Sukses

Ini yang Terjadi Jika Kita Hanya Bekerja 6 Jam Sehari

Sebuah eksperimen bagi pekerja rumah jompo untuk mengurangi jam kerja dari 8 jam hanya 6 jam dengan bayaran utuh. Hasilnya?

Liputan6.com, Gothenburg - Warga Swedia telah melakukan percobaan bekerja enam jam sehari. Jam kerja mereka berkurang, namun tetap mendapatkan bayaran penuh.

Namun, percobaan yang dilakukan selama dua tahun itu akhirnya berakhir. Mengapa? 

Asisten perawat Emilie Telander bersorak gembira tatkala ia memenangkan permainan Ludo bersama para pasien di sebuah rumah jompo di Gothenburg.

Tapi senyumnya menghilang kala dikabarkan percobaan jam kerja 6 jam sehari akan berakhir. Bulan depan, Emilie akan bekerja 8 jam sehari kembali.

"Delapan jam kerja membuat lelah. Membayangkan kami akan kembali ke rutinitas itu membuat aku makin lelah," kata Emilie.

"Selama percobaan para staf memiliki lebih banyak energi. Aku bisa melihat semua orang bahagia," katanya.

Ia kini membayangkan waktunya di rumah akan berkurang, seperti masak dan membacakan buku bagi anak perempuannya yang berusia 4 tahun.

Emilie adalah salah satu dari 70 asisten perawat, yang ikut percobaan pengurangan jam kerja.

Percobaan itu didesain untuk pekerjaan yang berkutat dengan kesejahteraan orang lain. Swedia kini tengah kesulitan mencari staf yang bisa bekerja di rumah-rumah jompo, karena populasi usia senja makin meningkat.

Tambahan perawat dibutuhkan untuk jam-jam tertentu.

Oleh sebab itu, dengan adanya eksperimen ini, diharapkan apakah akan banyak orang tertarik dengan pekerjaan seperti itu. Demikian dikutip dari BBC, Kamis (9/2/2017)

Memang laporan hasil dari proyek itu akan dirilis akhir bulan. Namun, sebuah periset independen mengeluarkan bocoran hasilnya.

Menurut mereka, selama 18 bulan percobaan perawat dan asisten yang bekerja 6 jam sehari mengurangi izin sakit. Mereka juga merasa kesehatan jauh lebih baik dan sangat produktif.

Para pekerja kesehatan itu 85 persen merasa lebih baik dalam merawat para pasien, dan memberikan waktu berkualitas dari mulai mengajak jalan-jalan hingga bernyanyi bersama mereka.

Meski demikian, proyek itu dikritik karena memberi beban finansial.

Salah satunya datang dari kelompok sayap kanan yang meminta Gothenburg City Council untuk menghentikan proyek itu. Mereka menganggap tak adil bagi pembayar pajak, di mana eksperimen itu membebankan ekonomi.

"Bisakah kita menerapkan di seluruh council di Swedia? Jawabannya tidak. Ini terlalu mahal," kata Daniel Bernmar, penasihat Left Party yang menjalankan rumah-rumah jompo di Gothenburg.

Namun, ia mengakui bahwa proyek itu punya nilai baik. Di antaranya menciptakan pekerjaan tambahan bagi 17 perawat di kota dan mengurangi biaya pengobatan bagi pekerja.

Meski dikritik, sejumlah distrik di Swedia akan mengikuti jejak Gothenburg. Tak hanya perawat dan asisten, tapi juga seluruh pekerja sosial termasuk staf kebersihan di rumah-rumah sakit.

Ada kemungkinan percobaan ini akan dilakukan di sektor pribadi, seperti perusahaan iklan, konsultan dan teknologi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.