Sukses

Inggris: Krisis Rohingya Menodai Reputasi Myanmar

Inggris memiliki ikatan dengan Aung Suu Kyi, mengingat mendiang suami dan dua putranya berkewarganegaraan Inggris.

Liputan6.com, London - Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson memperingatkan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, bahwa perlakuan terhadap muslim Rohingya telah menodai reputasi negara itu. Johnson pun mendesak Suu Kyi untuk memanfaatkan kualitasnya yang luar biasa demi mengakhiri penderitaan warga Rohingya di Rakhine.

"Aung San Suu Kyi dianggap sebagai salah seorang tokoh paling menginspirasi, tapi perlakuan terhadap Rohingya sangat menjelekkan reputasi Myanmar," ujar pria yang akrab disapa Bojo tersebut seperti dikutip dari BBC pada Senin (4/9/2017).

"Suu Kyi menghadapi tantangan besar dalam memodernisasi negaranya. Saya harap dia sekarang dapat menggunakan kualitasnya yang luar biasa untuk menyatukan negaranya, untuk menghentikan kekerasan dan prasangka yang menimpa baik umat muslim maupun komunitas lainnya di Rakhine," imbuh Suu Kyi.

Kekerasan di Rakhine meletus sekitar sepekan lalu dengan sekitar 58.000 orang melarikan diri ke Bangladesh. Konflik diperkirakan menewaskan lebih dari 100 orang -- sebagian menyebut angkanya menyentuh 400 orang.

Rohingya mengklaim bahwa pasukan keamanan dan massa membakar desa mereka. Sementara, pihak keamanan Myanmar membela diri bahwa peristiwa tersebut merupakan respons atas 20 serangan terhadap pos polisi yang dilakukan oleh militan Rohingya.

Rakhine, wilayah termiskin di Myanmar, adalah rumah bagi lebih dari satu juta Rohingya yang tidak diakui kewarganegaraannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harapan pada Suu Kyi

Aung San Suu Kyi memenangkan Nobel Perdamaian atas aktivitas politiknya di Myanmar. Ia merupakan kepala negara berlatar belakang non-militer pertama sejak kudeta militer di negara itu pada tahun 1962.

Meski yang disumpah sebagai Presiden Myanmar adalah Htin Kyaw mengingat Suu Kyi secara konstitusional dilarang memegang jabatan tersebut, ia dianggap sebagai pemimpin de facto negara itu.

Perempuan berusia 72 tahun tersebut tidak bisa menjabat sebagai orang nomor satu di Myanmar karena ia mendiang suami dan dua putra menyandang kewarganegaraan Inggris. Selama ini ia hanya disebut sebagai penasihat negara atau state counsellor.

LSM Burma Campaign UK yang selama ini melobi pemerintah-pemerintah Eropa dalam upaya memulihkan HAM dan demokrasi di Myanmar meyakini bahwa melalui pernyataan-pernyataannya Suu Kyi dapat berbuat banyak.

Selain itu, menurut Direktur LSM Burma Campaign UK Mark Farmaner, Menlu Inggris Boris Johnson seharusnya juga mengkritik Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Myanmar, Ming Aung Hlaing.

"Pasukan-pasukan Min Aung Hlaing adalah orang-orang yang membunuh ratusan warga Rohingya dan satu-satunya sosok yang memiliki kekuatan untuk memerintahkan tentara berhenti menyerang warga Rohingya," terang Farmaner.

 

Saksikan video berikut:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.