Sukses

Dianggap Mengancam Negara, Video Game Dilarang di Uzbekistan

Pemerintah Uzbekistan menganggap video game merusak kaum muda. Mengapa demikian?

Liputan6.com, Tashkent - Uzbekistan meluncurkan peraturan baru yang melarang penggunaan video game atau gim video. Permainan itu dianggap "mendistorsi nilai-nilai" dan "mengancam stabilitas" negara.

Pihak berwenang mengatakan permainan itu bisa digunakan untuk menyebarkan kekerasan, pornografi sehingga mengancam keamanan dan stabilitas sosial dan politik. Muncul juga kekhawatiran akan mengganggu "perdamaian sipil dan harmoni antar-etnis dan agama".

Alasan lain yang diberikan atas larangan video game adalah potensi "distribusi informasi palsu tentang Uzbekistan dan distorsi nilai-nilai sejarah, budaya dan spiritual."

Larangan itu merupakan kelanjutan dari upaya pemerintah untuk menjaga kaum muda terhindar dari pengaruh yang dianggap "merusak".

Daftar panjang video game yang dilarang mencakup beberapa permainan bertema kekerasan yang juga populer di dunia, seperti Grand Theft Auto San Andreas (GTA), dan gim klasik tak berbahaya dan laris sepanjang masa, The Sims.

Sebanyak 34 video game bertema penembakan, horor atau permainan erotis telah disetujui oleh komisi pemerintah, masuk dalam daftar permainan terlarang. Termasuk di antaranya Call of Duty: Black Ops, Silent Hill, Resident Evil, Mortal Kombat dan Doom.

Sebagian besar permainan itu sangat populer dan tersedia di kafe-kafe internet di seluruh negeri, bahkan versi bajakannya tersedia dalam bahasa Rusia.

Seperti diberitakan BBC, Selasa (30/5/2017), adanya larangan itu membuat distribusi atau impor video game menjadi ilegal di negara Asia Tengah tersebut.

Larangan tersebut menuai respons ejekan dan kemarahan dari dunia maya, terutama dari para pecinta video game.

"Mereka ingin menumbuhkan patriotisme di masa muda, namun larangan tersebut hanya akan memicu hal buruk lain," tulis salah satu akun, danilakhaidarov.

Lainnya mengkritik larangan video game itu, menilai langkah tersebut hanyalah pemborosan waktu, sementara masalah ekonomi dan sosial yang serius butuh penanganan lebih.

Beberapa juga mendukung aturan tersebut. Pengguna Facebook Azizbek Inoyatov menyebut bahwa larangan tersebut adalah "benar, karena tak seharusnya mengisi pikiran dengan kekerasan."

"... Mereka yang tidak suka bisa pergi ke negara-negara di mana semua itu tak berlaku ...," timpal pengguna lainnya dengan akun maksuda_umurzakova.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini