Sukses

6-4-1975: Kontroversi Evakuasi 99 Anak Yatim Vietnam ke Inggris

Puncak Perang Vietnam memicu terjadinya evakuasi besar-besaran ke sejumlah negara.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah pesawat yang membawa 99 anak-anak yatim piatu asal Vietnam mendarat di bandara internasional Heathrow, London, Inggris pada 6 Maret 1975.

Burung besi jenis Boeing 747 itu disewa oleh surat kabar Daily Mail di mana sang editor, David English, terinspirasi oleh misi Operation Babylift yang dilakukan Amerika Serikat.

Anak-anak tersebut, banyak yang di antaranya baru berusia beberapa bulan, didampingi oleh sejumlah dokter dan perawat Inggris. Mereka menempuh 18 jam perjalanan dari Saigon -- atau yang kini lebih dikenal dengan Ho Chi Minh City -- menuju London.

Setidaknya, 30 bayi dikabarkan menderita pneumonia dan enam di antaranya harus dilarikan ke rumah sakit segera setelah pesawat mendarat di Heathrow.

Sebagian besar anak-anak yatim tersebut sebelumnya berada di panti asuhan, Ockenden Venture, yang dikelola oleh sebuah badan amal di Saigon. Dan di Inggris perawatan anak-anak itu dikoordinasikan oleh British Council untuk Aid for Refugees.

British Council telah menerima cukup banyak panggilan dari orang-orang di seluruh wilayah Inggris yang berniat mengadopsi anak-anak tersebut.

Namun Morley Fletcher, sekjen organisasi itu memperingatkan hal penting menyangkut dengan urusan adopsi.

"Ada masalah hukum jika ingin mengadopsi seperti misalnya memastikan bahwa mereka benar-benar yatim," ujar Fletcher seperti dilansir BBC.

Ia juga menjelaskan, tidak menutup kemungkinan bahwa jalan terbaik adalah anak-anak tersebut kembali ke Sigon jika situasi memungkinkan. Sementara itu, Daily Mail, selaku pihak yang membawa bocah-bocah tersebut dituduh sekadar mencari sensasi.

Lembaga bantuan internasional, seperti Palang Merah mengatakan, bantuan telah dipersiapkan bagi anak-anak tersebut dan seharusnya diberikan di tanah air mereka, Vietnam.

Dua dari anak yang dibawa ke Inggris tersebut merupakan korban selamat dari kecelakaan pesawat angkatan udara AS di dekat Saigon. Burung besi itu bertugas mengangkut pengungsi yang dievakusi menjelang serangan puncak Viet Cong ke basis-basis pertahanan AS dan Vietnam Selatan.

Setidaknya, 78 anak dan 50 orang dewasa dikabarkan tewas dalam kecelakaan pesawat jenis C-5A tersebut. Peristiwa nahas ini terjadi pada 4 April 1975.

Evakuasi sendiri berlangsung dalam skala massal, melibatkan sekitar 3.000 anak. Mereka dibawa keluar dari Vietnam untuk diadopsi oleh keluarga di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Australia.

Persiapan operasi evakuasi besar-besaran ini dimulai sejak 1 April 1975, para pejabat AS di bawah kedutaan menggelar survei dan mempersiapkan bangunan-bangunan untuk pendaratan heli. Beberapa pesawat komersial pun disiagakan untuk membawa warga mereka dari Vietnam.

Di negara tetangga, Filipina, pengungsi yang diterima hanya 2.500. Itulah sebabnya sisanya harus dibawa ke negara lain.

Presiden AS Gerald Ford kala itu mengatakan, ia takut jika Viet Cong memenangkan pertempuran maka tidak akan ada belas kasihan bagi anak-anak yang ditinggalkan, terutama bagi mereka yang berayahkan tentara Amerika.

Pada akhirnya, perang memang dimenangkan oleh Viet Cong setelah tank mereka menerobos pagar istana kepresidenan. Seketika itu pula Jenderal Doung Van Minh menyerahkan diri, menandai akhir perang Vietnam.

Tak satu pun dari anak-anak yang diterbangkan ke Inggris kembali ke Vietnam. Tiga di antara mereka meninggal dunia tak lama setelah dilarikan ke rumah sakit.

Sementara itu, 51 orang kabarnya diadopsi. Sisanya termasuk di antaranya anak-anak dengan disabilitas dimasukkan ke rumah penampungan yang dijalankan oleh Ockenden Venture dan the British Vietnamese Orphans project.

Di Negeri Paman Sam, kurang lebih 2.204 bocah-bocah Vietnam diadopsi dalam waktu beberapa bulan.

Dalam peristiwa berbeda, tepatnya 6 April 1994, pesawat yang mengangkut Presiden Rwanda Juvenal Habyarimana dan Presiden Burundi Cyprian Ntayamira ditembak rudal dari darat ketika hendak mendarat di Bandara Internasional Kigali, Rwanda.

Insiden tersebut menandai awal Genosida Rwanda.

Sejarah mencatat, 6 Maret 1896, Olimpiade modern pertama di bukan di Athena setelah Olimpiade Kuno dibatalkan oleh Kaisar Romawi Theodosius pada 393 M.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.