiden Joko Widodo ke Singapura untuk bertemu PM Lee Hsion Loong awal September lalu, kedua negara telah menyepakati sejumlah kerjasama, mulai dari rencana investasi hingga pengembangan hubungan pariwisata.

"Singapura setuju mendukung Indonesia untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Kita juga berencana membangun Kendal Industrial Park sebagai wadah pengembangan industri padat karya, serta kerjasama rute pariwisata kapal pesiar dan yacht dari Singapura - Indonesia," ujar sang dubes merangkum sejumlah kesepakatan kerja sama teranyar antara kedua negara.

Negeri eks-persemakmuran Inggris itu juga berencana untuk melakukan investasi ratusan juta dollar untuk mengembangkan proyek destinasi wisata di Pulau Toba, Sumatera Utara. Serta membantu PLN dalam pembangunan gardu pembangkit listrik 35.000 giga watt.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • salah satu negara yang dilintasi dengan garis khatulistiwa. Negara ini memiliki Batik sebagai ikon budayanya.
    salah satu negara yang dilintasi dengan garis khatulistiwa. Negara ini memiliki Batik sebagai ikon budayanya.

    Indonesia

  • Singapura atau Republik Singapura terletak di bagian Tenggara Asia dan dikenal dengan ikon Patung Singa.
    Singapura atau Republik Singapura terletak di bagian Tenggara Asia dan dikenal dengan ikon Patung Singa.

    Singapura

Video Terkini