Sukses

7 Tokoh Terkenal Ini Menderita Penyakit Mematikan

Sejumlah tokoh terkenal dalam sejarah juga diketahui didera penyakit-penyakit parah. Mulai dari yang menjijikkan hingga paling menyakitkan.

Liputan6.com, Jakarta - Kadang-kadang, kisah dalam sejarah terdengar menakutkan hingga menjijikkan, apalagi jika bercerita tentang penyakit-penyakit.

Misalnya, fakta sejarah menguak, penduduk Romawi ternyata mewariskan banyak penyakit pada para keturunannya. 

Mereka meninggalkan kutu, tuma, parasit dan bakteri yang terkontaminasi dari feses manusia. Juga, cacing pita yang dihasilkan oleh para juru masak saat mengawetkan kecap ikan mereka yang terkenal.

Parasit cacing pita itu datang dari garum, kecap paling terkenal buatan Romawi yang terbuat dari fermentasi ikan mentah.

Seperti dikutip dari Journal of Parasitologi, cacing itu melilit di usus orang-orang Romawi. Parasitnya bisa menghilangkan nutrisi dari makanan sebelum dapat dicerna, yang bisa menyebabkan anemia berat atau bahkan fatal.

Bukti dari beberapa situs perkuburan Romawi di Italia mengungkapkan bahwa hingga 80% dari kerangka anak yang dimakamkan di sana memiliki bukti anemia berat.

Sejumlah kondisi mengerikan diderita oleh para leluhur kita. Sejumlah tokoh terkenal dalam sejarah juga diketahui didera penyakit-penyakit parah.

Beberapa penyakit yang dialami, seperti dikutip dari toptenz.net pada Selasa (11/7/2017), beraneka ragam. Mulai dari yang terdengar menjijikkan hingga yang paling menyakitkan.

Berikut ini adalah sejumlah tokoh sejarah yang menderita penyakit-penyakit tersebut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

1. Beethoven

Beethoven. (Sumber Wikimedia Commons)

Beethoven adalah seorang komposer musik yang legendaris dan telah menuliskan beberapa karya musik terbaik dalam sejarah. Padahal, ia menuliskan beberapa karya tersebut dalam keadaan tuli.

Sejak pertengahan 1790-an ia mengalami suara berdengung di dua telinganya. Menjelang usia 30 tahun, ia telah sangat kehilangan pendengarannya. Kebanyakan karya terbesarnya digarap setelah itu.

Tapi ada satu hal yang nyaris luput dalam sejarah. Beberapa tahun lalu, pertemuan tahunan Historical Clinicopathological Conference di University of Maryland mencoba mencari sebab si pemusik itu kehilangan pendengaran.

Walaupun terkendala jarak waktu yang memungkinkan untuk memastikannya, pendapat yang ada mengerucut kepada satu dugaan kuat, yaitu sipilis.

Salah satu gejala sipilis bisa berupa keadaan tuli dan penyakit itu sangat lazim pada zaman Beethoven. Ada dugaan bahwa perilaku ayahnya mungkin menjadi penjelasan mengapa Beethoven tertular.

Sebagaimana halnya HIV, sipilis bisa ditularkan dari ibu kepada janin dalam kandungannya. Jika ayah Beethoven menularkan kepada ibunya, hampir bisa dipastikan bahwa penyakit menular seksual itulah yang menjadi penyebab kerusakan telinganya.

3 dari 8 halaman

2. Tutankhamun

Tutankhamen. (Sumber BBC One)

Di masa kini, kita mengerti bahwa perkawinan sedarah bukanlah hal yang baik karena dapat menghasilkan keturunan yang menderita cacat parah.

Tapi, pada masa Mesir Kuno, hal itu belum disadari. Kaum ningrat melakukan perkawinan sedarah untuk menjaga kemurnian garis keturunan. Hasilnya malah firaun-firaun yang menderita cacat, misalnya Tutankhamun.

Raja Tut berasal dari garis keturunan kawin sedarah dan akibatnya hadir dalam dirinya. Wall Street Journal menjelaskan bahwa Raja Tut memiliki "gigi seri mencuat dan gingsul, langit-langit mulut yang sumbing, tulang punggung membengkok, kaki yang pengkor, dan kepala yang panjul."

"Ia juga memiliki payudara dan panggul seperti wanita, seperti halnya beberapa leluhur lelakinya. Hampir dapat dipastikan ia memiliki beberapa organ vital yang rusak."

Dengan kata lain, raja zaman kuno itu tidak seperti penguasa yang agung dan digdaya, tapi lebih seperti seorang ringkih yang tertatih-tatih.

4 dari 8 halaman

3. Charles Darwin

Charles Darwin. (Sumber Wikimedia Commons)

Setahun setelah perjalanan panjangnya ke Beagle, Charles Darwin mulai menampakkan kondisi ganjil yang menghantuinya seumur hidup. Kira-kira 3 jam setelah makan, perutnya terasa amat sakit dan ia kemudian muntah parah.

Sebentar kemudian ia akan mengeluarkan semuanya dalam muntah berkepanjangan sehingga ia kelelahan.

Pada suatu masa kehidupannya, kondisi itu sedemikian parahnya sehingga ia tidak berdaya. Hingga sekarang kita belum mengetahui penyebabnya.

Teman-teman Darwin menduga ia adalah seorang hipokondria, tapi beberapa dokter modern telah memberikan diagnosa Cyclical Vomiting Syndrome (CVS) walaupun kita tetap belum mengetahui penyebabnya.

Seandainya ia masih hidup sekarang, Darwin mungkin saja mendapatkan diagnosa yang tepat tapi mungkin para dokter tidak dapat berbuat banyak.

5 dari 8 halaman

4. Julius Caesar

Julius Caesar. (Sumber Wikimedia Commons)

Kita mungkin pernah mendengar bahwa Julius Caesar mengidap epilepsi. Begitulah yang diduga orang selama beberapa abad lamanya. Ketika mengamati semua gejalanya, misalnya pingsan-pingsan, maka dugaan selama ini sepertinya mungkin benar.

Tapi, suatu penelitian pada 2015 mengemukakan gagasan lain. Menurut para penulis penelitian itu, ada kemungkinan besar bawah Caesar sebenarnya menderita rangkaian stroke ringan. Nama teknis rangkaian stroke ringan itu dikenal sebagai Transient Ischemic Attacks.

Sang penguasa Romawi amat mungkin menderita serangkaian stroke yang menguras tenaga. Jika benar demikian, maka beruntunglah musuh yang telah membunuhnya.

Suatu serangan stroke yang sedikit lebih ganas dapat membuatnya lunglai tak berkutik di hadapan lawannya. Jauh lebih membuat sengsara dibandingkan dengan tikaman kilat dan brutal.

6 dari 8 halaman

5. Lenin dan Otak yang Membatu

Lenin. (Sumber Wikimedia Commons)

Ketika meninggal dunia, sang revolusioner Vladimir Lenin hanya berusia 53 tahun. Kematiannya datang di penghujung rangkaian stroke sehingga ia harus berada di bawah perawatan pribadi oleh Stalin.

Saat itu tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang salah dengan diri sang pemimpin. Pada awalnya, pada dokter Rusia menduga ia menderita kelelahan mental. Lalu, ada dugaan keracunan timah.

Akhirnya, mereka menduga ia terkena sipilis karena pada masa itu banyak orang menderita sipilis. Tapi baru setelah otopsi ketahuan bahwa otak Lenin perlahan-lahan membatu.

Nama teknis untuk keadaan itu ialah cerebrovascular atherosclerosis. Dalam kondisi itu, endapan kalsium menebal di pembuluh-pembuluh arteri otaknya hingga mengeras seperti batu.

Ketika para dokter mengetuk daerah kepala yang terdampak dengan pinset, suaranya seperti sedang mengetuk batu. Bahkan seandainya ia hidup di masa kini, seseorang dengan kondisi seperti Lenin mungkin tidak akan hidup selama usia Lenin saat itu.

7 dari 8 halaman

6. Akhenaten dan Kemungkinan Gangguan Hormon

Akhenaten. (Sumber Flickr)

Firaun Akhenaten dari Mesir Kuno kemungkinan besar berasal dari garis keturunan yang sama yang memperanakkan Tutankhamun. Jika demikian, maka kita bisa menduga ia juga menderita beberapa keganjilan. Benar, kepalanya pun panjul sebagaimana keturunannya yang lebih terkenal tersebut.

Tapi Akhenaten memiliki kisah anehnya sendiri. Pada 2009, Irwin Braverman, seorang profesor dermatologi dan pakar diagnosis di Yale University School of Medicine, mengajukan suatu teori. Menurutnya, Akhenaten mungkin mengalami gangguan hormon sehingga tubuhnya tampak seperti tubuh wanita.

Seperti tampak dalam gambar-gambar kuno, Akhenaten ditampilkan memiliki panggul yang lebar, pinggang yang ramping, dan payudara mencuat seperti wanita walaupun kita jelas mengetahui bahwa ia adalah seorang lelaki.

Pada awalnya kita menduga ada yang salah dalam menggambar, namun kita menjadi maklum bahwa cacat genetik yang dideritanya disebabkan oleh kawin sedarah sehingga ia mengalami ketidakseimbangan hormon yang parah.

Secara khusus, kelebihan produksi enzim aromatase dapat menyebabkan tubuhnya dipenuhi hormon estrogen pada masa kecil. Hal itu dapat menjadi penjelasan mengapa seseorang yang harusnya menjadi lelaki tapi terlihat amat mirip seorang wanita.

Namun demikian kita belum bisa memastikan teori itu sebelum kita menemukan mumi Akhenaten.

8 dari 8 halaman

7. Raja Herodes

Herodes. (Sumber Vintage News)

Herodes Agung adalah raja yang penuh pencapaian, misalnya pembangunan pelabuhan buatan terbesar di kawasan Laut Tengah. Pada masa kini, ia lebih dikenal karena pembantaian bayi-bayi dalam upayanya membunuh Yesus walaupun sekarang ada pendapat bahwa upaya pembantaian itu tidak pernah terjadi.

Menurut penulis masa itu, Flavius Josephus yang hidup sekitar 100 tahun sesudah kematian Herodes, sang raja "menderita demam, yang walaupun tidak parah tapi membuat sekujur kulitnya gatal-gatal dan nyeri berkepanjangan pada ususnya, tumor pada kakinya, inflamasi pada perut, dan ganggren pada kelaminnya."

Herodes juga menderita kejang-kejang kaki dan tangan. Nafasnya pun berbau tidak enak. Tapi, yang paling parah adalah ganggren pada kelaminnya. Kelamin Herodes amat penuh bakteri sehingga mati membusuk selagi masih menempel di tubuhnya.

Di masa kini, penyakit demikian dikenal sebagai Fournier's Gangrene, dan merupakan salah satu cara mati yang paling menderita dan menjijikkan. Bukan penyakit itu yang menyebabkan kematian Herodes walaupun komplikasi akhir kehidupannya amat menyakitkan. Di masa kini, dugaan penyebab meninggalnya sang kaisar adalah karena penyakit kronis pada ginjal.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini