Sukses

Spesies Tikus Raksasa 'Misterius' Berkeliaran di Pasifik Selatan

Setelah penelitian pada tengkorak dan analisa DNA, terbukti bahwa makhluk itu adalah spesies baru dalam genus Uromys.

Liputan6.com, Vangunu - Selama beberapa dekade, tersiar kabar adanya tikus raksasa yang berkeliaran dalam hutan hujan tropis lebat di Kepulauan Solomon di Pasifik Selatan. Pengetahuan tradisional warga akan keberadaan "tikus raksasa yang menyantap kelapa" hanya tercatat dalam beberapa penerbitan ilmiah.

Selain menyantap kelapa, spesies tikus raksasa yang misterius dan tersembunyi itu disebut-sebut tinggal di pepohonan.

Seorang ahli mamalogi bernama Tyrone Lavery dari Field Museum di Chicago mendengar selentingan adanya tikus sebesar berang-berang ini di pulau Vangunu yang oleh penduduk setempat disebut dengan 'vika.'

Seperti dikutip dari Guardian pada Kamis (28/9/2017), pada 2010 ia melakukan perjalanan pertama kali ke Kepulauan Solomon.

Ia menebar banyak jebakan, mencari menggunakan lampu sorot, dan memasang "jebakan kamera" yang diaktifkan oleh gerakan. Tapi Lavery gagal mengungkapkan keberadaan tikus tersebut.

Satu-satunya petunjuk tentang makhluk itu adalah temuan tinja berukuran besar pada 2011. Menurut Lavery, "Saya sampai bertanya-tanya apakah ia memang benar-benar spesies tersendiri, atau orang sekedar menyebut 'vika' untuk tikus hitam biasa."

Tapi, pada 2016, ketika ada sebatang pohon sedang ditebang oleh penebang komersial, warga di desa tempat Lavery melakukan penelitian melihat ada seekor tikus terjatuh ke tanah dengan cedera parah.

Tikus itu mati tak lama kemudian dan para tetua desa Zaira secara yakin mencirikannya sebagai vika. Sayangnya, tikus yang diduga seberat 0,5 kilogram tersebut kehilangan sebagian ekor yang diduga sepanjang 45 centimeter.

Setelah penelitian pada tengkorak dan analisa DNA, terbukti bahwa makhluk itu adalah spesies baru dalam genus Uromys. (Sumber Tyrone Lavery)

Setelah penelitian pada tengkorak dan analisa DNA, terbukti bahwa makhluk itu adalah spesies baru dalam genus "tikus berekor mosaik" atau Uromys.

Lavery pun memberi nama ilmiah Umorys vika, sesuai dengan nama tradisional tikus tersebut.

Tim Flannery, pakar terkemuka bidang mamalogi Kepulauan Salomon, menjelaskan kepada Guardian tentang pentingnya temuan menarik tersebut.

Katanya, "Itu suatu temuan baru tikus berekor mosaik yang melarung dari Australia atau Nugini jutaan tahun lalu."

"Ia menjadi salah satu temuan paling menakjubkan dalam milenium baru ini dan nyaris terlambat. Spesies itu terancam bahaya penebangan hutan, sehingga perlu tindakan segera untuk mencegah kepunahannya."

Lavery mengatakan ia tidak menemukan bukti tikus itu makan kelapa, tapi menemukan bukti bahwa hewan itu menyantap kacang ngali, yaitu suatu kacang lokal yang sulit dibuka seperti halnya kelapa.

"Jika hewan-hewan itu bisa menembus cangkang kacang ngali, mereka tentu sanggup melakukannya pada kelapa," katanya kepada Guardian.

Kacang ngali yang ditemukan telah digigit oleh tikus raksasa di Pulau Vangunu. (Sumber Tyrone Lavery)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terancam Punah

Pulau Vangunu, bagian dari Kepulauan Solomon, adalah tempat temuan tikus raksasa Uromys vika. (Sumber Google Maps)

Lavery mengaku bahwa ia tergerak untuk menemukan tikus karena perasaan berpetualang dan keprihatinan terkait pelestarian.

Katanya, "Saya senang karena baru saja memulai kuliah PhD dan telah membaca buku tentang orang-orang yang berpetualang dan menemukan spesies-spesies baru.”

"Kasus ini sangat menarik. Ada pengetahuan tradisional tentang itu dan ada catatan sejarah lama dari para ahli antropologi dan orang-orang lain yang pernah mengunjungi pulau."

"Selain itu, penting untuk mengetahui bahwa mereka memang ada sehingga kita bisa mencari cara pelestarian."

"Dalam kasus vika, sepertinya penebangan menjadi ancaman besar bagi spesies. Tidak banyak yang tersisa dan belum ditebangi di Vangunu."

Semua penampakan tikus itu menyebutkan pohon kapuchu, termasuk spesimen yang ditemukan oleh Lavery. Pohon jenis itu sangat dicari-cari oleh para penebang komersial.

Menurut perkiraan Lavery, keseluruhan luas habitat yang berpotensi menjadi tempat kehidupan tikus itu hanya 81 kilometer persegi.

Jurnal Mammalogy melaporkan temuan Lavery. Laporan juga menyertakan usulan agar spesies dimaksud dicantumkan dalam kategori "terancam secara kritis" oleh IUCN.

Lavery mengungkapkan bahwa tepat di sebelah kawasan temuan tikus ada kawasan pelestarian yang dijalankan oleh warga desa Zaira.

"Kami berharap agar, setelah menemukan tikus ini, ada pengakuan terhadap kawasan pelestarian mereka dan bantuan untuk mendukung tugas mereka."

Lavery menyatakan akan memulai penggalangan dana urunan (crowd-funding) untuk membantu komunitas membangun pos penjaga hutan yang sedang bekerja di kawasan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.