Sukses

Antek Kim Jong-un Dekati Analis Politik AS, Ada Agenda Apa?

Antek-antek Kim Jong-un diduga mendekati sejumlah petinggi analis Korut yang dekat dengan Partai Republik. Untuk apa?

Liputan6.com, Washington, DC - Diam-diam, Korea Utara diduga mendekati sejumlah analis politik di Washington yang terkait dengan Partai Republik. Diduga mereka ingin mencari tahu isi pikiran dan sikap Donald Trump yang sebenarnya terhadap Pyongyang.

Langkah Korut itu terkuak lewat sebuah investigasi oleh Washington Post. Dalam laporannya, disebutkan ada beberapa mantan pejabat yang kini jadi analis berpengaruh AS yang didekati oleh pejabat Pyongyang.

Para antek Kim Jong-un itu diduga ingin mengetahui lebih dalam, apa maksud di balik retorika Donald Trump.

"Mereka sedang menjalankan misi baru untuk menjangkau ilmuwan Amerika dan mantan pejabat," kata Bruce Klinger, mantan analis CIA yang sekarang menjadi ahli paling senior Korea Utara di Heritage Foundation, sebuah kelompok pemikir konservatif yang telah memasok data dan informasi ke pemerintahan Trump.

Dikutip dari Telegraph.co.uk pada Kamis (28/9/2017), Klinger mengaku diundang oleh Korea Utara ke Pyongyang. Namun, ia menolak datang.

"Pertemuan itu sebenarnya penting, tapi jika rezim ingin mengirimkan pesan jelas, seharusnya sampaikan saja ke pemerintahan AS secara langsung," kata Klinger kepada Post.

Antek-antek Kim Jong-un itu juga dilaporkan mendekati Douglas Paal.

Paal adalah mantan ahli Asia di National Security Council atau NSC. Ia kini pejabat di Carnegie Endowment for International Peace.

Para suruhan rezim Jong-un itu meminta Paal untuk mengatur perbincangan antara pejabat Korut dengan peneliti AS yang memiliki kaitan dengan Partai Republik. Adapun lokasinya diminta di daerah netral, seperti Swiss. Namun, Paal juga menolak.

Usaha para pembantu Kim itu dimulai bahkan sebelum saling ejek antara dua negara berlanjut jadi perang retorika Trump versus Kim Jong-un. Para analis telah memperingatkan dua musuh bebuyutan itu, bahwa aksi tersebut berpotensi memicu kesalahpahaman yang mampu menyulut perang.

Adapun permintaan para pembantu Kim jelas bukan semacam dialog untuk negosiasi program nuklir mereka.

Namun, mereka memiliki maksud bahwa junjungannya, Kim Jong-un, meminta pengakuan bahwa Korea Utara adalah negara nuklir.

Washington telah menyatakan sikap jelas, yang tak sudi berdialog dengan Pyongyang. Mereka memilih opsi untuk menekan Korea Utara dengan meningkatkan sanksi dan ancaman militer.

Presiden Trump pada hari Selasa memperingatkan bahwa AS "siap sepenuhnya untuk menggunakan kekuatan militer yang menghancurkan untuk melawan rezim Kim", meskipun menekankan bahwa ini bukan pilihan yang lebih disukai.

Trump mendorong dunia bekerja sama untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara. Pernyataan itu dilontarkan sang miliarder saat AS menjatuhkan sanksi menutup bank-bank Korut.

AS telah memasukkan delapan bank yang berada di Korea Utara dalam daftar hitam. Juga 26 pekerja bank Korea Utara, di antaranya 19 yang tinggal di China, tiga di Rusia, dan dua di Libya dan Uni Emirat Arab.

Itu menandai kekuatan sanksi baru yang dibuat dalam sebuah perintah eksekutif yang ditandatangani oleh Trump minggu lalu, yang memungkinkan AS untuk menargetkan akses Pyongyang ke sistem perbankan internasional.

Sanksi baru tersebut menambah paket sanksi terberat PBB sampai saat ini, yang dijatuhkan oleh badan dunia itu untuk Korea Utara pada 11 September setelah uji coba nuklir dan rudalnya yang berulang dan dianggap mengancam dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini