Sukses

5-2-1994: Teror Bom Mortir Mengguncang Bosnia, 68 Orang Tewas

Akibatnya ratusan orang terkena dampaknya. Sebanyak 68 orang tewas dan 200 lainnya terluka.

Liputan6.com, Sarajevo - Pada 23 tahun silam atau tepatnya 5 Februari 1994, Bosnia diguncang teror bom mortir. Bom meledak di tengah-tengah keramaian pasar terbesar di Ibukota Sarajevo. Akibatnya ratusan orang terkena dampaknya. Sebanyak 68 orang tewas dan 200 lainnya terluka.

Saat itu, Bosnia tengah dilanda konflik antara kelompok Serbia, Muslim, dan Kroasia. Bom meledak di kala masing-masing perwakilan kelompok tersebut berunding di ibukota untuk menempuh perdamaian.

Seperti dimuat BBC, bom mortir berukuran 120 mm itu meledak saat warga sekitar sedang bertransaksi jual beli, pada siang menjelang sore. Situasi mendadak ricuh, orang-orang berlarian.

"Beberapa korban ledakan tubuhnya hancur," ungkap saksi mata di lokasi kejadian.

Rumah Sakit Kosovo dibanjiri korban yang berdatangan dengan mobil ambulans. Sejumlah korban terpaksa dibungkus dengan terpal yang biasa dipakai menjadi atap warung tradisional tempat berjualan di pasar.

Pemerintah Bosnia menuding kelompok milisi dari Serbia sebagai pelaku pengeboman. Sebab sejak konflik Balkan meletus 22 bulan sebelumnya, milisi Serbia membombardir kota Sarajevo dengan serangan artileri dan senjata berat.

Namun hal itu langsung dibantah Menteri Informasi Serbia Miroslav Toholj. "Orang Serbia tidak mungkin membunuh warga sipil," tegas Toholj.

Menteri Serbia mengancam jika Bosnia tidak mencabut tudingannya, maka militer Serbia akan menghambat jalur bantuan kemanusiaan dari PBB.

Walau pada akhirnya tidak diketahui pihak mana yang melancarkan teror mortir, namun NATO memutuskan untuk meminta militer Serbia memundurkan senjata-senjata artileri yang disiagakannya, menjauh 20 km dari Sarajevo.

Jika tidak mengindahkan ultimatum tersebut, maka Serbia harus menghadapi serangan udara PBB.

Serbia akhirnya menurut dan secara perlahan serangan teror mortir di Bosnia menurun. Konflik Balkan ini pada akhirnya berakhir setelah pihak-pihak yang bersengkata meneken Perjanjian Dayton.

Sejarah lain mencatat pada 5 Februari 1958, Gamal Abdel Nasser dinominasikan sebagai presiden pertama Republik Arab Bersatu. 5 Februari 1962, Presiden Perancis Charles de Gaulle mengumukan bahwa Aljazair Perancis akan diberikan kemerdekaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.