Sukses

Tolak Kampanye Erdogan di Belanda, Menlu Turki Dilarang Mendarat

Banyak negara Uni Eropa menentang kunjungan para menteri dari negeri Presiden Erdogan untuk berkampanye jelang referendum mengubah UU Turki.

Liputan6.com, Netherland - Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dilarang mendarat di Negeri Belanda pada Sabtu 11 Maret 2017 waktu setempat. Langkah itu terjadi di tengah tentangan meningkat terhadap kampanye Turki di seluruh Uni Eropa.

Mengetahui hal tersebut, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan mengecam keras larangan itu. Ia menyebut mitranya dalam NATO itu adalah "sisa Nazi".

Erdogan pun berjanji untuk melakukan pembalasan terhadap penerbangan diplomatik Belanda.

"Anda dapat menghentikan pesawat menteri luar negeri kami seperti yang Anda inginkan, mari kita lihat bagaimana pesawat Anda akan datang ke Turki sekarang," kata Erdogan di Istanbul dikutip dari VOA News, Minggu (12/3/2017).

"Mereka tidak tahu politik atau diplomasi internasional," kata Erdogan. "ini sisa-sisa Nazi, mereka fasis..."

Tak lama kemudian, PM Belanda memberikan respons terkait hal tersebut.

"Itu tentu saja ucapan yang gila," kata Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte yang "Saya memahami mereka marah, tetapi ucapan tersebut sangat keterlaluan."

Banyak negara Uni Eropa menentang kunjungan para menteri Turki untuk berkampanye menjelang referendum mengubah UU Turki. Ankara ingin menggalang dukungan dari jutaan warga Turki yang tinggal di Eropa agar memberi kekuasaan yang lebih besar kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan memungkinkannya dapat terus berkuasa sampai tahun 2029.

Ketegangan telah terus meningkat selama beberapa hari, sementara pihak berwenang di Austria dan Jerman menghambat kehadiran para menteri Turki dalam kampanye menggalang para pendukung di Eropa.

Menlu Turki Cavusoglu mengundang para pendukung ke pekarangan konsulat di Hamburg pada Selasa, setelah ia dilarang menggunakan gedung lain di kota Jerman itu.

Dalam sebuah wawancara dengan penyiar swasta CNN Turk, Cavusoglu mengatakan: "Jika Belanda membatalkan izin penerbangan saya, sanksi kami ke Belanda akan berat."

Dia juga mengulangi bahwa tuduhan pemerintah bahwa larangan aksi kampanye adalah "praktik fasis".

Sementara itu, pihak Berlin menyebut ucapan PM Erdogan sebelumnya yang menyamakan tindakan Jerman itu dengan tindakan Nazi “tidak dapat dibenarkan".

Pemimpin ektrem kanan Belanda Geert Wilders yang ikut serta dalam perdebatan tersebut pekan ini -- sebelum rencana kampanye di Den Haag mengatakan: "Kita di sini di Negeri Belanda, bukan di Turki, dan seorang menteri Turki tidak boleh melobi orang di sini untuk mendukung Erdogan, seorang diktator," kata Wilders.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini