Sukses

Donald Trump: Rusia Dalang Peretasan Email Petinggi Demokrat AS

Badan intelijen AS sebelumnya mengungkap sebuah laporan yang menyebut Rusia kemungkinan besar menjadi dalang peretasan email DNC.

Liputan6.com, New York City - Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump, akhirnya muncul di hadapan publik melalui konferensi pers untuk mengklarifikasi sejumlah isu dan skandal yang menimpa dirinya.

Dalam kesempatan itu, ia mengakui bahwa Rusia merupakan pihak di balik peretasan dan perilisan email Komite Demokrasi Nasional (DNC) dan ketua kampanye Hillary Clinton, John Podesta.

"Saya rasa itu dilakukan Rusia, tapi saya pikir kita juga diretas oleh negara lain, dan pihak lain," ujar Trump dalam konferensi pers yang digelar di Trump Tower pada Rabu, 11 Januari 2017 waktu setempat.

Sebelumnya, badan intelijen AS mengungkap sebuah laporan pada awal bulan ini yang menyatakan bahwa Rusia merupakan pihak yang kemungkinan besar menjadi dalang peretasan email.

Di dalam email tersebut, terungkap percekcokan internal dan pengambilan keputusan antara pejabat tinggi Partai Demokrat --partai yang mengusung rival Donald Trump, Hillary Clinton.

Dalam konferensi pers tersebut, Trump membahas adanya laporan bahwa Rusia juga meretas Konvensi Nasional Partai Republik (RNC) namun tidak merilis penemuan tersebut. Ia berhipotesis bahwa Rusia bisa saja membocorkan email dengan cara yang juga dialami DNC.

"Terus terang, jika mereka telah meretas ke RNC, saya pikir mereka akan merilisnya, seperti yang mereka lakukan kepada Hillary, dan semua hal-hal mengerikan bahwa orang-orang Hillary, seperti Podesta katakan tentang dirinya," kata Trump seperti dikutip dari Business Insider, Kamis (12/1/2017).

Dalam konferensi pers pertamanya setelah ia resmi terpilih sebagai Presiden ke-45 AS itu, Trump juga menyebut kabar miring yang beredar menyangkut dirinya sebagai sosok 'omong kosong belaka'.

"Semakin banyak berita yang tidak akurat," kata Trump seperti dilansir The Guardian. Ia juga mengucapkan terimakasih pada media yang tidak mempublikasikan berita terkait dugaan skandal yang melibatkan dirinya.

Sebelumnya, BuzzFeed News merilis dokumen 35 halaman yang berisi dugaan keterikatan Trump dengan Rusia. Meski belum ada verifikasi dan bukti yang menguatkan tuduhan-tuduhan itu.

Di antara sejumlah tuduhan itu menyebut, rezim Rusia mendukung dan membantu Trump setidaknya selama lima tahun.

Trump mengatakan, dirinya "menghargai fakta" bahwa Vladimir Putin membantah kebenaran laporan tersebut dan menyebut kedunya mungkin memiliki hubungan yang baik.

"Jika Putin menyukai Donald Trump, saya menganggap hal itu sebagai aset, bukan kekurangan. Kita memiliki hubungan buruk dengan Rusia. Rusia dapat membantu kita melawan ISIS, yang merupakan hal rumit," pungkas Donald Trump.

20 Ribu Email Bocor

Rusia diyakini berada di balik bocornya hampir 20 ribu e-mail (surat elektronik) petinggi Partai Demokrat lewat Wikileaks. Sejumlah pejabat badan intelijen Amerika Serikat menduga para peretas Negeri Beruang Merah meninggalkan sidik jari digital.

Tujuannya, diduga untuk menunjukkan bahwa Moskow adalah cyberpower--sebuah hal yang wajib dihormati Washington.

Tiga pejabat yang bicara dalam kondisi anonim, mengatakan peretasan terhadap Komite Nasional Partai Demokrat (DNC) kurang canggih daripada penyusupan dunia maya lain yang terlacak sumbernya ke badan-badan intelijen atau organisasi kriminal Rusia.

Misalnya, menurut salah satu pejabat, mengatakan para peretas (hacker) menggunakan sejumlah karakter Cyrillic. Aksi itu dilakukan selama jam kerja di Rusia.

Peretasan, kata dia, berhenti saat hari libur nasional maupun keagamaan di Rusia.

Ahli keamanan maya swasta percaya bahwa bukti yang ada jelas mengarah pada para peretas Rusia. Namun, ia menolak gagasan bahwa mereka sengaja meninggalkan bukti.

Para ahli tersebut, yang mengaku telah meneliti soal peretasan itu secara rinci, mengatakan karakter Cyrillic terkubur dalam metadata dan dalam pesan yang rusak.

Peretasan yang dilakukan Rusia biasanya lebih sulit daripada apa yang dilakukan Tiongkok. Namun, bukan berarti tak mungkin untuk diuraikan.

Apalagi, dalam dua tahun terakhir Rusia kian agresif dan lebih mudah terdeteksi, terutama ketika mereka mencoba untuk bergerak lebih cepat.

Dua kelompok peretas yang terlibat mahir menyembunyikan aksi mereka, demikian diungkapkan Laura Galante, kepala intelijen ancaman global di FireEye, yang anak perusahaannya Madiant melakukan analisis forensik terkait serangan maya tersebut--yang menguatkan temuan perusahaan lain, CrowdStrike.

Namun, pejabat Rusia membantah dugaan keterlibatan Moskow. Si pejabat mengatakan bahwa tuduhan itu absurd.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini