Sukses

Hadapi Ancaman Rudal Korut, Warga Guam Gelar Doa Bersama

Uskup Guam Michael Byrnes menyerukan seluruh pastor di 26 gereja di Guam untuk mendoakan perdamaian antara AS dan Korea Utara.

Liputan6.com, Hagatna - Korea Utara mengancam akan meluncurkan empat peluru kendali jarak menengah ke Guam dengan melintasi wilayah Jepang pada 15 Agustus. Dua hari sebelum tanggal itu, penduduk pulau di Pasifik yang masuk teritorial Amerika Serikat itu menggelar doa bersama anti-perang.

Warga Guam yang mayoritas Katolik menggelar misa bersama pada hari Minggu 13 Agustus 2017 di tengah potensi ancaman peluru kendali Korea Utara. Uskup Guam Michael Byrnes menyerukan seluruh pastor di 26 gereja di kawasan untuk mendoakan perdamaian antara AS dan Korea Utara.

Uskup Byrnes juga memberi dukungan kepada personel militer di Guam.

"Kami meminta semua umat untuk berdoa mencari jawaban atas perbedaan dan berhati-hati di tengah perang kata-kata antara AS dan Korea Utara," kata Uskup Byrnes seperti dikutip dari Associated Press pada Munggu (13/8/2017).

"Doa untuk perdamaian" di ibu kota Guam Hagatna itu menarik sekitar 100 orang. Tapi meskipun Guam menjadi pusat konflik AS dan Korea Utara, warga pulau ini sama sekali tidak cemas.

"Saya sama sekali tak takut karena kalau sudah waktunya kami harus mati ya memang waktunya mati," kata Sita Manjaras (62), pensiunan guru.

Pastur Mike Crisostomo menyatakan respon penduduk Guam atas ancaman adalah iman dan doa.

"Ini untuk menunjukkan kepada dunia, bangsa, dan negara lain, bahwa Guam mungkin kecil, tapi iman dan keyakinan kami besar," sambung dia seperti dikutip Miami Herald.

Gereja memiliki pengaruh besar terhadap warga di mana 85 persen warga Guam beragama Katolik.

Nikky Flores, seorang jemaat gereja Catholic Daughters of America, mengatakan bahwa doa-doa yang ditawarkan selama misa pada hari Minggu tersebut "sangat penting terutama karena ancaman ini. Kami semua datang bersama dan berdoa Kami sangat berharap bahwa itu tidak akan datang," katanya terkait ancaman rudal Korea Utara.

Pastor Francis X. Hezel, asisten pastor di Gereja Katolik Santa Barbara di Dededo, mengatakan bahwa dia belum pernah mendengar tentang umat paroki yang mencari penghiburan dari gereja tersebut di tengah ancaman Korea Utara.

"Hidup berjalan seperti biasa dengan awan gelap yang melayang di atas kita ," katanya. "Kurasa mereka tidak akan gemetar ketakutan."

Hezel mencatat bahwa Guam sudah terbiasa dengan ancaman tersebut. "Orang-orang Guam terbiasa berdiri dalam posisi berbahaya," katanya.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.