Sukses

AS Diminta Akui Bom Atom Hiroshima sebagai Kejahatan Perang

Liputan6.com, Tokyo - Bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) di Hiroshima dan Nagasaki masih meninggalkan duka mendalam di Jepang. Ratusan ribu warga sipil kehilangan nyawanya akibat serangan tersebut.

Penggerak Kampanye Perdamaian Jepang atau Japanese Peace Campaigner berencana mengirim surat ke Presiden AS Donald Trump. Mereka meminta Trump mendeklarasikan peristiwa bom Hiroshima dan Nagasaki sebagai kejahatan perang.

"Pembunuhan massal tersebut seharusnya tidak bisa termaafkan," sebut kelompok tersebut dalam surat terbukanya seperti dikutip dari Morning Star, Sabtu (27/5/2017).

"Ini karena kejahatan tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan hak asasi manusia," kata mereka.

Dalam surat terbuka tersebut, mereka menyatakan kecewa dengan sikap Washington DC. Sebab, selama ini, AS terlihat seperti membenarkan serangan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima. 

"Mereka selalu beralasan tindakan itu dilakukan untuk mengakhiri perang yang sudah berlarut-larut dalam Perang Dunia II, untuk menyelamatkan lebih banyak lagi jiwa," demikian pernyataan kelompok tersebut.

Selain itu, hal lain yang mengecewakan adalah pernyataan mantan Presiden AS Harry Truman. Pria yang menginstruksikan menjatuhkan bom tersebut menyatakan satu juta tentara Negeri Paman Sam tewas dalam invasi ke Jepang.

Mereka berpandangan pernyataan tersebut mengada-ada dan salah. Sebab, tidak ada bukti kuat untuk membuktikan pernyataan itu.

"Jenderal Douglas MacArhtur pernah menyatakan, jumlah (tentara AS yang jadi) korban kurang lebih 66 ribu. Itu bahkan tidak sampai seperempat (dari pernyataan Truman)," sebut dia.

AS tak pernah minta maaf atas pengeboman Hiroshima dan Nagasaki.

Demikian juga dengan keluarga Truman -- meski cucu tertua sang presiden, Clifton Truman Daniel telah mengunjungi Hiroshima dan melakukan upaya rekonsiliasi. Ia juga menerima bangau kertas, yang dilipat oleh Sadako Sasaki.

Sadako baru berusia 2 tahun saat bom atom jatuh ke Hiroshima. Gadis itu meninggal dunia 10 tahun kemudian akibat leukemia -- salah satu efek samping tragedi tersebut. Bangau kertas itu diserahkan sang kakak, Masahiro Sasaki.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini