Sukses

Berat Badan Tak Kunjung Turun? Cek Bakteri Usus Anda

Sebuah studi mengungkap adanya keterkaitan bakteri di dalam usus dan pengaruhnya terhadap kemampuan seseorang untuk menurunkan berat badan.

Liputan6.com, Copenhagen - Anda sudah diet ketat namun berat badan tak kunjung turun juga? Mungkin rasio bakteri pada usus Anda jadi penyebab masalah tersebut.

Sebuah studi yang dipublikasi di International Journal of Obesity, mengungkap adanya keterkaitan bakteri di dalam usus dan pengaruhnya terhadap kemampuan seseorang untuk menurunkan berat badan.

Penelitian itu menjadi bukti tambahan bahwa satu pola diet tak bisa dipakai secara umum bagi seseorang yang berencana untuk menurunkan berat badan.

Studi yang dilakukan oleh University of Copenhagen itu mensurvei 54 orang yang menderita obesitas. Partisipan lalu menjalankan dua macam diet selama 26 minggu.

Mereka menemukan bahwa salah satu diet lebih efektif dari yang lain. Namun selain itu, mereka juga menemukan bahwa bakteri yang terdapat di sistem pencernaan partisipan memiliki peran penting untuk menentukan berapa banyak bobot yang dapat mereka turunkan.

Dikutip dari Independent, Kamis (21/9/2017), para peneliti menemukan bahwa partisipan yang memiliki jumlah bakteri Prevotella lebih tinggi dibanding Bacteroides, memiliki kemampuan menghilangkan lemak tubuh lebih besar -- dibanding rasio bakteri yang sama.

Sementara itu partisipan yang memiliki jumlah Prevotella lebih rendah dibanding Bacteroides, tidak mengalami penurun berat badan. Padahal, mereka sama-sama menjalankan diet yang dinilai lebih efektif.

Menurut Medical News Today, sekitar setengah populasi memiliki rasio Prevotella yang lebih tinggi dibanding Bacteroides. Ini menunjukkan bahwa diet tertentu hanya akan efektif pada populasi tertentu -- karena bakteri usus mereka.

"Studi tersebut menunjukkan bahwa hanya setengah populasi yang dapat menurunkan berat badan jika mereka makan dengan rekomendasi pola diet nasional Belanda, yakni dengan makan lebih banyak buah, sayur, serat, dan biji-bijian utuh," ujar peneliti utama, Profesor Mads Fiil Hjorth.

"Setengah populasi lainnya tak mendapat perubahan berat badan dari diet semacam ini," imbuh Hjorth.

Hjorth merekomendasikan para pelaku diet untuk menemukan pola diet lain, dibanding dengan pola diet yang populer dan tampaknya efektif untuk orang lain.

Mengetahui jenis bakteri usus merupakan salah satu cara untuk menentukan pola diet. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan mengambil sampel darah atau tinja.

Sebenarnya tak seimbangnya bakteri di usus dapat diubah secara perlahan melalui diet. Jadi jumlah Prevotella atau Bacteroides bukanlah hukuman seumur hidup.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kunci Sukses Turunkan Berat Badan

Selain mempertimbangkan soal bakteri yang ada di pencernaan, pola diet yang menyelipkan rehat di dalamnya terbukti ampuh.

Menurut penelitian terbaru, para pelaku pengurangan berat badan lebih baik melakukan pola diet dan tidak diet secara bergantian setiap dua minggu. Profesor Nuala Byrne mengatakan bahwa metode tersebut mengatasi sebuah fenomena yang dikenal sebagai 'reaksi kelaparan' (famine reaction).

Menurut Byrne, rehat sejenak dari disiplin ketat malah membantu. Bahkan hal itulah yang penting bagi sukses yang dalam jangka panjang.

"Kelompok (dalam eksperimen) yang putus-sambung kehilangan lebih banyak berat dan menjaganya untuk waktu yang lebih lama."

"Kami menduga, sebagian alasan berhasilnya diet itu adalah karena adanya masa-masa rehat."

Penelitian yang terbit dalam Journal for Obesity menelaah 'reaksi kelaparan' tubuh manusia ketika diet berkepanjangan dan dampaknya pada 47 pria yang gemuk.

Kelompok peserta berusia 30 hingga 50 tahun itu dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing ditugaskan melakukan diet 16 minggu dengan pengurangan sepertiga kalori yang masuk.

Sebanyak 23 orang melakukan diet terus-menerus (continuous) tanpa jeda. Para peserta lain melakukan diet selama dua minggu, dan kemudian rehat diet selama dua minggu agar beratnya stabil.

Dari percobaan itu terbukti bahwa pelaku diet putus sambung mengalami penurunan berat badan yang dapat bertahan dalam jangka panjang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini