Sukses

Panggilan Hati, Miliarder Australia Perangi Perbudakan Modern

Miliarder Australia itu mengarahkan dorongan, jejaring, dan komitmen terhadap masalah tersebut setelah mendengar kisah kengerian perbudakan.

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 45 juta orang di seluruh dunia masih terjebak dalam perbudakan modern, padahal perdagangan manusia merupakan hal melawan hukum di hampir semua negara.

Para korban perbudakan dirampas hak dan kebebasannya, dan berada dalam keadaan yang mengerikan. Mereka kerap disesah baik secara fisik dan mental, dan diperlakukan sebagai komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Demikian dikatakan oleh Andrew Forrest dari Global Freedom Network kepada Liputan6.com pada Senin (20/2/2017) ketika diwawancarai dalam kunjungan singkatnya.

Melihat keadaan tersebut, miliarder Australia itu menggagas Global Freedom Network, sebuah kolaborasi antar  pemuka agama di dunia untuk memerangi perbudakan dan penyelundupan manusia.

Kepada Liputan6.com ia membeberkan sejumlah pemuka agama dunia yang telah membubuhkan tanda tangan pada deklarasi perang melawan perbudakan itu.

Sejauh ini ada 13 pihak lintas agama yang tercantum dalam deklarasinya, termasuk tokoh-tokoh utama lembaga terkemuka Al Azhar Alsharif di Mesir, yaitu Dr. Abbas Abdalla Abbas Soliman yang mewakili Mohamed Ahmed El-Tayeb, Imam Besar di Al-Azhar.

Sementara itu, Paus Fransiskus mewakili pihak Katolik Roma dan Emmanuel Adamakis di Prancis dari Gereja Konstantinopel yang mewakili Patriarki Kudus Bartolomeus di Konstantinopel (Gereja Ortodoks).

John Andrew Henry Forrest (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Global Freedom Network ikut serta dalam Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime, atau disingkat dengan Bali Process.

Bali Process diketuai secara bersama oleh Indonesia dan Australia dengan 48 anggota di dalamnya, termasuk Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees, UNHCR), Organisasi Migrasi Internasional (International Organization for Migration, IOM), dan Kantor PBB Urusan Narkoba dan Pidana (United Nations Office of Drugs and Crime, UNODC.

Selain itu ada sejumlah pengamat dan organisasi-organisasi internasional lain yang relevan. Kantor Pendukung Regional (Regional Support Office) didirikan untuk mendukung dan memperkuat kerjasama perlindungan pengungsi dan migrasi internasional.

Termasuk dalam cakupan tugasnya adalah hal-hal seperti penyelundupan manusia dan komponen-komponen manajemen migrasi lain di kawasan.

John Andrew Henry Forrest (Liputan6.com/Fery Pradolo)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Panggilan Hati

Miliarder Australia itu mengarahkan dorongan, jejaring, dan komitmen terhadap masalah tersebut setelah mendengar kisah kengerian penyelundupan manusia dari putrinya sendiri yang menjadi tenaga sukarela di Nepal beberapa tahun lalu.

Berdasarkan pengalaman langsung putrinya, pria terkaya sedunia peringkat 270 menurut Forbes itu kemudian membentuk Walk Free Foundation pada 2012.

Mantan pebisnis pertambangan berjulukan 'Twiggy' itu selanjutnya, pada 2014, menggagas Global Freedom Network yang menggalang langkah bersama melawan perbudakan dan penyelundupan manusia bersama dengan sejumlah pemangku kepentingan lain.

Pada 2008 ia menjadi orang terkaya di Australia. Pada 2016, kekayaanya ditaksir senilai 3,33 miliar dolar Australia, sehingga ia termasuk dalam 10 orang terkaya Australia oleh majalah BRW.

John Andrew Henry Forrest (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Namun demikian, pada 2013, Forrest dan istrinya, Nicola, menjadi warga Australia pertama yang mengerahkan sebagian besar kekayaan mereka bagi amal ketika mereka masih hidup.

Pada 2011 ia mengundurkan diri dari jabatan CEO di Fortescue Metals agar punya lebih banyak waktu untuk mengurusi tujuan-tujuan filantropi.

Kebanyakan upaya amalnya dilakukan melalui Minderoo Foundation yang fokus pada pendidikan dan kaum pribumi Australia serta Walk Free Foundation yang fokus pada penghapusan perbudakan modern.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.