Sukses

Jaket Pintar Ini Bisa Deteksi Penyakit Mematikan bagi Anak

Menurut WHO, pneumonia adalah penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama anak balita di Afrika dan Asia Selatan.

Liputan6.com, Kampala - Tiga mahasiswa teknik di Uganda mempublikasikan purwarupa ciptaan mereka, berupa sebuah "jaket pintar" yang mereka namakan Mama's Hope. Benda itu diklaim dapat mendiagnosis penyakit pneumonia atau paru-paru basah lebih cepat dan lebih akurat ketimbang protokol pengobatan yang ada saat ini.

Tiga mahasiswa teknik di Uganda itu berusaha menciptakan alat tersebut untuk mengatasi penyebab utama kematian anak-anak di Afrika: pneumonia.

Nakato Christine yang berusia empat bulan menggeliat di ranjang rumah sakit dengan napas terengah-engah. Di satu sisi ranjang lain, saudara kembarnya juga berada dalam kondisi yang sama.

Nakato batuk saat Perawat Senior Kyebatala Loy menyesuaikan selang nasogastrik.

"Tubuh mereka telah dihubungkan dengan selang oksigen akibat kesulitan bernafas, sehingga mereka juga kesulitan makan karena nafas mereka yang terengah-engah," ujar Keybatala seperti dikutip dari VOA News, Selasa (18/4/2017).

Sejak bulan Januari, 352 bayi dirawat di rumah sakit akibat pneumonia di bangsal 16 kedokteran anak di Rumah Sakit Rujukan Nasional Mulago di Kampala.

Menurut World Health Organization (WHO), pneumonia adalah penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama anak balita di Afrika dan Asia Selatan. Pada 2015, pneumonia menyebabkan kematian hampir satu juta anak di seluruh dunia.

Permasalahan utama adalah kesulitan yang dihadapi dalam mendiagnosis penyakit ini.

Semakin cepat anak-anak yang sakit mendapatkan antibiotik, semakin besar peluang mereka untuk bertahan hidup. Namun para pekerja kesehatan yang dibekali dengan stetoskop dan termometer berpeluang untuk luput dalam mendiagnosis infeksi di tahap awal.

Dr. Flavia Mpanga dari UNICEF di Kampala mengatakan metode lain untuk mendeteksi pneumonia, seperti penanda waktu pernafasan, dapat menyebabkan kesalahan diagnosis.

"Apabila Anda mengamati penanda waktu pernafasan, alat tersebut memilik mekanisme yang berdetik yang dapat menyebabkan kerancuan di antara para pekerja kesehatan. Ketika mereka mencatat frekuensi pernafasan, mereka dapat mengalami kerancuan antara suara detak peralatan dan frekuensi pernafasan dan setiap anak hampir pasti akan selalu didiagnosis dengan pneumonia," ujar Dr. Mpanga.

Dr. Mpanga menuturkan, diagnosis yang kurang tepat artinya anak-anak mendapatkan obat antibiotik yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, yang juga menjadi permasalahan kesehatan masyarakat.

Trio mahasiswa lulusan jurusan teknik yang baru lulus di Uganda itu pun berpikir bahwa mereka memiliki jawabannya. Mereka kemudian bekerja sama dengan Sekolah Kesehatan Masyarakat Mulago untuk menguji purwarupa hasil temuannya, yakni jaket pintar bernama Mama’s Hope.

Dua dari penemu tersebut, Beseufekad Shifferaw (26 tahun) dan Brian Turyabagye (25 tahun), lantas mendemonstrasikannya kepada VOA.

"... Jaket ini akan mengukur tanda-tanda vital pneumonia. Yaitu frekuensi pernafasan, kondisi paru-paru dan suhu tubuh. Setelah itu tanda-tanda itu didistribusikan ke unit kami di sini, di mana seorang pekerja kesehatan dapat membaca hasil diagnosisnya, termasuk batuk, nyeri di dada, mual atau kesulitan bernafas," ujar Turyabagye.

"Dengan tanda-tanda dan gejala-gejala ekstra tersebut, mereka dikombinasikan dengan hasil pengukuran yang dibuat oleh jaket tersebut, sehingga hasil diagnosis lebih akurat," ujar Turyabagye.

Untuk saat ini, jaket itu masih dalam tahap purwarupa. Namun para penemu mengatakan, hasil uji coba menunjukkan bahwa jaket pintar ini dapat mendiagnosis pneumonia tiga kali lebih cepat dibanding cara deteksi tradisional.

UNICEF telah menghubungkan tim ini dengan kantornya di Kopenhagen, yang bertanggungjawab untuk inovasi guna membantu mereka melangkah lebih maju lagi ke tahap pra-percobaan. Dr. Mpanga melihat adanya potensi dari jaket pintar itu.

"Satu-satunya harapan saya adalah, jaket ini dapat mencapai nilai komersial dan disetujui oleh badan yang berwenang untuk membuat peraturan sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh dunia," ujar Dr. Mpanga.

Dr. Mpanga menyatakan, dengan menghilangkan diagnosis pneumonia melalui metode mereka-reka, maka dapat menyelamatkan banyak nyawa di negara berkembang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Pneumonia atau yang lebih dikenal dengan istilah paru-paru basah, merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan paru-paru

    Pneumonia

  • Uganda