Sukses

Tim PBB Menguak Bukti Kekerasan Seksual pada Perempuan Rohingya

Tim medis PBB mengaku telah menemukan bukti bahwa para perempuan Rohingya mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh aparat Myanmar.

Liputan6.com, Cox Bazar - Tim medis PBB mengungkap nestapa yang dialami oleh para perempuan Rohingya. Mereka mengaku telah menemukan bukti yang mengindikasikan, puluhan kaum hawa etnis minoritas itu menerima kekerasan seksual dari oknum aparat keamanan Myanmar.

Delapan pekerja medis profesional PBB di kamp pengungsi Bangladesh melaporkan temuan 25 perempuan Rohingya yang mengidap luka akibat kekerasan seksual. Demikian seperti dilansir Independent, Senin (25/9/2017).

Para korban merupakan etnis Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sepanjang Oktober hingga November 2016. Yakni ketika rangkaian konflik bersenjata antara aparat keamanan Burma dengan militan Rohingya pecah untuk pertama kali.

Bukti itu merupakan hasil temuan dari Niranta Kumar, koordinator kesehatan untuk klinik yang dikelola oleh International Organisation for Migration (IOM) PBB.

Kumar juga menjelaskan, temuan bukti mengenai kekerasan seksual sempat menurun jelang Agustus 2017. Meski begitu, bukti luka fisik yang ditemukan oleh petugas medis justru semakin mengenaskan.

Tasnuba Nourin, petugas medis IOM mengatakan, "Kami menemukan luka yang disebabkan oleh aksi kekerasan (seksual) yang sangat bengis."

Pernyataan yang diutarakan oleh IOM dinilai mengejutkan, mengingat, lembaga PBB jarang menuduh aparat keamanan Myanmar sebagai terduga pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan Rohingya.

Selain itu, sejumlah tim penyelidik independen yang berafiliasi dengan organisasi humaniter internasional menyebut, krisis kemanusiaan yang terjadi sepanjang Agustus - September 2017 lalu menyebabkan sekitar 350 orang etnis Rohingya serta minoritas lain menjadi korban atas 'kekerasan berbasis gender dan seksual'.

Terkait data tersebut, Kate White selaku ketua koordinator medis untuk Medecins Sans Frontieres di Cox Bazar menjelaskan, "kasus itu merupakan kepingan kasus lain yang terjadi (dalam rangkaian krisis di Rakhine)".

Merespons semua hal itu, Juru bicara untuk Aung San Suu Kyi, Zaw Htay mengatakan, pemerintah di Naypydaw akan menyelidiki segala dugaan kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan Rohingya.

"Para perempuan yang menjadi korban diimbau untuk datang ke kami. Kami akan memberikan perlindungan penuh kepada mereka. Kami akan melakukan investigasi dan mengambil langkah nyata," ujar sang jubir untuk pemimpin de facto Myanmar itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tuduhan Kejahatan Kemanusiaan pada Militer Myanmar

Selain tudingan melakukan kekerasan seksual, aparat keamanan Myanmar juga dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan lain.

Amnesty International di Indonesia melaporkan, militer Myanmar diduga kuat melakukan pembakaran terhadap sejumlah desa yang dihuni oleh etnis Rohingya dan kelompok minoritas.

Dugaan tersebut muncul dari hasil laporan tim pencari fakta Amnesty International yang berada di Myanmar dan Bangladesh. Laporan itu disampaikan kepada media di Jakarta, Jumat, 15 September 2017.

Menurut Laura Haigh, ketua tim pencari fakta untuk Amnesty Internasional di Myanmar, bukti yang berhasil dikumpulkan oleh rekan sejawatnya di lapangan menunjukkan keterlibatan militer Myanmar dalam aksi serangan dan pembakaran desa yang dihuni oleh etnis Rohingya.

Bukti itu diperoleh dari hasil wawancara tim Amnesty International dengan sejumlah etnis Rohingya yang telah mengungsi di Bangladesh, pencitraan satelit terhadap area desa yang diduga dibakar oleh militer, dan dokumentasi foto serta video.

"Kami berhasil menemukan bukti secara nyata mengenai keterlibatan militer Myanmar dalam indikasi kejahatan kemanusiaan dan pembersihan etnis di Rakhine," jelas Haigh lewat sambungan Skype di kantor Amnesty International Jakarta.

"Militer Myanmar melakukan operasi pembersihan di sejumlah desa untuk menangkap pelaku dan meminta pertanggungjawaban mereka yang terlibat dalam penyerangan pos polisi pada 25 Agustus lalu."

Haigh mengklaim, timnya telah menemukan suatu pola secara jelas bahwa pada dan setelah 25 Agustus, militer Myanmar menembakkan peluru ke udara di sejumlah desa yang dihuni etnis Rohingya. Akibatnya, etnis minoritas yang menduduki desa tersebut berusaha untuk melarikan diri dan menyebabkan eksodus massal.

"Serangan ini jelas sistematis sengaja ditujukan untuk mengeluarkan orang Rohingya dari wilayah tersebut," ucap Haigh.

Sementara itu, berdasarkan hasil pencitraan satelit, Amnesty International menemukan sekitar 80 titik wilayah yang diduga dibakar secara sengaja oleh militer Myanmar serta etnis Rakhine anti-Rohingya.

Pembakaran dilakukan beberapa hari pascakonflik bersenjata 25 Agustus. Wilayah yang bekas terbakar mencakup total luas sekitar 3.300 km persegi. Kebanyakan merupakan desa yang dihuni penduduk.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.