Sukses

Menhan AS: ISIS Kocar-kacir dan Sedang Berupaya Kabur

Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis yakin kekalahan ISIS di Irak sudah di depan mata.

Liputan6.com, Baghdad - Saat berkunjung ke Irak, Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis yakin kekalahan ISIS sudah di depan mata.

Ia juga percaya diri, tentara Irak yang didukung oleh AS akan segera menghabisi seluruh basis pertahanan organisasi teroris itu.

"ISIS kocar-kacir melarikan diri. Mereka tampaknya tak mampu bertahan dari serangan militer kami," kata Menteri Pertahanan AS James Mattis saat kunjungannya ke Irak, seperti yang dikutip dari CNN, Rabu (23/8/2017).

Melengkapi pernyataan Mattis, komandan gugus tugas militer AS di Irak menjelaskan, meski harus melalui proses panjang dan sulit, upaya untuk memberantas ISIS di kawasan nyaris berhasil seutuhnya.

Kepercayaan diri itu muncul usai keberhasilan koalisi Irak - AS melakukan operasi militer di kota Tal Afar, Irak utara. Kota itu, menurut klaim pasukan koalisi, merupakan wilayah terakhir yang dikuasai ISIS di negara itu.

"Kesuksesan di Tal Afar merupakan rentetan keberhasilan dari Mosul. Kami melihat bahwa pasukan Irak dapat dengan cepat melakukan pembenahan dan transisi kekuatan untuk menggempur pertahanan di Tal Afar," kata Letnan Jenderal Stephen Townsend, komandan US Combined Joint Task Force Iraq, melengkapi pernyataan Menhan Mattis.

Tak hanya di Irak, di Suriah, pasukan AS juga mengklaim kian dekat untuk membinasakan ISIS. "Mereka terkepung dan logistik mereka terputus. ISIS akan berlindung di balik perempuan dan anak-anak," ia menambahkan.

Terkait korban sipil dalam pertempuran di Tal Afar, Menhan Mattis menjelaskan, "Semua militer di dunia pasti berusaha keras untuk membatasi korban sipil."

Pilihan untuk ISIS: Menyerah atau Mati

Angkatan Darat Irak meluncurkan sebuah operasi untuk merebut kembali Tal Afar, kota besar terakhir yang dikuasai oleh kelompok teroris ISIS.

Dalam pidatonya di televisi, yang mengumumkan serangan tersebut, Perdana Menteri Haider al-Abadi mengatakan, anggota ISIS memiliki pilihan "menyerah atau mati".

Seperti dilansir BBC, Minggu, 20 Agustus 2017, Tal Afar menjadi target setelah pasukan Irak lebih dulu berhasil merebut kota Mosul pada Juli 2017. Tal Afar yang mayoritas dihuni populasi muslim Syiah jatuh ke tangan ISIS pada 2014.

Kota itu berada di jalur utama antara Mosul dan perbatasan Suriah, dulunya merupakan jalur pasokan utama bagi kelompok ISIS. Sebagai persiapan untuk melancarkan serangan darat, sejumlah pesawat tempur Irak telah membombardir beberapa titik di Tal Afar.

Pada November 2016, satu bulan setelah serangan terhadap Mosul dilancarkan, pasukan paramiliter Hashd al-Shaabi berhasil merebut sebuah pangkalan udara di selatan Tal Afar. Sementara itu, bulan lalu, seorang komandan senior Irak yang pernah menjabat sebagai wali kota Tal Afar mengatakan bahwa terdapat sekitar 1.500-2.000 anggota ISIS serta keluarga mereka yang tinggal di kota itu.

Mayor Jenderal Najm al-Jabouri mengatakan, anggota kelompok ISIS kelelahan dan kehilangan semangat. Ia sudah menduga, pertempuran di Tal Afar akan berlangsung sengit seperti yang terjadi di Mosul.

Perang di Mosul berlangsung nyaris selama sembilan bulan dan menyebabkan banyak korban tewas di pihak pasukan Irak. Selain itu, Mayjen al-Jabouri menjelaskan bahwa Tal Afar tidak memiliki banyak jalan sempit seperti Mosul.

Jumlah warga sipil yang diyakini berada di Tal Afar juga sedikit, mengingat sekitar 49 ribu jiwa telah mengungsi sejak April lalu. Selain Tal Afar, ISIS masih menguasai wilayah sekitar Hawija.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

ISIS Bangkrut?

Selain dikabarkan mulai "melarikan diri" dari kawasan yang dulu menjadi wilayah kekuasaannya di Irak dan Suriah, ISIS juga dikabarkan mengalami "kebangkrutan".

Pada Maret 2017, mantan Menteri Keuangan Irak Hoshyar Zebari mengklaim, teroris ISIS nyaris bangkrut dan kehabisan uang untuk membayar gaji anggota kelompoknya.

Pada masa keemasannya, ISIS merupakan organisasi teroris terkaya di dunia dengan jaringan kriminal sangat besar untuk membiayai operasionalnya.

Beberapa waktu lalu, sejumlah ladang minyak di Irak utara sempat dikuasai ISIS sebelum akhirnya dibakar ketika mereka terdesak. Peristiwa itu mengakibatkan asap hitam pekat membumbung tinggi.

Tindakan itu dilakukan untuk menciptakan perisai asap sehingga menyulitkan pasukan koalisi untuk melancarkan serangan udara.

Penyelundupan minyak diyakini sebagai sumber pendapatan terbesar kelompok teroris itu. ISIS juga diketahui memungut pajak dan melakukan aksi pemerasan terhadap penduduk di wilayah yang mereka kuasai.

Zebari memperkirakan, ISIS merogoh kocek sekitar US$ 3 juta atau setara dengan dengan Rp 39 miliar hingga US$ 5 juta atau senilai dengan Rp 66 miliar setiap harinya.

"Mereka memungut pajak dari setiap bisnis, setiap toko, setiap apotek, setiap aktivitas -- belum lagi uang yang mereka curi dari bank-bank Irak," kata Zebari kepada Sky News, Selasa, 28 Maret 2017.

"Mereka adalah organisasi yang sangat, sangat kaya. Sekarang, mereka tengah mengalami kemunduran dan bangkrut. Mereka juga kalah di medan pertempuran, jadi perang di Mosul sangat menentukan untuk mengakhiri kekhalifahan mereka," pungkasnya.

Kerusakan yang dipicu ISIS di Irak tidak hanya melahirkan bencana pada sisi kemanusiaan dan ekonomi, tapi juga kebudayaan. Kelompok teroris brutal itu dengan bangga mempertontonkan perusakan terhadap simbol-simbol warisan budaya Irak.

Dalam ideologi mereka yang menyesatkan, benda-benda peninggalan sejarah tersebut dianggap sama saja dengan penyembahan terhadap berhala. Meski demikian, ISIS tahu persis "nilai" barang-barang antik tersebut.

Saat ini di bawah kendali militer Irak, para arkeolog telah menemukan jaringan terowongan yang digali ISIS di bawah makam Nabi Yunus. Penggalian terowongan itu disebut tidak berupaya untuk menghancurkan artefak kuno, melainkan agar mereka dapat leluasa mencuri benda-benda peninggalan sejarah untuk dijual di pasar gelap.

Tidak diketahui berapa banyak benda yang telah dicuri, tapi jumlahnya diperkirakan signifikan.

Kepala barang antik untuk Provinsi Nineveh, Layla Salih mengatakan bahwa apa yang dilakukan ISIS adalah penghancuran. Salih menerangkan, pihaknya tidak pernah dihadapkan pada kondisi ini sebelumnya, namun kini tantangan besar terbentang di hadapan mereka.

Simak pula video berikut ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.