Sukses

Ini 9 Cara Melarikan Diri dari Kekangan Rezim Korut

Liputan6.com, Jakarta - Korea Utara memilih untuk mengasingkan diri di dunia. Negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu bahkan membatasi komunikasi rakyatnya dengan negara luar. Informasi disaring dan disensor ketat. 

Di sisi lain, media asing tak bisa masuk dan beraktivitas tanpa izin dan 'pengawalan khusus' dari pihak pemerintahan rezim Pyongyang. Bahkan turis yang berkunjung ke sana tidak bisa berinteraksi secara bebas dengan warga di Korut.

Baru-baru ini Amerika Serikat melarang warganya bepergian ke Korea Utara, menyusul tragedi yang dialami Otto Warmbier. Mahasiswa tersebut divonis 15 tahun kerja paksa di kamp tahanan Korut gara-gara mencuri selebaran propaganda di hotel tempatnya menginap.

Secara misterius Otto Warmbier mengalami koma selama tinggal di Korut dan meninggal dunia beberapa saat setelah kembali ke Amerika Serikat.

Hidup sama sekali tak mudah di Korea Utara -- di mana ancaman kelaparan membayangi, kurangnya akses kesehatan yang layak, serta tidak tersedianya sanitasi dan fasilitas air bersih yang memadai. Nasib seseorang di sana ditentukan oleh kedekatan dengan rezim -- yang bahkan tak segan-segan mengeksekusi mati orang-orang dekatnya yang tak lagi disukai. 

Namun, nyaris tak ada jalan keluar. Kediktatoran rezim Korut mencengkeram kuat kebebasan warga negaranya. Siapapun yang membelot dianggap pengkhianat dan menghadapi konsekuensi parah -- termasuk penahanan, kerja paksa, bahkan eksekusi mati. 

Tak hanya pembelot, seluruh keluarganya juga terancam dijebloskan ke kamp kerja paksa -- di mana banyak tahanan mengalami kondisi beban kerja terlalu berat, dipukuli, juga potensi mati kelaparan.

Meski demikian, ada sejumlah pembelot dari Korut yang berhasil kabur dengan berbagai macam cara.

Berikut 9 jurus atau rute melarikan diri dari Korea Utara, seperti Liputan6.com kutip sebagian dari situs Listverse, Sabtu (22/7/2017):

1. Zona DMZ

Zona demiliterisasi atau demilitarized zone (DMZ) adalah wilayah yang memisahkan Korea Selatan dan Korea Utara.

Dora Observatory di kawasan DMZ wilayah Korea Selatan. (Liputan6.com/Rinaldo)

Panjangnya sekitar 250 kilometer, lebarnya sekitar 4 kilometer, dan dijaga ketat di setiap sisinya. Baik Korut maupun Korsel menempatkan banyak tentaranya di sana. Jumlahnya bahkan sampai puluhan ribu serdadu.

Area perbatasan itu dibuat sejak Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1953.

Secara teknis, Korea Utara dan Korea Selatan masih dalam kondisi 'berperang', sebab pertempuran kala itu tidak berakhir dengan perjanjian damai.

Zona demiliterisasi Panmunjom di perbatasan Korsel-Korut (voanews.com)

Melarikan diri lewat DMZ sangat berbahaya bagi warga sipil. Sebab, ranjau-ranjau darat ditanam di sana-sini. Wilayah itu juga dibentengi kawat berduri, deretan kamera pengintai, dan pagar listrik.

Para pembelot juga harus berhadapan dengan tentara Korut yang siap melepaskan tembakan.

Ironisnya, justru sejumlah serdadu Korut -- yang seharusnya menjaga wilayah perbatasan -- menjadikan DMZ sebagai rute melarikan diri ke Selatan.

Pada 2012, salah satu dari dua pembelot Korea Utara bahkan harus membunuh komandan peletonnya sebelum melarikan diri.

Biasanya Korsel akan memberikan kewarganegaraan kepada para pembelot Korea Utara -- untuk memastikan agar mereka tak kembali.

2. Jalur Laut

Laut Kuning adalah perbatasan maritim antara Korea Utara dan Korea Selatan. Masing-masing negara mengklaim perairan tersebut sebagai wilayahnya.

Meski menjadi rute yang relatif singkat dan pendek antara kedua negara, melintasi Laut Kuning bukan hal mudah.

Anggota AL Korea Selatan saat latihan gabungan dengan AL Amerika Serikat di Laut Kuning, perairan barat Korea Selatan, (26/4/2017). Pada hari yang sama, muncul laporan latihan artileri besar-besaran Korea Utara di Wonsan, 213 km timur Pyongyang (AP)

Sebab, laut tersebut dijaga ketat angkatan laut Korsel dan Korut. Militer Pyongyang tak bakal ragu menangkap bahkan membunuh para pembelot yang melintasinya.

Meski demikian, sejumlah pembelot yang bisa berenang dengan baik berhasil meloloskan diri dari Korut. Biasanya, mereka memanfaatkan kegelapan sebagai selubung.

Rute kabur lainnya adalah dari Laut Jepang atau Laut Timur -- yang berada di sebelah barat Samudra Pasifik.

Ombak di sana relatif ramah karena dikelilingi oleh daratan -- Rusia dan pulau Sakhalin di sebelah utara, Korea Utara dan Korea Selatan di sebelah barat, dan di sebelah timur oleh kepulauan Jepang yang terdiri dari pulau Hokkaido, Honshu dan Kyushu.

Namun, ada prasyarat utama agar bisa melarikan diri dari sana: sebuah perahu atau kapal. 

Alat transportasi itu dibutuhkan para pembelot untuk menyeberang ke Jepang dan Korea Selatan -- menempuh rute yang panjang.

3. Perbatasan Korut-China

Beberapa pembelot Korea Utara menjadikan perbatasan negaranya dengan China sebagai rute kabur dari tanah airnya yang terisolasi dan represif.

Jembatan Persahabatan Sino-Korea (Reuters)

Untuk menempuh perjalanan dari Korea Utara ke China dengan aman, pembelot harus berkolaborasi dengan orang-orang Tiongkok atau seseorang yang mereka kenal baik.

Dzhon Khen-mu -- bukan nama sebenarnya -- salah satu yang berhasil kabur. Seperti dikutip dari The Guardian, pria itu awalnya beraktivitas di pasar gelap, dengan mengimpor baju, sepeda, dan barang-barang dari China.

Ia kemudian menjadi kaya raya. Tapi, makin banyak uang yang ia miliki, Khen-mu kuan merasa terancam.

Lalu, dengan uang US$ 50, ia membuat sertifikat kematian yang menyebut bahwa ia tewas dalam kecelakaan mobil.

Khen-mu lalu kabur lewat perbatasan China, 'bersembunyi' selama 4 bulan sebelum mengajukan suaka di kedutaan Korea Selatan.

"Kalau partai tahu aku masih hidup dan berada di Korsel, keluargaku pasti dalam masalah besar. Selama aku 'mati', mereka akan hidup. Itu yang aku pikirkan setiap hari," kata dia. 

Namun, tak semua pembelot yang menyeberang ke China bernasib baik. Kabar buruknya, aparat Tiongkok sangat memusuhi imigran Korea Utara.

China bekerjasama dengan Korea Utara terkait hal tersebut dan sering mendeportasi pembelot kembali ke Korut -- di mana mereka akan menghadapi eksekusi atau penjara di kamp kerja paksa.

4. Menjadi Tim Olimpiade Korut

Meskipun mengisolasi diri, seperti hampir setiap bangsa di dunia, Korea Utara memiliki tim Olimpiade.

Masuk tim nasional, yang mewakili Korut dalam Olimpiade, memungkinkan atlet untuk bepergian ke luar negeri dan melihat dunia luar-- kesempatan yang tak mungkin didapatkan warga kebanyakan. Mereka juga bisa menikmati fasilitas-fasilitas yang disediakan tuan tumah.

Tak hanya itu, menjadi kontingen olimpiade juga membuka peluang bagi mereka untuk kabur -- meski sejauh ini belum ada kabar ada atlet yang membelot. 

Padahal, meski semua atlet Korea Utara Erat dimonitor ketat selama kompetisi internasional, pelarian mereka diperkirakan cukup mudah. Sebab, tuan rumah olimpiade biasanya negara-negara demokratis.

Raut Sedih Atlet Korut Terima Medali Emas, Ada Apa?  (Reuters)

Berlaga mewakili Korut di ajang  adalah beban yang berat. Jika  menang mereka akan dipuji setinggi langit. Namun, jika pulang tak membawa medali, hukuman dipastikan menanti. 

Seorang pembelot, Hyeong-soo, yang lolos dari Korut pada tahun 2009 mengonfirmasi kabar tersebut. 

"Jika atlet mendapatkan medali emas, mereka akan menerima manfaat besar seperti mobil, apartemen baru di Pyongyang, dan tambahan beras," kata dia.

"Namun, kalau hasil buruk yang didapat, para atlet dan pelatih bisa dikirim ke kamp kerja paksa selama beberapa bulan."

5. Tim Sepakbola

Tim sepak bola Korea Utara pernah lolos ke Piala Dunia 2010. Namun, mereka tak memenangkan satu pertandingan pun di babak penyisihan grup.

Tim Sepak Bola Korut (Reuters/Muhammad Hamed)

Setelah kebobolan 12 gol dalam tiga pertandingan, Korea Utara terpaksa balik kanan. Tak hanya terhina oleh kekalahan yang dialami, para pemain dan pelatih tim nasional dikabarkan dipermalukan di sebuah acara publik di Pyongyang.

Tak hanya itu, pelatih tim sepak bola terpaksa berhenti dari pekerjaannya dan ditugaskan kembali ke industri konstruksi.

Meski berat, anggota  tim sepak bola Korea Utara punya peluang untuk melarikan diri dari kungkungan rezim saat mengikuti kompetisi internasional.

6. Buruh Resmi di Luar Negeri

Korea Utara secara resmi juga mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri, terutama ke China dan Rusia. Kebanyakan dipekerjakan di sektor informal. 

Diduga, itu adalah salah satu cara bagi rezim Pyongyang untuk mendapatkan dana untuk membiayai program senjata nuklirnya. 

Korut diduga menyebarkan tenaga kerjanya ke 45 negara, termasuk di sejumlah negara di Eropa. 

13 Pembelot Korut Datang dan Tinggalkan China Secara Legal. Pekerja Korut di Amsterdam (AFP)

Meski kondisi mereka tergolong memprihatinkan, para buruh relatif bebas dari pengawasan ketat polisi dan tentara -- memberi peluang bagi mereka untuk kabur.

7. Korps Diplomatik

Seperti setiap negara lain, Korea Utara memiliki korps diplomatik serta kedutaan di beberapa negara asing.

Menjadi diplomat Pyongyang tak semewah perwakilan asing lainnya. Kondisi kedutaan juga kerap memprihatinkan. Meski demikian, terbuka peluang bagi mereka untuk kabur.

Selama bertahun-tahun, ada banyak diplomat profil tinggi yang membelot. Pada 1997, Duta Besar Korea Utara ke Mesir membelot ke Amerika Serikat.

Sementara, seperti dikutip dari BBC, pada 2016, mantan Duta Besar Korut untuk Inggris, Thae Yong-ho 'menyeberang' ke Korsel.

Thae Yong-ho, diplomat Korea Utara yang membelot di London. (Sumber Yonhap)

Berbicara di hadapan komite parlemen Korsel, Thae mengatakan rakyat Korut sebagian besar hidup dalam kondisi perbudakan.

"Ada banyak pejabat Korut yang menderita depresi karena mereka dihantui harus menjadi budak untuk waktu yang lama jika pemimpin muda Korut itu (Kim Jong-un) memerintah selama puluhan tahun," jelas Lee.

Di sisi lain, Korut menjuluki Thae sebagai "manusia sampah".

Oleh media Korut, Thae dituduh telah membocorkan rahasia, mencuri, dan memerkosa anak di bawah umur.

8. Air Koryo

Korea Utara memiliki maskapai penerbangan pelat merah yang disebut Air Koryo -- yang jadi satu-satunya moda transportasi udara menuju negara itu. 

Sejumlah penumpang mengeluhkan banyak hal, mulai dari penggunaan pesawat tua era Uni Soviet, makanan yang terasa aneh, hingga surat kabar dan hiburan yang didominasi propaganda.

Air Koryo, maskapai penerbangan komersil pertama milik Korea Utara (AP)

Armada Air Koryo memiliki total 15 pesawat terbang. Empat di antaranya adalah pesawat 'baru' -- keluaran tahun 1990-an atau bahkan lebih muda.

Selebihnya tipe pesawat Tupolev 204s dan dua pesawat tipe Antonov 148 (digunakan untuk penerbangan internasional reguler).

Air Koryo, maskapai penerbangan komersil pertama milik Korea Utara (AP)

Hal terbaik dari Air Koryo adalah maskapai itu membuka peluang bagi warga Korut untuk lari.

Meski maskapai hanya terbang dari dan ke negara-negara yang mendukung rezim, tak ada tentara yang memonitor awak kabin dan pilot secara melekat.

9. Pertukaran Pelajar

Program pertukaran pelajar memungkinkan generasi muda Korea Utara untuk belajar di luar negeri dan sebaliknya.

Setiap tahunnya, beberapa di siswa dari China dikirim ke Korea Utara -- meskipun negara itu bukan tujuan populer bagi mahasiswa Tiongkok. Dan sebaliknya. 

Siswa yang kembali ke Korea Utara diharapkan menggunakan pengetahuan yang mereka dapat dari negara-negara yang lebih maju untuk kepentingan rakyat. Atau setidaknya membagikan pengalaman mereka pada warga lain yang tak pernah dan tak mungkin ke luar negeri. 

 Pemimpin Korut, Kim Jong Un foto bersama dengan anak-anak yatim saat mengunjungi Sekolah Dasar Anak Yatim di Pyongyang, Korea Utara (2/2). (AFP Photo / KCNA VIA KNS / STR)

Di sisi lain, program pertukaran pelajar memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari Korut. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini