Sukses

Korban Tewas Serangan Teror Mindanao Capai 21 Orang

Liputan6.com, Manila - Jumlah total korban tewas akibat teror di Marawi, Mindanao meningkat menjadi 21 orang.

Aksi teror bermula sejak Selasa 23 Mei 2017 yang ditandai dengan baku tembak antara militan pro ISIS dengan militer Filipina di sejumlah titik di Marawi, sebuah kota berpopulasi sekitar 200.000 jiwa.

Setidaknya, hingga 25 Mei 2017, sekitar 30 hingga 40 pemberontak Maute atau Islamic State of Lanao -- sebuah kelompok militan eks-Moro dan pro ISIS -- dikabarkan menebar teror dengan menembaki sejumlah rumah warga dan bangunan pemerintah, membakar bangunan, menduduki jembatan, rumah sakit, sebuah gereja, dan kampus.

Seperti dilansir Asian Correspondent, Kamis (25/5/2017) juru bicara militer Filipina, Jo-Ar Herrera menyatakan, korban jiwa terdiri dari satu warga sipil, 7 militer Filipina, dan 13 kelompok militan Maute.

Aksi teror juga memicu evakuasi ratusan warga Marawi oleh militer.

Sementara itu, para pemberontak dilaporkan menyandera seorang pendeta dan sejumlah anggota paroki sebuah gereja Katolik di Marawi.

"Penyanderaan dilakukan agar para pemberontak memiliki daya tawar-menawar dengan pihak militer yang tengah mengepung Marawi," ungkap Asian Correspondent dalam laporannya.

Kelompok Maute meminta pihak militer Filipina untuk menghentikan penembakan dan membiarkan para pemberontak pergi dari Marawi. Sebagai gantinya, para sandera akan dibebaskan oleh kelompok Maute.

Kabar terbaru menyebut bahwa Filipina telah mengerahkan sekitar 100 tentara tambahan untuk menggempur pemberontak Maute. Beberapa di antaranya merupakan pasukan khusus yang dilatih oleh Amerika Serikat.

Para pasukan juga didukung oleh dua helikopter untuk membantu pemantauan melalui udara. Sejumlah kendaraan lapis baja untuk patroli darat pun dikerahkan.

Saat ini Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer untuk wilayah Mindanao selama 60 hari. Status tersebut efektif sejak 23 Mei 2017.

"Seperti yang diatur oleh konstitusi, saya mendeklarasikan darurat militer di Kepulauan Mindanao selama 60 hari dan efektif dimulai pada 23 Mei," kata Presiden Duterte seperti dikutip The Philippine Star.

Darurat militer yang dideklarasikan oleh Presiden Duterte berisi tentang sejumlah peraturan penting, seperti dibebaskannya aparat untuk menembak terhadap orang yang melakukan pembangkangan terbuka, melakukan penangkapan dan penggeledahan tanpa surat perintah, dan pemberlakuan jam malam.

Duterte juga membuka kemungkinan akan memberlakukan status darurat militer nasional.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.