Sukses

Pria Malaysia 'Ladang Uang' ISIS Jadi Buron Polisi

Pria ini disebut mendapatkan uang untuk ISIS melalui kurir dan metode rahasia sejak dia melarikan diri ke Filipina selatan tiga tahun lalu.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Militan Malaysia Dr Mahmud Ahmad disebut-sebut sebagai ahli senjata dan andalan dalam hierarki ISIS. Sebutan itu kini bertambah lagi, yakni sebagai sumber uang dalam kelompok teror tersebut.

Menurut informasi yang beredar, sejak 2014, mantan dosen Universiti Malaya di Malaysia itu telah menerima lebih dari 500 ribu ringgit Malaysia atau sekitar Rp 1,5 miliar -- sumbangan dari militan ISIS dan simpatisan.

Sumber intelijen mengatakan, dana tersebut disalurkan ke Dr Mahmud melalui kurir dan metode rahasia sejak dia melarikan diri ke Filipina selatan tiga tahun lalu.

"Kurir yang kebanyakan dari Malaysia dan Indonesia, akan terbang ke Tawau sebelum menggunakan rute ilegal ke Mindanao," kata seorang sumber kepada The Star yang dikutip dari Asia One, Selasa (1/8/2017).

"Di sana (Mindanao), mereka akan meninggalkan sekantong uang tunai di daerah yang ditunjuk untuk diambil oleh militan lain, yang kemudian akan menyerahkan uangnya kepada Dr Mahmud," kata dia.

Instruksi untuk mentransfer uang akan dikirim melalui aplikasi pesan Telegram, yang kini dilarang oleh Indonesia.

"Modus operandi ini dirancang untuk mencegah penangkapan Dr Mahmud oleh aparat keamanan," sumber tersebut menambahkan.

Saat dihubungi, wakil Kepala unit Bukit Aman Special Branch Counter Terrorism Division Datuk Ayob Khan membenarkan bahwa Dr Mahmud menggunakan kurir untuk menerima dana dan bahkan membawa uang tunai ke Filipina selatan dari tahun 2010.

"Kami juga menemukan bahwa Dr Mahmud menggunakan layanan transfer jalur internasional untuk mendapatkan uangnya," kata Ayob kepada The Star.

Ayob mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah proaktif dengan menahan mereka yang bertanggung jawab untuk menyalurkan dana ke militan ISIS di Suriah dan Filipina.

"Kami telah menangkap 19 tersangka atas tindak pidana terorisme. Enam belas orang didakwa di pengadilan dan 3 lainnya ditahan atas pelanggaran Undang-Undang Terorisme (Pota)," jelas Ayob.

"Tiga di antaranya menyalurkan lebih dari 200 ribu ringgit Malaysia kepada Dr Mahmud," imbuhnya.

Ayob menuturkan bahwa intelijen terakhir menunjukkan bahwa Dr Mahmud juga menghubungi militan Indonesia di Suriah untuk memindahkan dana ke Filipina selatan.

"Kami menemukan bahwa kontak Dr Mahmud di Indonesia telah memberitahu militan lain di Indonesia untuk membuka rekening bank baru di sana. Dana selanjutnya akan disalurkan ke akun baru ini, untuk dipasok ke militan lain yang berniat bergabung dengan faksi di Filipina selatan," kata dia.

Mengomentari sebuah laporan Direktur Institute of Policy Analysis of Conflict,Sidney Jones, yang menyatakan bahwa ancaman akan meningkat di Indonesia dan Malaysia setelah Marawi, Ayob mengatakan bahwa insiden tersebut mengilhami militan di Asia Tenggara untuk meningkatkan perekrutan dan merencanakan dan membiayai serangan baru.

"Sejak pertama kali ISIS di Marawi, wilayah kekuasaan kelompok itu berkembang menjadi pusat komando kekhalifahannya," katanya.

Mengingat ancaman ISIS di wilayah tersebut, polisi Filipina telah melakukan beberapa operasi melawan sel-sel teror.

"Faktanya, operasi kami menyebabkan Dr Mahmud dan yang lainnya melarikan diri ke Filipina untuk berlindung pada tahun 2014. Dia kabur karena mereka yang ditangkap memiliki hubungan dengan Arakan Daulah Islamiah yang dipimpinnya dan berafiliasi dengan ISIS," kata Ayob.

Operasi akan berlanjut setiap kali polisi menerima informasi intelijen yang dapat ditindaklanjuti. Tahun ini, divisi tersebut melakukan tiga operasi terpisah terhadap sel-sel teror baru yang merekrut dari Bangladesh dan Indonesia dan mengirim militan baru untuk bergabung dengan Dr Mahmud.

Pada 19 Januari, dua orang Bangladesh ditangkap di Kuala Lumpur. Dua hari setelahnya, 21 Februari, seorang warga Malaysia dan dari Indonesia ditangkap di depan sebuah hotel di Kepong, Kuala Lumpur, saat mereka bersiap untuk berangkat ke Filipina selatan.

"Penangkapan terbaru dilakukan terhadap tiga orang -- dua orang Indonesia dan seorang Malaysia -- di Sabah pada 15 Juni. Kekhawatiran mereka adalah bukti bahwa polisi tidak akan membiarkan sel teror ini menyebar," tegas Ayob.

Saksikan juga video berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.