Sukses

Usai Ledakan, Inggris Naikkan Level Ancaman Teror ke Kritis

Liputan6.com, London - Usai ledakan Manchester, tingkat ancaman teror di Inggris telah dinaikkan ke level tertinggi menjadi 'kritis'. Menurut Perdana Menteri Theresa May, hal tersebut berarti, terdapat kemungkinan serangan lanjutan mungkin sudah dekat.

Langkah tersebut dilakukan setelah penyidik tak dapat memutuskan apakah tersangka ledakan Manchester, Salman Abedi, bertindak sendiri atau tidak. Ini merupakan ketiga kalinya Inggris memberlakukan tingkat ancaman teror pada level kritis.

May mengatakan, tentara akan ditempatkan di tempat sejumlah umum untuk mendukung polisi bersenjata dalam melindungi masyarakat. Personil militer juga akan berada di sejumlah acara lain dalam beberapa minggu mendatang, seperti konser.

Perempuan berusia 60 tahun itu juga ingin masyarakat agar tak terlalu khawatir.

Tingkat ancaman teror tertinggi itu diputuskan oleh Joint Terrorism Analysis Centre, yakni sebuah grup yang terdiri atas para ahli dari kepolisian, pemerintah, departemen, dan badan terkait.

Asisten Komisaris Polisi Mark Rowling yang memimpin kontraterorisme nasional mengatakan penyidik bergerak cepat dan membuat kemajuan yang baik.

"Namun, garis kritis penyelidikan apakah teroris yang telah tewas itu bertindak sendiri atau bagian dari sebuah kelompok," ujar Rowling.

"Kami masih memiliki garis kritis penyelidikan yang dalam pelacakannya telah menyebabkan tingkat ketidakpastian," imbuh dia.

Dikutip dari BBC, Rabu (24/5/2017), kali pertama tingkat ancaman teror dinaikkan menjadi kritis pada 2006. Saat itu dijalankan operasi besar-besaran untuk menghentikan upaya peledakan pesawat transatlantik dengan bom cair.

Pada tahun berikutnya, tingkat ancaman teror tertinggi kembali diberlakukan setelah aparat keamanan memburu sejumlah pria yang berupaya membom kelab malam di London, sebelum menyerang Bandara Glasgow.

Tersangka ledakan Manchester, Salman Abedi merupakan mantan mahasiswa Salford University. Pria berusia 22 tahun itu lahir di Manchester dan merupakan keturunan Libya.

Dia diduga melakukan bom bunuh diri di konser Ariana Grande pukul 22.30 pada 22 Mei 2017. Akibat peristiwa itu, 22 orang meninggal dan 59 lainnya terluka.

Sementara itu kelompok radikal ISIS mengklaim pihaknya yang berada di balik ledakan Manchester. Namun, hal tersebut belum dapat diverifikasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.