Sukses

Picu Kontroversi, Romania Batalkan Dekrit Terkait Korupsi

Pemerintah Romania membatalkan dekrit kontroversial pengampunan kepada koruptor tertentu.

Liputan6.com, Bucharest - Pemerintah Romania menyatakan menarik dekrit kontroversial yang dianggap dapat membiarkan sejumlah pelanggaran korupsi. Perdana Menteri Sorin Grindeanu mengatakan bahwa dekrit itu dicabut pada Minggu lalu.

"Saya tidak mau memecah belah Romania. Negeri ini tidak boleh terbagi dua," ujar PM Grindeanu.

Seperti dikutip dari BBC, Senin, (6/2/2017), puluhan ribu pengunjuk rasa berkumpul di pusat Bucharest sambil melambai-lambaikan bendera. Mereka bersorak gembira mendengar pengumuman yang dikeluarkan setelah unjuk rasa selama 5 hari belakangan.

Unjuk rasa di negeri Eropa Timur tersebut merupakan yang terbesar sejak ambruknya komunisme pada 1989.

Grindeanu mengatakan bahwa ia "mendengar dan menyaksikan berbagai pendapat", termasuk yang berasal dari "suara di jalanan." Ia mengatakan bahwa parlemen akan bertukar pendapat tentang peraturan baru terkait korupsi.

Ia menambahkan bahwa Menteri Kehakiman Florin Iordache memikull tanggungjawab untuk komunikasi yang kurang baik dan kebingungan seputar gagasan kontroversial yang memungkinkan para pejabat terpidana korupsi bebas dari penjara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Unjuk Rasa di Luar Parlemen

Dekrit itu sedianya akan mulai berlaku pada 10 Februari tengah malam. Menurut dekrit itu, pelanggaran penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara kurang dari 44 ribu euro tidak dipidana.

Yang langsung terdampak adalah Liviu Dragnea, pemimpin Partai PSD yang berkuasa. Ia dituduh merugikan negara senilai 24 ribu euro.

Pemerintahan sayap kiri baru kembali berkuasa pada Desember lalu setelah protes terhadap pemimpin partai itu pada Oktober 2015.

Sementara itu, Uni Eropa memperingatkan Romania tentang pelemahan perlawanan terhadap korupsi. Pemerintah Romania telah meloloskan dekrit itu pada Selasa lalu dan langsung memicu protes yang melibatkan sekitar 300 ribu orang pada Rabu malam.

Menurut pemerintah, perubahan diperlukan guna mengurangi kepadatan penjara dan menyesuaikan peraturan dengan konstitusi. Namun demikian, kritikus melihat ini sebagai cara PSD untuk membebaskan para pejabat yang terpidana ataupun tertuduh melakukan korupsi.

Menurut Laura Kovesi dari Direktorat Nasional Anti Korupsi kepada BBC, "Kehancuran yang akan terjadi, kalau aturan itu diberlakukan, tidak akan pernah bisa diperbaiki."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.