Sukses

Pakar Hukum AS: Ini Alasan untuk Lengserkan Presiden Donald Trump

Korupsi yang dimaksud bercirikan pemberian upeti, utang budi, dan campur tangan serta transaksi asing.

Liputan6.com, New York - Sudah lazim diketahui, pada saat sumpah jabatan, Presiden Donald Trump telah langsung melanggar klausa ganjaran (emolument) pihak asing seperti tercantum dalam Konstitusi Amerika Serikat (AS).

Klausa yang dimaksud tercantum dalam Bab I Pasal 9 dalam Konstitusi AS. Dalam Ayat 8 ada kutipan, "…tidak seorang pun yang menduduki Jabatan atau Amanah di Amerika Serikat, dapat, tanpa seizin Kongres, menerima hadiah, pembayaran, jabatan atau gelar jenis apa pun, dari raja, penguasa atau negara asing manapun."

Klausa itu awalnya tercantum dalam Articles of Confederation, tapi kemudian diserap ke dalam Konstitusi itu sendiri. Klausa itu lahir dari obsesi para penggagasnya guna mencegah negara baru Amerika Serikat larut dalam jenis korupsi yang marak dalam politik dan pemerintahan asing pada abad ke-17 dan 18.

Korupsi yang dimaksud bercirikan pemberian upeti, utang budi, dan campur tangan serta transaksi asing yang belum tentu menjurus kepada korupsi. Akan tetapi, tetap saja memberi kesan ketidakpantasan.

Disarikan pada Rabu (8/2/2017) dari ulasan James C Nelson dan John Bonifaz dalam Time.com, Trump menginjak-injak klausa pembayaran oleh asing tersebut, pertama dan terutama karena ia adalah seorang pengusaha dengan kepentingan finansial dan pemerintahan di seluruh dunia.

Norman Eisen, Richard Painter, dan Laurence Tribe menyatakan melalui Brookings Institusion, "Belum pernah dalam sejarah Amerika ada Presiden yang menghadirkan lebih banyak pertanyaan tentang konflik kepentingan dan keterlibatan asing daripada Donald Trump."

Bukan hanya itu, perjanjian-perjanjian bisnis Trump juga diselubungi dalam perintilan rumit perusahaan dan kurangnya transparansi.

Penasihat Presiden, Kelleyanne Conway (kiri) dan Penasihat Senior Presiden yang juga menantu Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner mengambil sumpah dalam pelantikan di Ruang Timur Gedung Putih, Washington, Minggu (22/1). (AFP PHOTO/Mandel NGAN)

Trump Organization masih atau pernah menjalankan bisnis di Argentina, Azerbaijan, Bermuda, Brasil, China, Filipinia, Georgia, India, Indonesia, Inggris, Irlandia, Israel, Kanada, Korea Selatan, Mesir, Panama, Qatar, Rusia, Saudi Arabia, St. Martin, St Vincent, Turki, United Emirat Arab, dan Uruguay.

Sambil menjabat sebagai Presiden, Trump, melalui kepentingannya dalam Trump Organization, akan terus menerima manfaat keuangan dan lainnya dari pihak-pihak asing maupun agen-agen mereka.

Sejumlah contoh pengaturan bisnis yang menjadi pelanggaran klausa pembayaran asing adalah kenyataan bahwa Bank Industri dan Perdagangan China menjadi penyewa terbesar Trump Tower. Padahal bank itu milik pemerintah China. Selain itu, Bank of China juga menjadi pemberi pinjaman uang terbesar kepada Trump.

Di Filipina, rekanan bisnis Trump di Trump Tower Century City yang terletak di Manila, adalah Century Properties di bawah pimpinan Jose Antonio yang baru saja ditunjuk menjadi utusan khusus Filipina untuk Amerika Serikat.

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon berselfie dengan pendukung Donald Trump di Trump Tower, Manhattan , New York, Kamis (3/9/2015).  Fadli Zon hadir untuk menjadi salah satu anggota delegasi yang datang untuk bertemu dengan Trump. (REUTERS/Lucas Jackson)

Terlebih lagi, proyek-proyek Trump Organization di luar negeri memerlukan ijin dan persetujuan pemerintah asing, sehingga menjurus kepada manfaat finansial yang juga merupakan pembayaran oleh asing.

Presiden dan pejabat publik terkadang menggunakan dana perwalian/amanah buta (blind trust) agar tidak melanggar klausa pembayaran oleh asing tersebut. Dana perwalian yang benar-benar buta melibatkan pengaturan yang menempatkan pejabat publik itu tanpa kendali apa pun terhadap aset yang dipercayakan.

Artinya, tidak ada komunikasi dengan, dari, ataupun terkait dana perwalian tersebut dan tidak ada pengetahuan tentang aset spesifik yang ada demi manfaat bagi dirinya dalam dana amanah tersebut.

Tentang hal kepemilikan Trump dalam Trump Organization, hal itu (blind trust) hanya bisa dicapai dengan likuidasi sepenuhnya atas aset yang hasilnya dijadikan investasi oleh wali amanah (trustee) yang mandiri, terlepas dari keterlibatan ataupun tanpa sepengetahuan Trump.

Keputusan Trump untuk melanjutkan bisnis Trump Organization, melanjutkan kepemilikan cukup besar dalam organisasi itu dan penyerahan manajemen kepada anak-anaknya, sama sekali tidak cukup untuk menjawab klausa ganjaran oleh pihak asing tersebut.

Lebih buruk lagi adalah pandangannya bahwa klausa yang dimaksud tidak berlaku baginya, seperti pernah dikatakannya, "Saya bisa menjadi Presiden Amerika Serikat dan tetap menjalankan bisnis saya 100 persen, menandatangani cek untuk bisnis saya."

Lanjutnya lagi, "Hukum ada di pihak saya, artinya, presiden tidak memiliki konflik kepentingan."

Untuk menjawab korupsi luar biasa Oval Office dan ancaman terhadap Konstitusi dan demokrasi kita, Kongres harus bergerak sekarang dengan investigasi pemakzulan terhadap Presiden Trump.

Lebih dari 575 ribu orang dari seluruh negeri telah menyerukan ini dan bergabung dengan kampanye yang diluncurkan segera setelah Presiden Trump mengucapkan Sumpah Jabatan.

Dugaan konflik kepentingan oleh Presiden akan semakin kentara. Presiden ke-45 harus membaca lagi Konstitusi AS, karena ia bersumpah menjalankannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini