Sukses

Peneliti Ciptakan Saringan Pengubah Air Laut Jadi Siap Minum

Terobosan baru yang dilakukan peneliti ini membuka kemungkinan penyediaan air siap minum dari air laut di negara-negara berkembang.

Liputan6.com, Manchester - Para peneliti akhirnya berhasil menciptakan alat saring untuk mengubah air laut menjadi siap minum. Mereka menciptkan selaput dari material grafena yang mampu menarik molekul-molekul garam dari air laut

Terobosan itu membuka kemungkinan penyediaan air siap minum dengan bahan air laut di negara-negara berkembang.

Sebelumnya, para peneliti menggunakan selaput-selaput grafena untuk memisahkan minyak dan air. Dan selama ini, para peneliti berjuang keras untuk menciptakan membran dengan pori yang cukup kecil agar bisa menangkap garam dari air laut.

Dikutip dari UPI pada Sabtu (8/4/2017), pori-pori pada selaput grafena itu biasanya mengembang di dalam air. Namun para peneliti di University of Manchester, Inggris itu mengembangkan saringan dengan pori-pori yang lebih rapat. Ukurannya dikendalikan secara cermat untuk membidik partikel-partikel berukuran tertentu.

Dalam beberapa percobaan, para peneliti mendapati bahwa saringan itu mampu menahan berbagai jenis garam sehingga menjadikan air laut aman untuk diminum.

Temuan itu tentu saja bisa berguna, karena kekeringan dan cuaca ekstrem telah mengancam pasokan-pasokan dan infrastruktur air. Beberapa negara pun akhirnya beralih kepada proyek-proyek desalinasi untuk menyediakan air bagi warga.

Para peneliti berpendapat bahwa temuan yang telah dimuat dalam jurnal Nature Nanotechnology itu dapat membuka jalan bagi teknologi-teknologi baru desalinasi.

Ilustrassi proses desalinasi menggunakan teknologi 'reverse osmosis' di Barcelona. (Sumber Wikipedia/James Grellier)

"Realisasi membran-membran yang bisa diperluas dengan ukuran pori yang seragam hingga skala atomik, merupakan langkah maju yang penting dan akan membuka peluang-peluang perbaikan efisiensi teknologi desalinasi," ujar Rahul Nair, profesor di University of Manhcester melalui pernyataan tertulisnya.

Sementara itu, dikutip dari The Sun, data PBB mengungkapkan bahwa sekitar 1,2 miliar manusia, setara dengan 14 persen penduduk dunia, akan mengalami kesulitan mendapatkan air bersih menjelang 2025.

Grafena (graphene) itu sendiri ditemukan di University of Manhcester pada 2004, dan penemunya menerima penghargaan Nobel 6 tahun kemudian.

Bentuk karbon yang sangat kuat itu diduga akan menghadirkan revolusi dalam perekonomian, tapi sekarang ini masih sedikit penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Saksikan juga video berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.