Sukses

Ilmuwan Aktifkan Matahari Buatan Terbesar di Dunia, Untuk Apa?

Liputan6.com, Julich - Ilmuwan Jerman baru saja mengaktifkan "Matahari buatan" terbesar di dunia. Instrumen bernama Synlight itu, diklaim menjadi teknologi mutakhir yang dapat memerangi perubahan iklim.

Instrumen yang terdiri dari 149 lampu bertenaga besar dapat menghasilkan cahaya yang setara dengan 10.000 intensitas sinar Matahari alami di permukaan Bumi.

Ketika cahaya tersebut dikonsentrasikan ke satu titik, ratusan lampu itu dapat dapat menghasilkan suhu sekitar 5.400 derajat Fahrenheit atau 2.982 derajat Celsius.

Para ilmuwan mengatakan, mereka berharap dapat memanfaatkan panas yang menghasilkan bahan bakar hidrogen itu, sebagai bahan bakar alternatif bebas karbon untuk kendaraan dan pesawat.

Sebuah grup ilmuwan dan pemerintah Jerman, meluncurkan sistem senilai US$ 3,8 juta pada pekan ini di German Aerospace Center di Julich, North Rhine-Westphalia. Di dalam fasilitas penelitian itu, Synlight berada di dalam ruang pelindung radiasi.

"Kami perlu untuk mengembangkan teknologi dalam cara yang praktis untuk mencapai target energi terbarukan, tapi tarnsisi energi itu akan goyah tanpa investasi dalam penelitian yang inovatif," ujar Menteri Lingkungan North Rhine-Westphalia, Johannes Remmel, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari Mashable, Jumat (24/3/2017).

Teknologi berbasis cahaya lain telah terdapat di gurun Amerika Serikat. Stasiun tenaga surya tersebut, menggunakan cermin untuk memusatkan sinar Matahari ke air.

Panas tersebut akan menghasilkan uap yang dapat menggerakkan trubin dan menghasilkan listrik yang bersih. Tim Synlight sedang mempelajari, apakah Matahari buatan mereka dapat melakukan sesuatu yang serupa, namun dengan hasil berupa hidrogen.

Synlight, Matahari buatan untuk atasi perubahan iklim asal Jerman (Markus Hauschild/German Aerospace Center)

Hidrogen disebut-sebut sebagai bahan bakar masa depan. Tidak seperti minyak Bumi dan gas alam, hidrogen tak menghasilkan karbon dioksida saat melewati proses pembakaran.

Bahan bakar hidrogen dibuat dengan mengekstrak bahan kimia dari uap air. Proses untuk menghasilkannya, membutuhkan energi dalam jumlah besar.

Jika perusahaan mendapatkan energi itu dari pembangkut energi tenaga batu bara atau gas, maka bahan bakar hidrogen tak benar-benar menjadi energi alternatif yang menghasilkan nol karbon.

Namun, Matahari Buatan itu tak segera memecahkan teka-teki, karena Synlight sendiri membutuhkan listrik dalam jumlah besar untuk beroperasi.

Hanya empat jam saat Synlight beroperasi, instrumen itu telah mengonsumsi listrik yang setara dengan pemakaian listrik rumah tangga berjumlah empat orang selama satu tahun.

Namun ilmuwan mengatakan, mereka berharap dapat memanfaatkan sinar Matahari alami untuk menghasilkan hidrogen yang mampu berkontribusi untuk mengatasi perubahan iklim.

"Energi terbarukan akan menjadi andalan pasokan listrik global di masa depan," ujar anggoat dewan eksekutif German Aerospace Center, Karsten Lemmer, dalam sebuah pernyataan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini