Sukses

Canggih, Ini 'Kacamata' Tembus Pandang Penolong Dokter Bedah

Liputan6.com, Boston - Teknologi teranyar memungkinkan para dokter bedah melihat 'menembus' tubuh pasien. Alat itu disebut 'augmented reality' untuk memudahkan melihat ke dalam tubuh pasien tanpa bukaan berukuran besar.

Caranya, seorang dokter akan menggunakan perangkat kepala (headset) augmented reality sehingga bisa melihat peta virtual 3D bagian dalam tubuh pasien yang ditampilkan di atas tubuh pasien selagi berada di atas meja bedah.

Dikutip dari New Scientist pada Sabtu (13/5/2017), simulasi sistem itu telah dicoba menggunakan data dari manusia yang kemudian diproyeksikan pada manekin (mannequin) pembedahan.

Menurut Simon Karger yang memimpin pengembangan teknologi itu di Cambridge Consultants, ahli bedah bisa menandai organ virtual dengan catatan-catatan sebelum melakukan operasi agar menjadi panduan selama pembedahan. Misalnya, seorang dokter bisa menandai gumpalan syaraf yang harus dihindari atau menandai bagian organ tubuh yang harus disingkirkan.

Versi lanjutan sistem itu menyertakan umpan balik (feedback) saat itu juga (real-time) untuk memandu para ahli bedah yang belum terlalu berpengalaman menjalani bedah yang rumit, demikian menurut Karger.

Namun demikian, Shafi Ahmed, seorang dokter bedah di Royal London Hospital berpendapat bahwa belum ada bantuan dari sistem augmented reality yang bisa benar-benar menggantikan pengalaman langsung seorang spesialis bedah.

Menurut dokter bedah yang pada tahun lalu menyiarkan langsung pembedahan secara virtual reality (VR) itu, "Sekarang ini, kita belum bisa mempercayai sistem-sistem demikian."

Namun ia berpendapat bahwa sistem-sistem seperti itu bisa menjadi permulaan bagi sistem pembedahan yang sepenuhnya otomatis.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sistem Interaktif

Sistem augmented reality besutan Karger menggunakan MRI dan CT untuk membangun gambar 3D untuk bagian dalam tubuh pasien. Perangkat lunak (software) yang disediakan secara otomatis menandai organ-organ yang berbeda dengan warna-warna yang berbeda.

Gambar-gambar itu kemudian dikirim ke headset HoloLens keluaran Microsoft sehingga si ahli bedah bisa melihat tampilan virtual 3D organ-organ dalam tubuh pasien.

Sistem ini juga bersifat interaktif sehingga lambaian tangan ahli bedah dapat menyingkirkan suatu organ dari pandangannya agar bisa melihat lebih dekat pada daerah yang sedang dikerjakan.

Citra yang ditampilkan haruslah dipetakan secara tepat pada si pasien sehingga harus akurat agar mencegah kesalahan pembedahan. Karger mengakui masih perlu beberapa tahun lagi sebelum dicobakan pada pasien sesungguhnya. Katanya, "Teknologi itu masih pada tahapan embrio."

Walaupun begitu, Karger memiliki beberapa hal yang diharapkan nantinya ada dalam sistem tersebut. Misalnya disambungkan dengan perangkat bedah yang peka terhadap sentuhan agar memperingatkan si ahli bedah ketika terlalu dekat dengan seuntai syaraf.

Atau, penyertaan proyeksi virtual perangkat itu sendiri sehingga si ahli bedah yang melakukan pembedahan lubang kecil (keyhole) bisa mengawasi apa yang sedang mereka lakukan tanpa harus melihat pada video real-time di layar.

Menurut Ahmed, "Dalam beberapa operasi dan spesialisasi tertentu, sistem itu sepertinya bisa berguna."

Scopis, suatu perusahaan perangkat lunak augmented reality, telah menciptakan sistem serupa yang dirancang untuk membantu ahli bedah tulang belakang agar bisa melacak posisi tulang belakang pasien selama operasi.

Pembedahan otak juga merupakan area lain pemanfaatan sistem demikian dengan pelapisan pemetaan citra yang sangat rinci guna membantu ahli bedah mengetahui tempat melakukan operasi secara pasti.

Menurut Ahmed, perangkat itu masih jauh dari penggunaan di ruang bedah. Sistem itu menjadi permulaan tentang apa yang mungkin dilakukan, tapi ada rintangan teknologi dan regulasi sebelum bisa menjadi kenyataan.

Karger sepakat tentang itu, katanya, "Dunia pembedahan itu cukup konservatif."

Ia memperkirakan perlu beberapa tahun sebelum teknologi itu cukup baik untuk dipakai dalam operasi sungguhan, tapi masih beberapa dekade sebelum dianggap aman pada pasien-pasien sungguhan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.