Sukses

5 Hal yang Wajar di Negara Lain tapi Luar Biasa di Korea Utara

Korea Utara merupakan salah satu negara dengan banyak rahasia. Kehidupan di sana berbeda dengan tempat lain.

Liputan6.com, Seoul - Korea Utara merupakan salah satu negara dengan banyak rahasia. Ia mengucilkan diri dari pergaulan internasional. Tak banyak informasi yang diketahui tentang wilayah yang dipimpin Kim Jong-un itu.

Apa yang diketahui publik tentang negara itu hanya berupa segelintir informasi dari sejumlah jurnalis nekat, turis yang geraknya dibatasi, atau para pembelot yang baru berani buka-bukaan setelah lari dari Korut. 

Sebaliknya, warga Korut juga tidak banyak mengetahui tentang dunia luar karena kebijakan pembatasan informasi yang diterapkan pemerintah. Terkadang, pengetahuan mereka datang dari propaganda belaka. 

Keputusan rezim Kim membatasi negaranya dari dunia luar itu berdampak pada munculnya jurang gaya hidup antara warga Korea Utara dengan penduduk negara lain.

Berikut 5 hal normal di negara lain yang jarang ditemukan di Korut, seperti yang dirangkum Liputan6.com dari The Richest, Senin, 8 Mei 2017.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Mobil Pribadi

Mobil propaganda pemerintah Korea Utara (Wikimedia Commons)

Gaya transportasi di Korea Utara sangat berbeda dengan yang ada di negara Barat. Hanya sedikit warga negara di utara Semenanjung Korea itu memiliki atau mampu mengendarai mobil.

Hanya individu yang bekerja sebagai sopir transportasi umum atau sopir pegawai negeri yang mampu mengendarai mobil.

Sementara itu, sebagian besar masyarakat sipil melakukan mobilitas dengan menggunakan transportasi massal, mengayuh sepeda, atau berjalan kaki. 

Menurut The Richest, jalan raya di Korea Utara juga sangat jarang dilewati kendaraan bermotor. Jika ada satu-dua yang melintas, kendaraan itu adalah milik pemerintah.

Jika ada warga sipil yang memiliki kendaraan pribadi, ia harus memiliki sejumlah dokumen izin berkendara yang sangat sulit diperoleh.

3 dari 6 halaman

2. Hari Libur

Persiapan Perayaan Day of the Sun di Pyongyang, Korea Utara (Ed Jones/AFP)

Negara industri seperti Amerika Serikat (AS) kerap diasosiasikan dengan budaya etos kerja yang sangat tinggi. Tak jarang para pekerja di Negeri Paman Sam sering dijuluki sebagai workaholic (gila bekerja).

Namun, menurut The Richest, warga Korea Utara justru memiliki budaya workaholic yang melebihi warga AS.

Para pekerja di Korea Utara ternyata bekerja enam hari penuh selama seminggu. Ditambah lagi, mereka kerap mendapatkan jatah lembur di hari Minggu.

Pada tahun 2016, untuk menambah pundi kas negara, pekerja di Korea Utara dipaksa bekerja selama 70 hari tanpa henti.

Jika ingin meliburkan diri, sang pekerja harus membayar sejumlah uang untuk membeli cuti bekerja.

4 dari 6 halaman

3. Siaran Televisi

Sebuah tayangan televisi di Korea Selatan menunjukkan ilustrasi penembakan misil Korea Utara pada 6 Maret 2017 (Lee Jin-man/AP)

Tak jarang masyarakat Barat mengira bahwa warga Korea Utara tidak menonton siaran televisi. Namun ternyata, negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu juga menikmati siaran layar kaca.

Hanya saja, televisi warga Korea Utara menayangkan siaran yang dikontrol pemerintah.

Di Republik Demokratik Korea, nama resmi Korut, hanya ada empat saluran siaran televisi. Tiga di antaranya berisi propaganda pemerintah dan sisanya merupakan saluran olahraga. 

Kondisi itu berbeda dengan warga di negara lain yang bisa memilih belasan hingga puluhan saluran televisi. 

Jika salah satu warganya berhasil memanipulasi sistem siaran agar mendapat tayangan saluran luar negeri, seperti Korea Selatan, 'si pembangkang' itu akan dibui oleh pemerintahan Kim Jong-un.

5 dari 6 halaman

4. Kitab Suci

Injil di Gereja Chilgol, Kwangbok, barat Pyongyang (Wikimedia Commons)

Amandemen konstitusi Korea Utara mengatur tentang kebebasan beragama. Namun, tak ada ruang bagi pemeluk agama untuk mempraktikkan ibadah. 

Menurut sejarah, Korea Utara merupakan negara yang didominasi pemeluk kepercayaan Buddha. Beberapa di antaranya juga pemeluk Kristen.

Namun, kebebasan mempraktikkan ibadah bagi kedua penganut kepercayaan itu sangat dibatasi, bahkan beberapa pemeluk melaksanakan praktik ibadah secara sembunyi-sembunyi dan rahasia.

Pelarangan itu dilakukan karena pemerintah Korea Utara menilai bahwa praktik peribadatan akan menempatkan kepentingan agama dan ketuhanan pada prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan negara.

Tak sedikit pula para pemeluk agama yang mempraktikkan ibadah keagamaannya secara terang-terangan dijatuhi hukuman penjara. Itu lah sebabnya kitab-kitab suci jarang sekali ditemukan di Korut. 

6 dari 6 halaman

5. Pemilu Demokratis

Spanduk Pemilu propaganda pemerintah Korea Utara (Wikimedia Commons)

Meski dinilai sebagai negara otoriter dengan manifestasi kekuasaan tunggal, ternyata, Korea Utara tetap mempraktikkan Pemilihan Umum.

Namun, apakah tetangga Korea Selatan tersebut melaksanakan simbolisasi pesta demokrasi itu seperti di negara Barat?

Nyatanya tidak.

Sejatinya, ada tiga pemilihan umum resmi di Korea Utara. Namun, praktik itu hanya dilakukan sebagai 'pertunjukan' semata dan bukan pesta demokrasi yang sesungguhnya.

Pemilu di Korea Utara bersifat mandatoris atau wajib, dengan satu kandidat yang terpampang di surat suara. Selain itu, warga pun 'dipaksa' untuk datang ke bilik pemilihan dan memilih satu kandidat yang terpampang di surat suara.

Sang kandidat tak lain dan tak bukan adalah sang pemimpin, Kim Jong-un.

Jika ada warga Korea Utara yang membangkang, seperti tak datang ke tempat pemungutan suara atau tak melakukan pencoblosan, pemerintah akan mengetahui hal tersebut dan sang pembangkang akan dijatuhi hukuman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.