Sukses

Iran Klaim Server Telegram Pindah ke Tehran

Kantor berita semi-resmi pemerintah Iran melaporkan pemindahan server Telegram ke Iran. Kabar itu dibantah CEO Telegram.

Liputan6.com, Tehran - Kantor berita semi-resmi pemerintah Iran, ISNA, melaporkan bahwa menteri komunikasi negara tersebut telah mengumumkan berpindahnya sejumlah server aplikasi layanan pesan 'Telegram' ke Negeri Persia. Kabar itu dilaporkan pada Minggu 30 Juli 2017.

Menteri Komunikasi Iran Mahmoud Vaezi menjelaskan bahwa sejumlah pejabat pemerintah Tehran telah bertemu dengan manajer Telegram. Mereka menyepakati pemindahan sejumlah server aplikasi layanan pesan itu ke Iran. Demikian seperti yang dilansir dari VOA, Minggu (30/7/2017).

Akan tetapi, kabar tersebut dibantah oleh CEO Telegram Pavel Durov. Ia juga memastikan pernyataan yang sempat ia katakan bahwa server aplikasi layanan pesan itu tetap tidak akan berpindah ke Iran.

"Tidak ada server Telegram yang dipindahkan ke Iran," kata Durov melalui Twitter pada Minggu 30 Juli 2017.

Menteri Vaezi mengatakan bahwa Telegram berencana unutk menggunakan caching nodes atau CDN di Iran dalam waktu dekat.

Namun Durov sempat mengatakan bahwa CDN --yang sering digunakan oleh aplikasi layanan berbasis internet untuk membuat data mengalir lebih cepat-- tidak berhubungan dengan merelokasi server seperti yang disebut oleh Vaezi. CDN tersebut juga tidak bisa menguraikan pesan terenkripsi seperti yang dikirim oleh Telegram, jelas Durov.

Telegram memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan teks, gambar dan video melalui internet. Layanan itu sendiri sangat terenkripsi dan memungkinkan pengguna mengatur pesan mereka untuk 'merusak diri sendiri' setelah periode tertentu, menjadikannya digemari kalangan aktivis dan pihak lain yang amat memerhatikan privasi dalam berkomunikasi.

Sebelumnya, Iran telah mengimbau kepada jaringan sosial media asing agar mereka memindahkan servernya ke negara tersebut, jika ingin terus beroperasi di Negeri Persia.

Iran memblokir situs media sosial seperti Facebook dan Twitter dan menyensor situs-situs lain. Sementara pejabat tinggi memiliki akses yang tidak terbatas ke media sosial, pemuda Iran dan warga melek teknologi digital menggunakan server proxy atau metode alternatif lain untuk melewati kontrol.

Sementara itu, eksistensi Telegram sendiri menjadi momok di sejumlah negara. Indonesia misalnya, memblokir aplikasi layanan pesan itu di Tanah Air, karena dituding menjadi pilihan utama bagi kelompok ekstrem - radikal bertendensi teroris untuk berkomunikasi.

Saksikan juga video berikut ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.