Sukses

Orangtua Otto Warmbier: Anakku Disiksa Korut dengan Sadis...

Ditahan oleh Korea Utara dari Maret 2016, Otto kembali ke AS dengan kondisi tak sadar dan tak lama kemudian ia meninggal.

Liputan6.com, Virginia - Orangtua mana yang tidak patah hati ketika buah hati mereka meninggal dunia. Apalagi jika sebelumnya kematiannya, sang anak disiksa hingga meregang nyawa.

Itulah yang menimpa Otto Warmbier. Pemuda AS yang tampan dan bermasa depan cemerlang itu ditahan saat berlibur di Korea Utara.

Selama di penjara Korut, ada dugaan pemuda 22 tahun itu mengalami siksaan. Otto kemudian dikembalikan ke rumahnya di AS dalam kondisi mengenaskan. Tak lama kemudian, ia tutup usia.

"Sesampai di rumah, Otto sudah tak mengenali kami semua. Ia kejang-kejang, meraung, pandangannya kosong," kata Fred Warmbier, sang ayah seperti dikutip dari The Guardian pada Rabu (27/9/2017).

Fred juga mengatakan anaknya, yang adalah mahasiswa cemerlang di University of Virginia, telah mendapat siksaan selama ditahan di Korea Utara.

Otto diseret ke pengadilan,  tanpa didampingi pengacara, atas tuduhan mencuri pamflet propaganda saat mengunjungi Pyongyang.

"Mulutnya seperti telah dimasukkan benda panjang yang keras, mungkin tang, sehingga membuat gigi bawahnya tak beraturan. Anak kami disiksa oleh Korea Utara dengan sadis," lanjut Fred. "Ia juga buta, tuli dan tak merespons panggilan kami hingga akhirnya Otto menyerah dan tutup usia."

Ribuan orang menghadiri pemakaman mahasiswa AS yang sempat ditahan 17 bulan di Korea Utara, Otto Warmbier. (AP)

Penuturan itu dilakukan Fred dan istrinya, Cindy di tengah-tengah tingginya tensi antara pemerintah AS dan Korea Utara. Mereka tampil di Fox and Friends. 

Keduanya memutuskan untuk berbicara mengungkapkan kondisi putranya setelah mendengar pernyataan pihak Pyongyang yang mengklaim Korea Utara adalah korban keganasan AS. "Korea Utara sama sekali bukan korban," tukas Fred.

"Mereka sejatinya teroris. Mereka menculik Otto dan menyiksanya. Korut dengan sengaja melukai anak kami. Jelas, Korut bukanlah korban," ketus Fred.

Semenjak mengembalikan Otto ke AS, Korea Utara menolak tuduhan telah menyiksa korban. Pemuda itu divonis 15 tahun dipenjara di kamp kerja paksa dari bulan Maret 2016.

Orangtuanya menceritakan, saat tiba pertama kali tiba di AS, kepala Otto plontos. Ada luka panjang di kaki kirinya. Badannya pun demam tak wajar.

"Kami sama sekali tidak siap menghadapinya," kata sang ibu. "Tak ada ibu, tak ada orangtua yang seharusnya menderita seperti kami."

Cindy mengatakan, sangat "tidak dapat dimaafkan" bahwa anaknya sendirian di penjara tanpa ada yang menghiburnya.

Sang ibu mengatakan, ia terus mendampingi buah hatinya semenjak tiba di AS hingga akhirnya Otto tak lagi bertahan dan meninggal dunia.

Otto Warmbier meninggal di pusat medis Universitas Cincinnati kurang dari seminggu setelah kembali dari Korut. Dokter di sana mengatakan bahwa dia tiba dalam keadaan "terjaga namun tidak responsif" dan telah mengalami "cedera neurologis parah" dengan penyebab yang tidak pasti.

Donald Trump berkicau dalam Twiter mengomentari penampilan suami istri Warmbier di Fox & Friends -- sebuah acara Fox News yang kabarnya kerap ditontonnya.

Presiden menyebut penampilan orangtua Otto, "sebuah wawancara yang bagus". Dalam twitternya, ia menulis: "Otto disiksa dengan sadis oleh Korea Utara."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dijatuhi Hukuman Kerja Paksa

Kejadian yang menimpa Otto Warmbier berawal saat ia mendaftar untuk melakukan perjalanan ke Korea Utara pada musim semi 2016. Pemuda itu bergabung dengan kelompok wisata Young Pioneer Tours.

Dia dijadwalkan menghabiskan lima hari di sana, dilanjutkan dengan kunjungan ke Beijing.

Tapi saat Warmbier hendak pergi ke Beijing dari Bandara Pyongyang, dia diberhentikan oleh petugas keamanan. Menurut pemerintah Korea Utara, Warmbier ditahan karena telah mencuri pamflet propaganda di lantai yang terlarang di hotelnya.

Dia mengakui perbuatannya tersebut dan memohon pengampunan. Namun Korut menjatuhkan hukuman 15 tahun kerja paksa atas dugaan kejahatan yang dilakukannya.

Selama Warmbier berada dalam tahanan, pemerintah AS secara konsisten mendesak Korea Utara mengizinkan konsuler Swedia untuk mengunjungi Warmbier dan tiga warga Amerika lainnya, untuk mendorong pembebasan mereka.

Menurut seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri, setelah diberitahu mengenai situasi tersebut, Trump mengarahkan Menlu Rex Tillerson untuk mengambil tindakan yang tepat guna menjamin pembebasan sandera Amerika dari cengkeraman rezim Kim Jong-un.

Pada 6 Juni 2017, perwakilan khusus Departemen Luar Negeri AS Joseph Yun, mendapatkan informasi bahwa kesehatan Warmbier memburuk. Kabar itu didapatnya dalam sebuah pertemuan dengan seorang diplomat Korut, Pak Kil-yon di New York.

Yun kemudian pergi ke Korut pada 12 Juni, bersama tim medis, untuk membebaskan Warmbier. Ia dan dua dokter mengunjungi Warmbier pagi itu, di mana momen tersebut menandai pertama kalinya AS dapat mengonfirmasi statusnya sejak dia dijatuhi hukuman pada Maret 2016.

Yun segera menuntut pembebasan Warmbier atas dasar kemanusiaan. Pemuda itu kemudian dipulangkan pada keesokan harinya dengan menggunakan pesawat medis.

"Ketika Warmbier kembali ke Cincinnati pada 13 Juni, dia tidak dapat berbicara, melihat, maupun bereaksi terhadap perintah lisan," ujar keluarga Warmbier dalam sebuah pernyataan.

"Meski kita tidak akan pernah mendengar suaranya lagi, dalam satu hari air mukanya berubah -- dia merasa damai. Dia telah berada di rumah dan kami yakin ia bisa merasakannya," kata pihak keluarga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini