Sukses

Amnesty: Rezim Suriah Diam-Diam Gantung 13.000 Orang di Penjara

Menurut laporan Amnesty International, mereka yang dieksekusi dengan cara digantung adalah warga sipil yang menentang rezim Assad.

Liputan6.com, Damaskus - Rezim Suriah dikabarkan telah mengeksekusi hingga 13.000 orang dalam sebuah pembunuhan massal rahasia yang dilakukan di ruang bawah tanah di penjara militer Saydnaya. Demikian laporan yang dimuat Amnesty International.

"Penjara militer Saydnaya adalah tempat di mana Suriah diam-diam memenggal rakyatnya sendiri. Para korban merupakan warga sipil yang diduga menentang pemerintah," terang Amnesty International dalam laporannya bertajuk, "Human Slaughterhouse: Mass hanging and extermination at Saydnaya prison" seperti dilansir Telegraph.co.uk, Selasa, (7/2/2017).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa para tahanan akan ditempatkan di "gedung merah" yang terletak di area penjara sebelum akhirnya mereka dihadapkan pada persidangan militer di Damaskus. Di sana mereka dijatuhi hukuman mati.

Tahanan kemudian dibawa kembali ke penjara dan mata mereka ditutup. Kemudian mereka dipindahkan ke penjara "gedung putih".

Di sebuah ruang bawah tanah yang gelap, simpul tali diletakkan di leher mereka sebelum akhirnya para tahanan itu digantung bersama dengan 20 hingga 50 orang lainnya.

"Selama proses tersebut, mata para korban ditutup. Mereka hanya disampaikan soal hukuman mati beberapa menit sebelum eksekusi dilakukan. Mereka tidak pernah diberitahu kapan mereka akan dieksekusi dan mereka tidak tahu bagaimana mereka akan menghadapi maut sampai akhirnya simpul tali diletakkan di leher mereka," kata laporan itu.

Jasad para tahanan tersebut kemudian ditempatkan dalam kuburan massal. Sementara itu, laporan medis akan menyebut penyebab kematian mereka rata-rata akibat serangan jantung atau kegagalan pernapasan.

Para peneliti membuat laporan dengan mewawancarai mantan tahanan dan penjaga penjara di Saydnaya sebelum akhirnya mereka menyimpulkan, sekitar 5.000 orang hingga 13.000 orang tewas di tempat itu pada rentang September 2011 dan Desember 2015.

Pembunuhan diyakini terus terjadi hingga hari ini.

Pihak Amnesty International juga menuding, skala pembunuhan menandai bahwa program eksekusi dengan cara digantung telah disahkan oleh pejabat tingkat tinggi pemerintahan.

Hukuman mati bagi individu harus mendapat persetujuan baik oleh menteri pertahanan atau kepala staf militer di mana keduanya dapat mewakili Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Laporan Amnesty International ini sekaligus dapat meningkatkan kekhawatiran atas sikap Donald Trump yang mengindikasikan akan bekerja sama dengan Rusia dan rezim Assad dalam memerangi ISIS.

"Saya tidak suka Assad, tapi dia membunuh ISIS," kata Trump dalam kampanye pilpresnya.

Dalam laporannya, Amnesty International juga menjelaskan bagaimana tahanan di Saydnaya menderita secara fisik dan psikologis sebelum dieksekusi termasuk di antaranya pemerkosaan dan penganiayaan parah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini