Sukses

3 Pembunuhan Keji Tak Terpecahkan Paling Misterius dalam Sejarah

Berikut, 3 pembunuhan brutal ternama yang belum terpecahkan sepanjang sejarah.

Liputan6.com, Jakarta - Pembunuhan merupakan sebuah peristiwa yang mengerikan. Beberapa di antaranya dilakukan oleh pelaku dengan begitu brutal. 

Sejumlah kasus itu sangatlah brutal, bahkan dengan sekedar melihat beberapa foto seputar kasus itu saja, mampu memicu rasa mual, karena terbayang kengerian yang dialami oleh para korban.

Ditambah lagi, beberapa kasus pembunuhan keji itu ternyata belum terpecahkan. Aparat penegak hukum pun mengalami kebuntuan untuk mengusut kasus secara tuntas, hingga kini.

Dalam tulisan kali ini, Liputan6.com akan membahas tiga pembunuhan brutal ternama yang menarik perhatian khalayak banyak dan seluruhnya belum terpecahkan. Dan hingga kini, 

Berikut adalah kisah tiga pembunuhan brutal ternama yang belum terpecahkan. Hingga saat ini, para pelaku yang terlibat dalam keenam kasus pembunuhan itu, masih misteri. Liputan6.com merangkum dari Time, Rabu (31/5/2017).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Jack the Ripper, London 1888

Jack the Ripper merupakan pembunuh berantai terkenal seantero London pada 1888. Di antara 7 Agustus hingga 10 November 1888, Jack the Ripper telah membunuh 5 perempuan yang bekerja sebagai pekerja seks di Distrik Whitechapel, London timur.

Metode pembunuhan yang dilakukan oleh Jack the Ripper cenderung sadis dengan pola yang sama untuk setiap korban, yakni mutilasi. Pola tersebut juga menandakan bahwa pelakunya merupakan individu yang sama.

Pertama-tama, aparat menduga bahwa tersangka merupakan seorang dokter atau penyembelih hewan ternak, mengingat pola kelihaian dalam melakukan mutilasi yang ditemukan di setiap korban.

Akan tetapi, keterbatasan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam bidang investigasi forensik berbasis sains di masa itu, membuat kasus tersebut sulit dipecahkan. Alhasil, hingga kini, identitas pelaku dan motifnya masih misteri.

Parahnya, kasus pembunuhan berantai merupakan hal yang baru dialami oleh warga London. Selain itu, ditambah dengan publisitas tinggi dari media, kasus yang pada 1888 dikenal dengan nama 'the Whitechapel Murders' berhasil memicu kepanikan massal.

Tak hanya itu, ketidakmampuan aparat penegak hukum untuk menangkap tersangka, memicu warga menuntut agar Komisioner Kepolisian London dan Sekretariat Kota London dimakzulkan.

Menurut analisis Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) pada 1988 --seratus tahun pasca-kasus-- para korban merupakan individu yang sangat rentan menjadi korban pembunuhan, mengingat status mereka sebagai pekerja seks yang biasa beraktivitas di malam hari.

Memasuki masa moderen, sejumlah sejarawan dan kriminolog berusaha mengidentifikasi kemungkinan tersangka. Saat ini, ada tiga tersangka yang diduga kuat sebagai Jack the Ripper.

Pertama adalah Montague Druit. Ia merupakan seorang pengacara dan memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang anatomi manusia. Dikabarkan memiliki gangguan psikis, Druit menghilang dari peredaran setelah korban terakhir the Whitechapel Murders muncul. Beberapa waktu kemudian, setelah menghilang, jasad Druit ditemukan mengambang di Sungai Thames.

Kedua adalah George Chapman. Ia bekerja sebagai ahli pangkas rambut yang tinggal di Whitechapel selama masa pembunuhan. Ia kemudian dipenjara oleh pengadilan, namun bukan karena the Whitechapel Murders. Chapman dipenjara karena terbukti meracuni tiga istrinya.

Ketiga adalah Aaron Kosminski. Ia merupakan penduduk Whitechapel dan terkenal karena ketertarikannya pada pekerja seks. Beberapa bulan setelah the Whitechapel Murders usai, Kosminski dijebloskan ke rumah sakit jiwa.

Hingga kini, identitas Jack the Ripper masih menjadi misteri.

3 dari 4 halaman

2. Pembunuhan Elizabeth 'the Black Dahlia' Short, Los Angeles 1947

Pada 15 Januari 1947, Elizabeth Short, seorang calon artis, ditemukan tewas di Norton Avenue, Los Angeles (LA), Amerika Serikat. Jasad Short ditemukan termutilasi dengan sebuah luka di wajah menyerupai badut yang tersenyum.

Pembunuhan perempuan berusia 22 tahun itu menjadi tajuk berita utama di sejumlah surat kabar dan disebut dengan nama 'Pembunuhan Black Dahlia'. Prosa 'Black Dahlia' merujuk pada rambut dan pakaian Short yang berwarna hitam saat ditemukan tewas.

Menurut kepolisian Los Angeles yang menangani kasus tersebut, darah Short terlebih dahulu dikuras habis sebelum pelaku memutilasinya secara lihai. Jasad the Black Dahlia kemudian diletakkan di Norton Avenue, LA.

Belum jelas mengapa sang calon artis berusia 22 tahun itu dibunuh dan siapa yang membunuhnya. Kepolisian LA yang dibantu oleh Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) melakukan penyelidikan dan mencari kesaksian hingga seantero AS.

Sejumlah orang sempat diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan. Mulai dari kenalan Short yang merupakan seorang pemilik klub musik Jazz, hingga ayah kandung Short sendiri.

Namun, aparat penegak hukum tak melakukan penangkapan karena minim bukti. Mengalami kebuntuan sejak 1947, hingga kini kasus tersebut belum terselesaikan.

Menurut Time, pada 2017, kepolisian LA masih menetapkan kasus the Black Dahlia dengan status 'terbuka untuk penyelidikan'.

"Itu merupakan kasus yang belum terpecahkan. Hingga kini statusnya masih terbuka. Dan belum ada informasi tambahan dari para penyidik, selain yang diperoleh pada 1947," kata Opsir Kepolisian LA, Norma Eisenman, seperti yang dikutip oleh Time.

 

4 dari 4 halaman

3. The Zodiac Killer, San Fransisco 1968 - 1969

Kasus yang ini merupakan anomali dari seluruh kasus pembunuhan berantai. Biasanya, pada sebagian besar kasus pembunuhan berantai, pelaku memilih untuk menghindar dari sorotan publik maupun media untuk meminimalisir kemungkinan ditangkap oleh polisi.

Akan tetapi, berbeda dengan the Zodiac Killer yang justru mencari-cari atensi media. Bahkan sang pelaku nampak menikmati perhatian khalayak banyak terhadap tindakan pembunuhannya.

Pembunuhan tersebut dimulai pertama kali pada Desember 1968. Dua orang remaja tewas tertembak di dalam mobil, di sebuah tempat parkir di San Fransisco, California, Amerika Serikat.

Tujuh bulan kemudian, Juni 1969 di San Fransisco, dua orang kembali menjadi sasaran penembakan. Satu orang tewas, satu yang lainnya berhasil melarikan diri.

Pelaku kasus penembakan Desember 1968 dan Juni 1969 tidak diketahui. Hingga sepucuk surat bersandi yang ditulis oleh terduga pelaku --yang menyebut dirinya the Zodiac-- diterima oleh surat kabar The San Fransisco Examiner, beberapa hari setelah penembakan Juni 1969.

"Ini Zodiac yang berbicara," seperti yang tertulis dalam surat bersandi yang diterima oleh The San Fransisco Examiner.

Surat itu, yang diklaim ditulis oleh seseorang bernama samaran the Zodiac, mengaku sebagai aktor penembakan Desember 1968 dan Juni 1969 di San Fransisco.

"Aku suka membunuh orang karena menyenangkan. Lebih menyenangkan ketimbang berburu hewan di hutan. Lagi pula, manusia merupakan hewan paling berbahaya," jelas the Zodiac dalam suratnya.

Kepolisian San Fansisco dan sejumlah aparat penegak hukum lokal mencoba menyelidiki kasus tersebut. Media The San Fransisco Examiner pun turut membantu kepolisian dengan mentranskripsi surat bersandi dan melakukan jurnalisme investigasi.

Hebatnya, the Zodiac justru menikmati bermain-main dengan polisi dan media. Sejumlah surat kembali di kirim oleh the Zodiac kepada The San Fransisco Examiner dan kepolisian San Fransisco.

Tak hanya itu, dalam setiap surat, the Zodiac mengklaim telah atau mengancam akan melakukan pembunuhan serta penganiayaan. Memicu teror bagi sejumlah kalangan.

Kepolisian pun menerima laporan sejumlah peristiwa penembakan dan penusukan misterius yang dapat dikaitkan dengan klaim the Zodiac seperti yang tertulis dalam suratnya.

Investigasi dilakukan dan sejumlah individu yang diduga kuat sebagai the Zodiac sempat dipanggil serta diperiksa oleh kepolisian. Namun, seluruh terduga tersangka minim bukti untuk dikaitkan sebagai the Zodiac.

Tak terpecahkan hingga 2017, Kepolisian San Fransisco masih menetapkan kasus the Zodiac Killer dengan status 'terbuka untuk penyelidikan'.

 

Saksikan Weekly Highlights berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.