Sukses

Pidato Editor Breitbart Ditolak Ribuan Mahasiswa UC Berkeley

Yiannopolous telah dilarang menggunakan media sosial Twitter karena melakukan pelecehan rasisme dan seksual terhadap aktor Leslie Jones.

Liputan6.com, Jakarta Pihak University of California Berkeley (UC Berkeley) terpaksa membatalkan pidato tokoh sayap kanan yang juga editor senior Breitbart News, Milo Yiannopoulos menyusul protes ribuan mahasiswa. Sementara itu sebuah kelompok anti-fasis juga menolak kedatangannya dengan menembakkan kembang api ke lokasi acara.

Dilansir The Guardian, Kamis, (2/2/2017), para demonstran dikabarkan mulai berkumpul pada pukul 17.00 waktu setempat, tiga jam sebelum acara dimulai.

Aksi protes berlangsung damai sebelum akhirnya pukul 18.00 kerusuhan pecah. Sejumlah demonstran yang mengenakan pakaian dan penutup wajah berwarna hitam menyerang barikade polisi dan mulai menembakkan kembang api. Beberapa bahkan melakukan tindakan pelemparan ke arah gedung di mana Yiannopoulos akan berpidato.

Tak lama, polisi mengumumkan bahwa acara tersebut dibatalkan. Sebagian demonstran bersorak mendengarnya, namun ada pula yang menyerukan agar Yiannopoulos ditarik keluar untuk menghadapi para pendemo.

"Milo tidak ada di sini. Milo tidak disini," teriak salah satu polisi menjawab tuntutan para pengunjuk rasa.

Sementara itu, sekitar pukul 18.00, Yiannopoulos mengonfirmasi kabar pembatalan pidatonya di UC Berkeley melalui Facebook.

"Saya telah dievakuasi dari kampus UC Berkeley setelah aksi protes pendemo sayap kiri merobek barikade, menyalakan api, melempar batu...Tim saya dan saya aman. Namun acara telah dibatakan. Saya akan beritahu lebih banyak ketika fakta-fakta menjadi jelas. Satu hal yang pasti: (kelompok) Kiri benar-benar takut dengan kebebasan berbicara dan akan melakukan apa saja untuk membungkamnya," tulis Yiannopoulos.

Setelah acara tersebut dibatalkan, suasana berubah menjadi meriah. Sebuah sound system besar dinyalakan dan lagu pertama yang dimainkan adalah YG’s "Fuck Donald Trump."

"Kami tidak akan memasang retorika kekerasan terhadap Milo, Trump atau kelompok Alt-right. Kami bersedia untuk melawan dengan cara apa pun yang diperlukan," ujar salah seorang mahasiswa Berkeley yang berpakaian serba hitam dan mengusung spanduk "homoseksual menampar kembali."

Pria itu mengaku bagian dari Antifa, sebuah gerakan anti-fasis. Sementara seorang pengunjuk rasa lainnya, Lana Wachowski menyetujui cara kekerasan untuk menolak platform Yiannopolous.

"Imperatif moral harus menang. Ada sesuatu yang harus dikatakan untuk berjuang sesuai kode, namun jika Anda kalah, orang-orang akan mati. Orang-orang akan dideportasi. Sangat dapat diterima untuk menggunakan cara kekerasan dalam mengusir Milo...," kata Wachowaski.

Sebelumnya, Yiannopoulos dijadwalkan akan tampil berpidato dalam sebuah acara yang disponsori oleh Berkeley College Republican. Namun banyak mahasiswa, alumni, dan anggota masyarakat menuntut agar penampilan Yiannopoulos dibatalkan. Mereka menuding ia menyebarkan pandangan rasisme dan transphobia di kampus.

Pekan lalu, rektor UC Berkeley, Nicholas Dirks membela hak untuk berbicara di kampus meski ia sendiri menggambarkan sosok Yiannopoulos sebagai seorang provokator dan menganggap pandangannya bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut pihak kampus.

Pihak Berkeley College Republican menilai, kesempatan untuk mendatangkan Yiannopoulos terlalu sayang untuk dilewatkan meski kelompok itu menyangkal mereka setuju dengan pandangan Yiannopoulos.

Yiannopoulos terkenal sebagai tokoh internet sayap kanan. Pada Juli 2016 ia dilarang secara permanen menggunakan media sosial Twitter karena melakukan pelecehan rasisme dan seksual terhadap aktor film Ghostbusters, Leslie Jones.

Sejak tahun 2015, Yiannopoulos telah berkeliling ke sejumlah kampus sebagai bagian dari tur "Dangerous Faggot"-nya yang dinilai kerap memprovokasi lahirnya aksi protes di kalangan mahasiswa.

"Senior" Yiannopoulos di Breitbart, Steve Bannon, saat ini menduduki posisi penting di Gedung Putih. Ia diangkat menjadi kepala strategi sekaligus penasihat senior Donald Trump.

Breitbart News selama ini dinilai mengusung agenda anti-kemapanan, xenophobia, dan kebencian dan disebut-sebut menjadi media paling bayak dibaca kaum konservatif.

Trump bahkan memperluas kekuasaan Bannon dengan melibatkannya dalam setiap rapat yang membahas agenda keamanan nasional.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.