Sukses

Larangan Burka Diterapkan di Austria, Denda Rp 2,2 Juta Menanti

Austria mengesahkan larangan penggunaan burka yang menutup hingga wajah pada Selasa, 16 Mei 2017 waktu setempat.

Liputan6.com, Wina - Parlemen Austria telah menetapkan undang-undang baru yang melarang burka -- pakaian yang menutup hingga wajah wanita.

UU tersebut disahkan pada Selasa, 16 Mei 2017 malam waktu setempat, yang didukung oleh kedua partai berkuasa.

Berdasarkan aturan tersebut, orang-orang yang memakai cadar di depan umum akan didenda 150 euro atau sekitar Rp 2,2 juta mulai Oktober 2017.

Tak hanya soal larangan burka, Parlemen Austria juga mewajibkan pendidikan integrasi bagi para imigran yang punya kesempatan besar untuk tinggal di Austria.

Selain bahasa Jerman, etika dan nilai-nilai yang berlaku di negara tersebut juga akan diajarkan pada para pencari suaka.

Keahlian lainnya, seperti bagaimana cara melamar pekerjaan, juga akan diberikan.

Menteri Luar Negeri Austria, Muna Duzdar, mengatakan, program tersebut bertujuan memberikan kesempatan para migran lebih di dalam masyarakat.

"Namun jelas bahwa mereka harus mengambil kesempatan yang telah kami ciptakan," kata dia kepada Wiener Zeitung, seperti dikutip dari DW, Kamis (18/5/2017).

Para imigran yang menolak ambil bagian akan menghadapi risiko. Jaminan kesejahteraan mereka akan diputus.

Para pencari suaka juga akan melakukan kerja publik secara suka rela, tanpa upah, sebagai bagian dari mempersiapkan mereka untuk memasuki pasar kerja di Australia.

Seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (18/5/2017), Farid Hafez, ilmuwan politik di Universitas Salzburg sekaligus editor The European Islamicophobia Report berpendapat, apa yang dilakukan Australia -- terkait proses integrasi -- akan memberi kesempatan bagi pencari suaka untuk tinggal di Austria.

"Akan memberdayakan orang-orang yang baru saja tiba di sini untuk lebih mengenal masyarakat," kata Hafez.

"Tapi nanti yang dibutuhkan adalah akses ke pasar tenaga kerja. Austria merupakan salah satu pasar tenaga kerja paling ketat di Eropa," imbuh Hafez.

"Jadi aturan itu kedengarannya bagus, tapi sebenarnya masih memiliki kekurangan," katanya lagi.

Sebelumnya, pada 2015, Austria -- yang menampung sekitar 600.000 pengungsi beragama Islam -- mengeluarkan aturan yang mewajibkan para imam agar berbicara bahasa Jerman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.