Sukses

Putri Diana Punya Penyakit Mental Turunan, Benarkah?

Merujuk pada surat yang ditulis seorang psikoterapis, Putri Diana diduga memiliki penyakit mental turunan. Benarkah?

Liputan6.com, London - Seorang petugas medis menguak klaim fakta baru seputar Putri Diana. Dr. Alan McGlashan, seorang ahli psikoterapis terkemuka, menulis sebuah surat terperinci yang menilik sejumlah pengobatan yang diberikan oleh tim medis kerajaan Inggris kepada Putri Diana.

McGlashan merupakan dokter yang merawat Lady Di setelah mantan istri Pangeran Charles itu mulai mengasingkan diri dari keluarga dan petugas medis kerajaan.

Merujuk pada surat yang ditulis McGlashan, kala itu ahli medis keluarga monarki Britania khawatir, sang Princess of Wales mengidap penyakit mental turunan.

Tim dokter kerajaan juga percaya bahwa kondisi medis 'berbahaya' itu bersifat genetik dan mungkin dapat menurun kepada anak-anaknya. Demikian seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (24/9/2017).

Surat McGlashan belum pernah terungkap sampai hari ini. Begitu pula kisah mengenai upaya kelompok dokter kerajaan yang mencoba, dan gagal, untuk membantu Putri Diana.

Lantas, kondisi medis seperti apa yang diidap Diana? Dan benarkah sang putri mengidap penyakit mental turunan?

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mengupas Riwayat Medis Diana dari Surat McGlashan

Penasaran apa saja sifat Putri Diana yang tidak banyak orang ketahui? Simak di sini. Sumber foto: whowhatwear.com.

Isi surat yang ditulis oleh McGlashan pada Februari 1983 menilik sejumlah upaya dokter kerajaan yang berusaha mengobati gejala medis yang sempat diidap oleh sang Princess of Wales.

Menurut isu surat itu, beberapa bulan setelah kelahiran Pangeran William, Diana yang berusia 21 tahun menderita gangguan makan akibat bulimia. Ia juga kerap kali merasa cemas, depresi, tidak stabil, dan mengalami krisis kepercayaan diri.

Meski mengidap sejumlah permasalahan psikis, sejatinya Diana mampu mempertahankan karakter normal di depan umum. Namun, di balik senyum manisnya, Lady Di dinilai menderita berbagai gangguan mental.

Demi mengobati gejala itu, ibu dari Pangeran William dan Pangeran Harry itu dirawat oleh tim medis yang terdiri dari John Batten (dokter kepala keluarga Kerajaan Inggris), Michael Pare (kepala psikiatri Rumah Sakit St Bartholomew, London), Michael Linnett (apoteker keluarga kerajaan), dan seorang pakar perilaku bernama Mitchell.

McGlashan menulis bahwa Batten --yang saat itu menjadi kepala tim medis kerajaan-- 'sangat ketakutan' oleh gejala penyakit yang diidap oleh Diana.

Salah satu anggota tim, Michael Pare, bahkan menulis ulasan medis yang mengerikan. Ia menyebut bahwa penyakit yang diidap Diana bersifat genetik dan jika menurun ke keturunannya, mampu membawa 'kemungkinan bencana dinasti'.

Dalam surat tersebut, sang Princess of Wales mengaku kepada McGlashan bahwa tim dokter yang dipimpin oleh Batten telah memberinya obat anti-depresi dan mencoba terapi perilaku. Tujuannya untuk mengobati sejumlah gejala yang diidapnya, termasuk mimpi berulang tentang monster laut raksasa yang telah mengganggu sang putri.

Namun, tidak satu pun dari mereka yang akhirnya dapat membantu mengatasi masalah itu.

Surat itu juga menyebut sikap Pangeran Charles yang sangat khawatir pada kondisi sang istri. Sikap itu justru bertentangan dengan yang selama ini kerap menjadi anggapan umum, bahwa sang Prince of Wales 'cuek' kepada Diana.

Setelah usaha Batten dan yang lainnya gagal, Charles berpaling dalam keputusasaan kepada mentornya, filsuf Afrika Selatan, Laurens Van der Post.

Laurens mendesak Charles untuk membawa Diana berkonsultasi dengan teman dekatnya dan Dr. McGlashan, si penulis surat.

Secara keseluruhan, Diana dan McGlashan bertemu delapan kali. Selama pertemuan itu, hasil penilaian sang psikoterapis sangat jauh berbeda dengan apa yang disimpulkan oleh tim medis kerajaan.

Sang ahli psikoterapis menulis dalam suratnya, "Dia (Diana) juga dikelilingi oleh sekelompok dokter, diberi obat anti-depresan dan obat tidur, serta berbagai terapi perilaku lainnya."

"Saya sampai pada kesimpulan bahwa dia (Diana) adalah gadis normal yang masalahnya emosional, tidak patologis. Para dokter telah merawatnya sebagai pasien dengan anggapan bahwa ia mengidap penyakit yang tidak jelas dan berbahaya yang membuat mereka bingung. Gejala-gejalanya sangat membuat mereka takut. Dia juga mengeluh kepada saya bahwa mereka semua memperlakukannya 'seolah-olah saya terbuat dari porselen'," tambah McGlashan.

"Ini semua sangat disederhanakan oleh D sendiri, yang dengan lembut tapi tegas menjauhkan diri dari mereka semua."

Pada surat itu, turut dijelaskan bahwa Diana bertemu McGlashan dua kali seminggu untuk sesi terapi di Kensington Palace. McGlashan juga menjalin komunikasi dengan setidaknya beberapa dokter sang putri selama periode tersebut.

"Saya harus mengatakan bahwa dokter-dokter (kerajaan) itu telah bersikap sangat baik kepada saya mengenai situasi tersebut (terkait Diana)," tambahnya sang psikoterapis.

Setelah berbagai analisis, McGlashan menyimpulkan bahwa Diana hanya mengalami kelelahan. Ia juga menilai bahwa 'D' (sebagaimana sang psikoterapis menyebut Lady Di dalam suratnya) mengalami kegelisahan akibat sejumlah perawatan medis yang lambat menuai hasil --meski pada dasarnya, pengobatan semacam itu memang membutuhkan waktu.

"Satu-satunya ketakutan saya adalah, dia mungkin tidak sepenuhnya memahami bahwa analisis semacam itu merupakan proses yang lamban. Dia mungkin mengharapkan hasil yang cepat, namun pada akhirnya menjadi kecewa," ujar McGlashan.

 

3 dari 3 halaman

Masalah Diana, Bulimia hingga Bunuh Diri

Putri Diana tidak pernah meremehkan kekuatan dari sebuah penampilan sempurna. (Foto: sheknows.com)

Diana telah mengetahui hubungan riwayat antara Charles dengan Camilla Bowles, jauh sebelum Prince dan Princess of Wales menikah. Akan tetapi, Lady Di memutuskan untuk menghiraukan hal memilukan tersebut.

Namun, menurut pengakuan Diana, keputusannya untuk menghiraukan hal itu justru menimbulkan konsekuensi besar.

"Semua hal itu (pernikahannya dengan Charles dan isu Camilla) membuatku mengalami bulimia," tutur Diana seperti yang terekam dalam film biografi berjudul "Diana: Her True Story", seperti yang dikutip dari Elle.com. 

Bulimia adalah kelainan cara makan (eating disorder), yang ditunjukkan dengan pola konsumsi makanan secara berlebih dan kemudian segera mengeluarkannya kembali tanpa cara yang normal, seperti menggunakan obat pencahar (laksatif), olahraga berlebih, atau diet yang tak aman. Hal itu terjadi secara terus menerus sebagai bentuk untuk menyiksa atau pelarian diri dari masalah yang dihadapi.

"Bulimia yang aku alami dimulai seminggu setelah kami bertunangan. Pernah suatu waktu Charles memegang pinggangku dan ia berkata 'kamu gemuk ya'. Perkataannya itu seakan memicu sesuatu di dalam diriku," ujar Lady Di.

"Sejak itu, aku kerap sengaja membuat diriku sendiri sakit agar dapat kurus. Dan aku senang melakukan semua itu," kata Diana.

Kelainan pola makan itu membuat bobot dan postur Diana berubah-ubah secara drastis, dari gemuk dapat segera kurus dan sebaliknya.

"Aku ingat kala mencoba gaun pengantin untuk pertama kali. Kala itu ukuran gaunku adalah 29. Setelah mengidap bulimia, tubuhku mengurus, dan ukuran gaunku harus menyusut hingga nomor 23,5," katanya.

Bahkan kala hamil untuk pertama kali, Diana mengaku masih mengalami kelainan pola makan.

"Sang ratu (Elizabeth II) selalu menyalahkan pernikahanku jika membicarakan bulimia yang aku idap," tambahnya.

Selain itu, pada Oktober 1981, tahun ketika Diana menikah dengan Charles, ibu William dan Harry itu mengaku bahwa keinginan untuk bunuh diri sempat terlintas di benaknya.

"Aku ingin menyayat pergelangan tanganku. Aku merasa terpuruk," katanya.

"Aku sempat meminta pertolongan, ke psikiater, menjalani perawatan. Aku merasa sangat sakit. Tidak bisa tidur, tidak makan, dan merasa dunia seakan menimpaku."

Diana juga berkata bahwa kala itu, banyak psikiater yang bergantian memberikan diagnosis medis kepadanya.

"Beberapa di antara mereka menyarankan agar aku mengonsumsi valium (obat penenang) dan beragam pil,"pungkasnya.

"Tapi sesungguhnya, yang aku butuhkan hanyalah waktu," katanya menyimpulkan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.