Sukses

Terkuak, Rencana Rahasia Korea Selatan untuk Membunuh Kim Jong-un

Sebuah laporan mengungkap bahwa Korea Selatan memiliki rencana untuk membunuh diktator Korea Utara, Kim Jong-un. Apa alasannya?

Liputan6.com, Seoul - Pasukan khusus Korea Selatan dikabarkan memiliki rencana untuk membunuh diktator Korea Utara, Kim Jong-un, dan para pejabatnya. Hal tersebut dilakukan jika negara di utara Semenanjung Korea itu menabuh genderang perang.

Seperti dilaporkan dari Daily Mail, pemimpin utama militer Seoul telah memberi tahu Presiden Korsel, Moon Jae-in, mengenai sebuah proposal yang di dalamnya membahas soal pengiriman pembunuh terlatih ke Korea Utara.

Hal tersebut terjadi di tengah ketegangan di Semenanjung Korea, setelah Korut meluncurkan rudal balistik yang melintas di atas daratan Jepang pada 29 Agustus 2017.

Menurut surat kabar Chosun Ilbo, seperti dikutip dari NZ Herald, Kamis (31/8/2017), Moon telah mengatakan kepada pejabat militernya untuk segera bertindak ofensif jika Korea Utara melakukan tindakan provokatif yang kelewat batas.

Awal bulan ini dilaporkan, militer Korea Selatan sedang menyusun rencana melakukan serangan untuk mengambil alih rudal dan fasilitas nuklir Korea Utara. Hal itu dilakukan jika perintah membunuh Kim Jong-un dikeluarkan.

Laporan itu mengklaim bahwa rudal akan ditembakkan ke fasilitas nuklir jika Presiden Moon memerintahkan dalam keadaan darurat. Menurut laporan, langkah tersebut diawasi oleh Kepala Staf Gabungan Korea Selatan dan Kementerian Pertahanan Nasional.

Respons Dunia Internasional

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dirinya membuka segala opsi untuk merespons peluncuran terbaru rudal Korut. Menurut dia, perilaku Pyongyang adalah ancaman nyata.

"Dunia menerima pesan dari Korut secara keras dan jelas, rezim ini telah memberikan sinyal penghinaan terhadap tetangganya, seluruh anggota PBB," ucap Trump dalam pernyataan yang dirilis Gedung Putih.

"Ancaman dan aksi yang menimbulkan kekacauan hanya akan membuat Korea Utara terisolasi dari semua negara di kawasan dan dunia, jadi semua pilihan ada di atas meja," ujar dia.

PM Abe juga menegaskan bahwa pemerintahannya siap untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi melindungi masyarakat.

"Kami telah mengajukan protes keras ke Korut. Kami telah meminta Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan darurat. Di bawah aliansi AS-Jepang yang kuat, kita akan mengambil seluruh tindakan demi memastikan keamanan warga," ujar PM Abe.

Guam Jadi Target Selanjutnya

Peluncuran rudal Korea Utara pada 29 Agustus 2017 rupanya merupakan awal dari lebih banyak operasi militer Pyongyang. Target selanjutnya akan ditujukan kepada Guam, wilayah Amerika Serikat yang berada di Samudra Pasifik. Hal tersebut disampaikan oleh media Korut, Korean Central News Agency (KCNA).

"Peluncuran itu adalah langkah pertama operasi (militer Korea Utara) di Pasifik dan sebuah pendahuluan berarti, di mana Guam termasuk di dalamnya," tulis KCNA.

"Pyongyang akan melakukan lebih banyak uji coba peluncuran roket, dengan targetnya adalah Pasifik," imbuh media tersebut.

Pada awal Agustus, Korea Utara telah mengancam akan menjadikan wilayah perairan di sekitar Guam sebagai target uji coba rudalnya. Namun, Kim Jong-un memutuskan menunda langkah tersebut dan memilih untuk mengamati manuver AS.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kecaman PBB terhadap Korea Utara

Kecaman PBB

Dewan Keamanan PBB mengecam aksi peluncuran rudal Korea Utara pada 29 Agustus 2017. DK PBB semakin mendesak Pyongyang untuk menghentikan uji coba serta program pengembangan persenjataan misil balistik dan hulu ledak nuklir.

Melalui sebuah pernyataan (statement) yang disusun oleh Amerika Serikat, seluruh anggota DK PBB yang berjumlah 15 negara menyetujui secara bulat kecaman dan desakan tersebut.

Mereka menegaskan, sangat vital bagi Korut untuk segera mengambil langkah konkret guna menurunkan tensi di Semenanjung Korea.

Meski begitu, draf pernyataan kecaman dan desakan teranyar itu tidak mencantumkan sanksi baru terhadap negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un tersebut.

Langkah tak biasa turut terjadi ketika China dan Rusia turut mengambil sikap serupa dengan anggota DK PBB lain, demikian menurut laporan reporter Al Jazeera yang meliput di markas PBB di New York, AS.

Beijing dan Moskow, yang tipikal memberikan veto pada sejumlah sanksi PBB terhadap Korut, kali ini sepakat dengan kecaman dan desakan yang disampaikan dalam pernyataan tersebut.

Sikap China terhadap Korea Utara

Namun, duta besar China dan Rusia untuk PBB mengatakan bahwa mereka menentang segala sanksi unilateral terhadap Korea Utara. Mereka juga mengulangi seruan untuk menghentikan penyebaran sistem pertahanan rudal AS di Korea Selatan.

Berbicara di Beijing, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan bahwa China mendiskusikan situasi tersebut dengan anggota DK lain dan akan memberikan tanggapan yang diperlukan berdasarkan konsensus.

"Segala tindakan terhadap Korea Utara harus berada di bawah kerangka DK PB dan harus dilakukan sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan," ujarnya dalam sebuah press briefing.

Wang mengatakan bahwa sanksi sepihak tidak sesuai dengan hukum internasional.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan bahwa beberapa pihak hanya mendorong sanksi PBB secara keras, tapi mengabaikan untuk mendorong kembali melakukan upaya perundingan.

Menurut Hua, itu bukan merupakan sikap yang seharusnya dilakukan negara terkait, ketika situasi Semenanjung Korea sedang memanas.

"Ketika berbicara sanksi, mereka langsung bersemangat, tapi ketika upaya perdamaian sedang didorong, mereka bersembunyi paling belakang," ujar Hua ketika bertemu dengan awak media.

Saksikan video berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.