Sukses

WHO: Kolera Merenggut Hampir 2.000 Nyawa di Yaman

Korban penyakit kolera di Yaman terus bertambah di tengah situasi memprihatinkan di negeri itu.

Liputan6.com, Sanaa - Lebih dari setengah juta orang di Yaman terinfeksi kolera, sejak wabah itu merebak empat bulan lalu. Sejauh ini, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin 14 Agustus 2017, jumlah korban tewas mencapai 1.975 orang.

Menurut WHO, seperti dikutip dari VOA News, Rabu (15/8/2017), setiap hari ada lebih dari 5.000 kasus baru kolera yang ditularkan melalui air yang tercemar kotoran. Parahnya lagi, sistem kesehatan dan sanitasi di Yaman rusak akibat perang yang berlangsung selama dua tahun.

Kolera menyebabkan diare dan dehidrasi akut yang bisa mengarah pada kematian. 

"Jumlah total dugaan kasus kolera di Yaman tahun ini mencapai angka setengah juta pada Minggu 13 Agustus 2017, dan hampir 2.000 orang telah meninggal sejak wabah mulai menyebar dengan cepat pada akhir April," kata WHO dalam sebuah pernyataannya.

"Penyebaran kolera telah melambat secara signifikan di beberapa daerah dibandingkan waktu puncak wabah. Namun penyakit ini masih menyebar dengan cepat di sejumlah distrik yang baru terkena dampaknya."

Menurut laporan WHO ada sekitar 503.484 kasus kolera di Yaman. Penyakit ini, yang disebarkan melalui konsumsi makanan atau air yang tercemar kotoran manusia, bisa membunuh dalam hitungan jam jika tidak segera diobati.

Di negara maju, penyakit ini telah diberantas dengan sistem sanitasi dan pengolahan air yang baik.

Namun perang saudara yang menghancurkan Yaman, yang melibatkan koalisi militer pimpinan Arab Saudi melawan kelompok bersenjata Houthi yang didukung Iran, ditambah dengan perekonomian yang anjlok, membuat negara seakan lumpuh.

Yaman tak mampu mengatasi bencana seperti kolera dan juga kelaparan massal yang dialami rakyatnya.

WHO menambahkan, jutaan orang Yaman sudah tidak lagi mendapat suplai air bersih dan pengumpulan sampah telah terhenti di kota-kota besar.

Sekitar 30.000 pekerja kesehatan di sana belum mendapat gaji selama hampir setahun, obat-obatan untuk penyakit kritis juga kurang.

"Dokter dan perawat menjadi tulang punggung, tanpa mereka, kita tidak dapat melakukan apapun di Yaman. Gaji mereka harus dibayar agar mereka bisa bekerja untuk menyelamatkan nyawa," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

"WHO dan mitranya, bekerja sepanjang waktu untuk mendirikan klinik perawatan kolera, merehabilitasi fasilitas kesehatan, memberikan pasokan medis dan mendukung upaya yang dilakukan Yaman," kata badan PBB tersebut.

Lebih dari 99 persen pasien yang bisa mengakses fasilitas kesehatan tetap bertahan hidup, namun anak-anak dan orangtua tetap menjadi kelompok yang paling rentan.

"Upaya telah membuahkan hasil di beberapa tempat. Hasil pengawasan membuktikan dugaan kasus telah menurun selama empat minggu, termasuk di beberapa tempat yang paling terdampak," jelas juru bicara WHO Fadela Chaib.

"Terutama kota Sanaa, Hajja dan Amran konsisten dengan penurunan kasus. Namun di banyak distrik lainnya, kasus dan kematian terus berlanjut dan meningkat," tutur Chaib.

Saksikan juga video berikut ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.