Sukses

Kisah Madleen Kullab, Nelayan Perempuan Satu-satunya di Gaza

Kullab mendunia sebagai satu-satunya nelayan perempuan di Gaza. Ia pernah dihardik tentara Israel, tapi itu tak membuatnya takut.

Liputan6.com, Gaza - Dunia mungkin tidak mengenal namanya. Namun siapa saja yang pernah mengunjungi pelabuhan Gaza mungkin pernah melihat sosok Madleen Kullab (22). Sebab, ia merupakan satu-satunya nelayan perempuan di sana.

Kullab merupakan anak dari seorang nelayan. Sebenarnya bukanlah pilihannya untuk mengikuti jejak sang ayah. Ia sendiri bermimpi untuk menjadi seorang perancang busana.

Kullab pertama kali melaut di usia enam tahun. Belakangan, profesi tersebut harus ditekuninya setelah sang ayah didiagnosis menderita myelitis akut, sebuah radang sumsum tulang belakang.

Kondisi tersebut membuat sang ayah tidak dapat bekerja. Jadilah Kullab yang saat itu berusia 13 tahun mengambil alih peran ayahnya.

"Pertama kali saya pergi menangkap ikan sendiri, dengan sebuah perahu motor, itu menakutkan...tapi saya melakukannya dengan cukup cepat," cerita Kullab kepada Al Jazeera seperti dikutip Liputan6.com, Senin, (10/4/2017).

Gadis kecil itu menghadapi sejumlah tantangan, termasuk di antaranya kekuatan fisik yang dibutuhkan serta skeptisisme masyarakat atas perannya dalam sebuah dunia yang didominasi oleh laki-laki. Namun Kullab pantang mundur.

Menurut dia, cara terbaik untuk melawan kritik tersebut adalah dengan menampilkan kecakapan menangkap ikannya. Sepenuh hati ia mempelajari berbagai jenis ikan lokal, waktu terbaik untuk melempar jala, jenis pancingan dan kait, serta ikan yang paling terjangkau bagi warga Palestina, yaitu sarden.

Pada malam hari, ia mempersiapkan jaring. Ketika pagi datang, ia menarik perahu ke dalam air dan mulai menjala ikan, berharap mendapat tangkapan yang cukup untuk memberi makan enam anggota keluarganya, sementara sisanya untuk dijual.

Meski sempat diremehkan, jumlah tangkapan ikannya pada akhirnya membuktikan ia tak kalah dibanding nelayan-nelayan lainnya.

"Beberapa dari mereka mengatakan bahwa saya pasti memiliki kekuatan supranatural," ucapnya sembari tersenyum.

Sosok Kullab yang unik sebagai satu-satunya nelayan perempuan di Gaza telah menginspirasi berbagai media, baik lokal maupun asing untuk memuat kisah hidupnya. Hal ini membuat beberapa nelayan lain iri, walaupun pada akhirnya ia cukup disegani.

"Sekarang mereka memperlakukan saya sebagai saudara perempuan atau anak perempuan," kata perempuan berkerudung ini.

Dari profesi yang digelutinya secara terpaksa, kini jadi sesuatu yang dibanggakannya.

Namun di tengah batas daerah penangkapan ikan yang ditetapkan Israel di Gaza, pekerjaannya mengandung risiko tinggi.

Itulah mengapa saat ini ia tengah mengejar gelar diploma sekretaris untuk memberikannya pilihan jalan hidup lain. Ia mengaku mencoba menyeimbangkan pekerjaan dan pendidikannya. Meski demikian, Kullab sulit memungkiri kecintaannya pada laut.

"Saya telah menjadi bagian dari laut...," ujarnya.

Seperti 4.000 nelayan Gaza lainnya, Kullab telah berjuang untuk memenuhi kebutuhan tangkapan ikan di wilayah yang ditentukan Israel. Situasi yang demikian membuat populasi ikan lokal menipis.

"Kami seharusnya memiliki 4.000 ton ikan dari berbagai jenis. Itu cukup untuk menutupi kebutuhan warga Palestina di Gaza dan sisanya kami ekspor ke Tepi Barat. Tapi sekarang, kami hanya memiliki maksimum 1.500 ton dan itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal," ujar Kullab.

Jika mereka keluar dari zona penangkapan yang ditetapkan Israel, maka nelayan akan ditembaki dengan peluru tajam, peralatan mereka disita, atau yang bersangkutan akan ditahan.

Kullab sendiri pernah mengalami pengalaman buruk. Perahunya ditembak langsung dan melalui pengeras suara ia diteriaki, "Pergi dari sini, hai perempuan!".

"Mereka tidak akan membedakan apakah yang berada di perahu seorang pria atau wanita. Siapa pun yang mencoba mendekat akan langsung ditembak," tutur perempuan itu.

Menurut kelompok HAM BTselem, sekitar 95 persen nelayan di Gaza hidup di bawah garis kemiskinan. Kullab sendiri hanya mendapat sekitar US$ 135 per bulan dan itu sangat tergantung pada kondisi cuaca, kebijakan Israel, dan ketersediaan ikan.

"Akan sangat mengecewakan saat pulang tanpa membawa ikan...," ujarnya.

Bahan bakar untuk mengoperasikan perahu nelayan cukup mahal, sementara Israel telah melarang masuknya berbagai peralatan kebutuhan perahu.

Untuk menyambung hidup, Kullab juga menjajakan jasanya sebagai pemandu wisata, terutama selama musim panas. Kecintaannya pada dunia bahari membuatnya tetap memupuk harapan akan ada lebih banyak perempuan yang mengikuti jejaknya sebagai nelayan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini