Sukses

221 Tersangka Kudeta Turki Diadili, Hukuman Mati Membayangi?

Liputan6.com, Ankara - Satu demi satu tersangka percobaan kudeta terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan digiring ke pengadilan, di tengah sorakan bernada penghinaan dari kerumunan orang yang menyemut di sekitar lokasi sidang di dekat Antara. 

Mantan komandan Angkatan Udara, Akin Ozturk muncul pertama, disusul iring-iringan panjang tersangka lainnya. 

Sebagian besar dari 221 orang yang kemudian dijadikan terdakwa adalah perwira tinggi militer, yang dituding mengobarkan kudeta pada Juli 2016 lalu.

Salah satu warga, Mehmet Yaman ada di antara kerumunan warga yang marah. 

"Saya di sini ingin menunjukan kepada para teroris bahwa masyarakat Turki akan berdiri teguh. Saya ingin para pelaku untuk dihukum mati saat putusan pengadilan. Saya siap berdiri untuk bangsa, negara, dan agama," ujar Yaman seperti dikutip dari BBC, Senin (22/5/2017), 

'Teroris' yang ia maksud adalah para tersangka. Ia dan sejumlah warga berseru agar para terdakwa dihukum mati -- meski hal itu tak dimungkinkan dalam sistem pemidanaan Turki.

Selain para anggota militer, polisi juga menahan dua guru yang melakukan mogok makan. 

Nuriye Gulmen dan Semih Ozakca, nama keduanya, mengumumkan penangkapan tersebut lewat akun Twitternya.

Mereka yang diciduk pada malam hari menjadi bagian dari 100 ribu PNS yang dipecat pasca-kudeta militer.

"Polisi yang jadi antek politik mencoba memasuki rumah. Mereka kini sedang merusak pintu," kata Gulmen lewat akun Twitternya.

Kedua guru tersebut dikabarkan mogok makan selama 75 hari karena memprotes keputusan Erdogan yang tiba-tiba memecat para pegawai negeri tanpa alasan.

Pengacara Nuriye Gulmen dan Semih Ozakca mengatakan, meski ada serangan polisi pada hari Minggu, mereka berdua tetap melakukan aksinya.

"Kami ingin pekerjaan kami kembali. Kami belum menyerah dan tidak akan berhenti," ujar Gulmen.

Pembersihan di lembaga negara oleh Presiden Erdogan berujung pada pemecatan massal di lembaga peradilan, kepolisian, universitas, dan sekolah.

Sementara itu, Fethullah Gulen yang diduga menjadi dalang aksi kudeta mengklaim bahwa dirinya tidak bersalah dan hingga sekarang masih menetap di Amerika Serikat.

Baru-baru ini Erdogan terpilih menjadi pemimpin partai AKP. Dengan jabatan ini, ia dapat memperkuat dominasinya dan tidak memiliki pesaing.

Bulan lalu, pemerintah Turki juga menyetujui perubahan konstitusional yang memberi kekuasaan kepada Presiden secara luas. Termasuk hak untuk memimpin sebuah partai politik. Perubahan itu mendapat dukungan dalam referendum yang kontroversial. 

Setelah memenangkan referendum pada April 2017, Erdogan mengatakan Turki dapat memberlakukan kembali hukuman mati.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini