Sukses

Benua Asia dan Amerika Menyatu...Ini Penampakan Bumi Masa Depan?

Liputan6.com, Canberra - Penampakan Bumi masa depan mungkin akan jauh berbeda dengan saat ini, dengan konfigurasi tujuh benua (Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Antartika, Asia, Eropa, Australia/Oceania) dan lima samudera.

Setelah Pangaea--benua super terakhir yang berpusat di Afrika--pecah 200 juta tahun lalu, bukan tak mungkin supercontinent baru akan terbentuk di planet manusia.

Sejak lama para ilmuwan memperkirakan, sekitar 250 juga tahun mendatang akan terbentuk sebuah benua super (megacontinent): Amasia.

Soal cara penggabungan sudah jadi perdebatan para ilmuwan selama bertahun-tahun. Belakangan, para peneliti dari Yale University dan Japan's Agency for Marine–Earth Science and Technology (JAMSTEC) mengeluarkan simulasi terbaru soal pembentukan Amasia.

Amerika Utara dan Selatan diprediksi akan menjadi satu. Laut Karibia dan Samudra Arktik menghilang dari peta. Benua Asia dan Amerika bersatu.

"Setelah perairan tersebut tertutup, kita dalam perjalanan menuju benua super berikutnya," kata Ross Mitchell, pemimpin studi, seperti dikutip dari Daily Mail, Senin (16/1/2017). "Amerika akan bergandengan dengan Eurasia di Kutub Utara."

Kondisi tersebut dimungkinkan terjadi akibat pergerakan lempeng-lempeng tektonik Bumi .

Pecahan-pecahan besar kerak bumi yang mirip puzzle itu bergerak secara bersama-sama dan terpisah lebih dari ratusan juta tahun.

Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature didasarkan pada teori yang disebut Orthoversion.

Benua Asia dan Amerika akan menyatu di masa depan (Yale University)

Dalam model Orthoversion, setelah sebuah supercontinent pecah, benua-benua yang dihasilkan akan menjauh, tapi kemudian terjebak di antara jalur subduksi utara-selatan, di mana satu lempeng akan turun di bawah yang lain.

Di Bumi saat ini, jalur tersebut adalah Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), yang merupakan relik atau peninggalan benua super sebelumnya.

Untuk menguji model tersebut, para ilmuwan menggunakan data paleomagnetik atau catatan medan magnet Bumi yang terawetkan dalam batuan.

Data tersebut digunakan untuk mempelajari variasi rotasi bumi.

Variasi yang dikenal sebagai "true polar wander" disebabkan perubahan distribusi massa di planet ini. Itu adalah upaya Bumi untuk mempertahankan rotasi keseimbangan, sebuah penyesuaian yang berlangsung selama jutaan tahun.

Dengan menggabungkan data tersebut dengan pengetahuan tentang bagaimana benua super mempengaruhi gerakan bumi, para peneliti kemudian mampu memprediksi Amasia.

"Spekulasi tentang benua super Amasia memang masih sekedar spekulasi," kata Ross Mitchell. "Namun spekulasi tersebut didasarkan pada ilmu pengetahuan."

Empat Benua Super Bumi

Superbenua terakhir di Bumi, Pangea (Bahasa Yunani untuk 'All Lands'), terbentuk sekitar 300 juta tahun yang lalu dengan Afrika di pusatnya.

Pangaea kemudian pecah jadi tujuh benua yang ada saat ini, bertepatan dengan lahirnya Samudra Atlantik sekitar 100 juta tahun kemudian.

Ilustrasi benua super Pangaea (Wikipedia)

Para peneliti percaya Pangea adalah superbenua ketiga atau keempat dalam sejarah Bumi.

Pendahulu adalah Rodinia, yang terbentuk sekitar 1 miliar tahun yang lalu. Lalu ada Nuna, yang terbentuk sekitar 1,8 miliar tahun yang lalu.

Ide pergeseran benua diperkenalkan oleh ilmuwan Jerman Alfred Wegener pada tahun 1912, untuk menjelaskan bagaimana bentuk Bumi tampak mencurigakan seperti potongan-potongan jigsaw yang bisa disatukan.

Permukaan Bumi terbentuk dari tujuh lempeng tektonik utama dan beberapa yang lebih kecil lain yang bergerak pada kecepatan bervariasi dari beberapa milimeter sampai dua sentimeter per tahun, kecepatan yang setara dengan pertumbuhan kuku manusia.

Gesekan antar-lempeng itulah yang menyebabkan gempa bumi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini