Sukses

6 Wanita Ini Menjelma Jadi 'Pembunuh Berdarah Dingin'

Sejumlah perempuan berubah menjadi pembunuh berdarah dingin karena berbagai macam alasan.

Liputan6.com, Jakarta - Kita cenderung mengira para pembunuh bayaran hanya ada di kalangan kaum pria. Ternyata, sejarah menjelaskan kepada kita adanya beberapa wanita pembunuh berdarah dingin.

Mulai dari gundik bernama Marcia yang bertanggungjawah atas kematian Kaisar Commodus pada Hari Tahun Baru 193 M di zaman Romawi Kuno; Violet Gibson yang mencoba menembak mati Benito Mussolini di Roma, Italia, pada 1926; hingga Marie Sukloff, seorang anggota Partai Sosialis Revolusioner yang pada 1914 mencoba melempar bom ke dalam kereta kuda Fyodor Dubasov, seorang Gubernur Jenderal Rusia.

Pada akhirnya, Violet Gibson mendapat pengampunan dari Benito Mussolini dan meninggal pada usia 80 tahun. Sementara itu Marie Sukloff sempat menuliskan otobiografi tentang upaya pembunuhan yang dilakukannya.

Diringkas dari Ranker.com pada Senin (17/7/2017), berikut ini adalah sejumlah upaya pembunuhan oleh kaum wanita:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Charlotte Corday

Charlotte Corday. (Sumber Freebase)

Seorang wanita pro-revolusi Prancis bernama Charlotte Corday dikenal juga sebagai 'malaikat pembunuh' karena menghabisi pimpinan kubu Jacobin yang bernama Jean-Paul Marat pada 13 Juli 1793.

Marat sedang berkuasa pada era Reign of terror atau periode kekerasan yang terjadi pasca-revolusi Prancis, dan berperan penting dalam Pembantaian September yang menyebabkan hukuman mati pada 1.300 orang yang dianggap musuh negara.

Corday masuk ke dalam apartemen Marat setelah mengaku mengetahui informasi pemberontakan di tempat lain di Prancis, lalu menikam pria itu dengan pisau dapur demi membalaskan dendam terhadap pembantaian sebelumnya.

Corday sendiri dihukum mati 4 hari setelah pembunuhan pejabat penting tersebut. Usianya masih 25 tahun, tapi kenekatannya menjadi tonggak penting tentang relasi gender di Prancis.

3 dari 7 halaman

2. Shi Jianqiao

Shi Jianqiao. (Sumber Wikimedia Commons)

Shi Jianqiao bukan dikenal karena membunuh banyak orang, tapi hanya satu orang yang telah merugikan keluarganya.

Pada 1925, seorang ksatria China bernama Sun Chuanfang, memenggal ayah Shi Jianqiao karena memimpin oposisi terhadapnya. Kepala Shi bahkan diarak di hadapan publik.

Selama 10 tahun Shi Jianqiao menguntit Sun Chuanfang hingga kemudian menembaknya 3 kali. Lalu, bukannya melarikan diri, ia tetap berada di tempat kejadian untuk menyebarkan selebaran yang berisikan alasan tindakannya.

Bukannya dihukum, wanita itu malah dibebaskan karena tindakannya dipandang sebagai contoh sebuah pengabdian.

4 dari 7 halaman

3. Idoia Lopez Riano

Di masa lalu, Idoia Lopez Riano adalah anggota ETA di Spanyol. (Sumber Wikimedia Commons)

Idoia Lopez Riano telah meninggalkan jalan kekerasan, tapi hal itu tidak menghapus kabar tewasnya 23 orang yang dituduhkan kepadanya pada 1980-an dalam upaya kemerdekaan Basque dari Spanyol.

Lopez mendapat julukan La Tigresa --singa betina --karena selentingan tentang kemahiran seksualnya. Ia diketahui merayu polisi sebelum melakukan serangan-serangan.

Pada 2003, setelah ditangkap di Prancis, ia diganjar penjara 2.000 tahun untuk pembunuhan begitu banyaknya korban. Organisasi ETA yang menjadi induknya pada masa kekerasan telah dibubarkan.

Namun, perempuan berjuluk La Tigresa itu hanya mendekam 23 tahun di balik jeruji besi -- atau setahun untuk masing-masing nyawa yang dihabisinya.

Pada Juni 2017 ia bebas dari penjara.

5 dari 7 halaman

4. Fanny Kaplan

Di masa lalu, Fanny Kaplan adalah pegiat Sosialis Revolusioner pada masa Tsar Rusia. (Sumber Wikimedia Commons)

Fanny Kaplan, anggota sosialis revolusioner di Rusia, adalah seorang pegiat politik sejak masa mudanya. Ia ditangkap pada usia 16 tahun karena keterlibatan dalam suatu upaya ledakan bom.

Setelah dihukum di kamp kerja paksa Serbia, ia kehilangan hampir seluruh penglihatannya, tapi tidak mengubah niatnya. Setelah muncul retakan antara Sosialis Revoluisoner dan Bolshevik, ia menjadi benci sekali kepada Vladimir Lenin.

Seusai suatu pertemuan di Hammer dan Sickle, Kaplan 3 kali menembak Lenin. Dua peluru berakibat parah, tapi Lenin selamat. Kaplan menolak buka mulut tentang teman-temannya sehingga ia dihukum mati pada 1918.

6 dari 7 halaman

5. Kim Hyon-hui

Kim Hyon-hui adalah salah satu tersangka upaya peledakan penerbangan Korean Airlines 858. (Sumber Wikimedia Commons)

Tidak seperti beberapa nama dalam daftar ini, Kim Hyon-hui dari Korea Utara adalah seorang yang menarik.

Pada 1987, sebagai bagian dari jejaring mata-mata Korea Utara, ia ditugaskan meledakkan penerbangan Korean Air 858 yang terbang antara Baghdad dan Seoul. Ia diberitahu bahwa itu adalah tugas terakhirnya dan bahwa, kalau berhasil, ia bisa menjalani hidup tenang bersama dengan keluarganya.

Bersama dengan seorang mata-mata lain, ia berhasil menempatkan sebuah bom dalam pesawat terbang dan mereka turun di Abu Dhabi. Tapi mereka berdua tertangkap dan, tidak seperti rekannya, Kim gagal bunuh diri dengan pil sianida.

Ia kemudian dijatuhi hukuman mati, tapi wanita kelahiran Kaesong, Hwanghae, Korea Utara itu kemudian mendapatkan pengampunan karena ia diduga telah mengalami korban cuci otak yang dijalankan oleh pemerintah Korea Utara.

7 dari 7 halaman

6. Brigitte Mohnhaupt

Brigitte Mohnhaupt. (Sumber Wikimedia Commons)

Brigette Mohnhaupt, adalah seorang wanita Jerman yang dikait-kaitkan dengan organisasi semisal Himpunan Pasien Sosialis dan Faksi Tentara Merah.

Wanita kelahiran Rheinberg itu dituduh melakukan serangkaian pembunuhan dan percobaan pembunuhan setidaknya pada 4 orang penting, termasuk seorang bankir, seorang jenderal Amerika Serikat, dan jaksa agung.

Faksi Tentara Merah menduga ada korupsi besar-besaran dalam pemerintahan Jerman dan bergeser dari tindakan-tindakan pembakaran berlandaskan pandangan anti-kapitalis dan kegiatan lain kepada tindakan penculikan dan pembunuhan.

Salah satu upaya pembunuhannya adalah terhadap Juergen Ponto, pimpinan eksekutif suatu bank. Pada 30 Juli 1977, Mohnhaupt dan dua rekannya memencet bel di pintu kediaman korban dan menawarkan rangkaian bunga mawar serta undangan minum teh. Setelah diundang masuk, mereka bertiga menembak sasaran dan kabur.

Mohnhaupt tidak menunjukkan penyesalan dan tidak pernah mengajukan pengampunan, tapi dibebaskan dari penjara pada 2007 setelah menjalani masa hukuman selama 24 tahun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.