Sukses

Unjuk Kekuatan, Pesawat Bomber Rusia Terbang Dekat Korut

Pesawat bomber Rusia dikabarkan terbang dekat Semenanjung Korea, unjuk kekuatan pada AS-Korsel yang menggelar latihan militer di kawasan.

Liputan6.com, Tokyo - Pesawat pengebom Rusia yang memiliki kemampuan membawa hulu ledak nuklir dikabarkan terbang dekat Semenanjung Korea. Aktivitas pesawat pengebom itu terjadi bersamaan ketika Amerika Serikat dan Korea Selatan tengah menggelar latihan militer gabungan di kawasan.

Tupolev-95Ms Bomber, bernama sandi "Bears", terbang melintasi kawasan Samudra Pasifik, Laut Jepang, Laut Kuning, dan Laut China Selatan. Bomber itu juga didampingi sejumlah jet tempur Sukhoi 35S dan A-50 Early Warning and Control Aircraft. Demikian seperti dilansir Japan Times, Jumat (25/8/2017).

"Pilot kami, rutin melaksanakan operasi penerbangan di perairan netral, mulai dari Atlantik, Arktika, Laut Hitam, dan Pasifik," kata rilis resmi Kementerian Pertahanan Rusia.

Meski begitu, Kementerian Pertahanan Moskow tidak menyebut jumlah pesawat yang terlibat dalam penerbangan itu.

Merespons aktivitas itu, Jepang dan Korea Selatan dikabarkan mengirim sejumlah pesawat tempur masing-masing untuk mengintervensi armada pesawat Negeri Beruang Merah.

Akan tetapi, menurut Kemhan Rusia, pesawat pengebom itu terpaksa mengisi bahan bakar di udara di kawasan Jepang dan Korea Selatan. Oleh sebab itu, Negeri Sakura dan Negeri Ginseng mengirim pesawat tempur dekat dengan Tupolev-95Ms Bomber dkk.

Operasi unjuk gigi yang dilakukan Moskow itu terjadi pada hari yang sama ketika Kemhan Rusia mengeluhkan Ulchi Freedom Guardian, latihan militer gabungan rutin yang dilakukan oleh AS dan Korsel di Semenanjung Korea. Menurut jadwal, latihan itu dimulai pada Senin, 21 Agustus dan akan berlangsung selama 10 hari.

Korea Utara telah melontarkan kecaman terkait latihan gabungan itu. Pyongyang menilai perhelatan yang dilakukan oleh AS - Korsel merupakan tindakan sembrono yang mampu menyulut konflik bersenjata.

Pihak Rusia kini mengutarakan komplain serupa. Kremlin menganggap latihan gabungan militer itu akan semakin memanaskan situasi di Semenanjung Korea.

"Amerika Serikat dan Korea Selatan kembali menggelar latihan militer berskala besar di Semenanjung Korea, sebuah langkah yang sama sekali tidak membantu menurunkan tensi tinggi di kawasan," kata Juru Bicara Kemhan Rusia, Maria Zakharova.

"Kami mendesak seluruh pihak untuk bertindak berhati-hati. Setiap langkah yang keliru atau tak disengaja dapat memicu konflik militer," ia menambahkan.

Rusia, yang berbagi perbatasan dengan Korea Utara, telah berulang kali menyuarakan kekhawatiran tentang meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea yang disebabkan program rudal nuklir Pyongyang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Korut Kecam Latihan Militer AS - Korsel

Korea Utara mengecam dan melontarkan ancaman terkait latihan gabungan militer Amerika Serikat dan Korea Selatan yang digelar dalam waktu dekat di Semenanjung Korea. Pyongyang menilai latihan militer yang dilakukan oleh kedua negara merupakan tindakan ceroboh.

"Trump dan kawan-kawan mendeklarasikan latihan mempersiapkan perang nuklir melawan DPRK (Korut). Tindakan itu adalah langkah sembrono yang akan mendorong situasi ke dalam fase perang nuklir yang tidak terkendali," tulis media resmi pemerintah Rodong Sinmun, sehari sebelum latihan militer gabungan AS-Korsel bernama Ulchi Freedom Guardian, seperti dikutip dari CNN, Senin 21 Agustus 2017.

"Korean People's Army tetap bersiaga penuh untuk menahan musuh. Kami akan mengambil langkah tegas jika terlihat sedikit tanda-tanda ancaman," lanjut media resmi pemerintah Korut itu.

Ulchi Freedom Guardian terjadi di tengah situasi panas di Semenanjung dan beberapa pekan setelah Korut mengancam akan menembakkan empat rudal uji cobanya ke teritorial AS di Guam.

Meski begitu, pejabat militer Seoul dan Washington, DC menegaskan Ulchi Freedom Guardian tetap akan terlaksana. Mereka juga menekankan perhelatan itu hanya latihan biasa yang tidak ditujukan untuk merespons ancaman Korut.

Sementara itu pada pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson dan Menteri Pertahanan James Mattis mengatakan Washington DC tetap mempertahankan opsi militer guna menangani isu Korea Utara.

Tillerson menjelaskan opsi diplomatik damai adalah cara yang lebih disukai untuk membuat Pyongyang menghentikan pengujian rudal balistik bertenaga nuklir. Namun, ia menambahkan, pendekatan diplomatik harus didukung dengan ancaman militer jika Korut tetap tidak menunjukkan iktikad baik.

Menhan Mattis juga menjelaskan, AS bersedia menggunakan opsi militer jika Korut melakukan tindakan yang melewati batas.

Pekan lalu, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menegaskan pihaknya tidak akan membiarkan konflik bersenjata terjadi begitu saja.

"Opsi militer di Semenanjung Korea hanya dapat dilakukan jika Korsel memutuskan hal tersebut. Tanpa persetujuan Korsel, tidak akan ada yang boleh mengambil opsi militer," jelas Presiden Moon dalam pidato sambutannya pada perayaan Hari Pembebasan Korsel dari rezim militer Jepang periode 1945.

"Pemerintah akan membatasi dan membendung kemungkinan perang dengan cara apa pun," ucap Moon.

 

Saksikan juga video berikut ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.