Sukses

Kisah Kota Bekas Tambang yang Dijuluki 'Neraka Dunia'

Liputan6.com, Centralia - Terdapat sebuah kota kecil di Amerika yang terlihat mengerikan, di mana banyak orang menyebutnya sebagai neraka dunia.

Di sana terdapat jalanan aspal retak dengan asap yang keluar dari celahnya, bangunan terbengkalai, dan peringatan kepada pengunjungnya bahwa terdapat tanah yang dapat menelan kapan saja.

Kota yang dijuluki neraka dunia itu bernama Centralia. Wilayah yang masuk ke dalam negara bagian Pennsylvania itu dulunya adalah kota tambang maju berpenduduk 1.000 jiwa.

Hari ini, kurang dari 10 orang yang tinggal di sana. Meski kota tersebut perlahan runtuh, mereka menolak untuk pergi.

Sebagian besar jalan di sana tak mengarah ke mana pun. Pennsylvania Route 61 yang dulunya merupakan jalan penghubung ke Centralia, saat ini telah hancur akibat api bawah tanah. Retakannya pun membuat orang-orang berpikir bahwa gempa besar pernah melanda tempat tersebut.

Di sana, lebih terdapat banyak kuburan dibandingkan dengan penghuninya.

Kengerian itu berawal saat kebakaran tambang batu bara terjadi lebih dari 50 tahun lalu.

Hal itu berawal saat warga membongkar sebuah tambang lama dan membakarnya. Api tersebut kemudian menyebar melalui sebuah lubanng menuju tambang batu bara bawah tanah sedalam 91 meter. Kobaran itu tak pernah padam.

Kobaran tersebut menyebar sejauh 12 kilometer dan membakar area bawah tanah seluas 15 kilometer per segi. Kebakaran itu menimbulkan gas beracun karbon monoksida berkadar tinggi yang merembes melalui tanah.

Dikutip dari news.com.au, Selasa (10/1/2017), ancaman tersebut membuat penduduk ketakutan karena mereka diberi tahu bahwa api tak akan padam selama 250 tahun.

Para penduduk pun menderita gejala seperi flu, sakit kepala, pusing, atau mual akibat terlalu banyak menghidup karbon monoksida. Api tersebut juga nyaris menelan beberapa bagian di Centralia, dan hal tersebut hampir menewaskan bocah laki-laki berusia 12 tahun.

Kisah itu terjadi pada 14 Desember 1981. Todd Domboski ditelan sinkhole sedalam 40 meter di rumah neneknya.

Ajaibnya, ia dapat bertahan hidup dengan menempel ke akar-akar pohon hingga sepupunya menyelamatkannya. Domboski mengatakan bahwa asap yang keluar dari lubang sangat tebal, dan membuatnya tak dapat melihat sekelilingnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kota yang Dirindukan

Menurut laporan Associated Press pada 1981, penduduk Centralia merasa frustasi karena kurangnya upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di sana.

"Dibanding maju, kami mengalami kemunduran," ujar pensiunan pekerja tambang Michael Sulick.

"Setiap orang di kota merasa takut...Anda dapat tidur di malam hari, namun Anda tak tahu apakah Anda akan bangun di pagi harinya," imbuh Sulick.

Sejarawan dan jurnalis David DeKok yang telah menulis ratusan artikel soal kebakaran Centralia mengatakan kepada Chronicle Herald, kebakaran tersebut sangat aneh dan alam pun mulai mengambil alih kota.

"Area yang saya ingat menjadi kosong setelah rumah-rumah diruntuhkan, sekarang dipenuhi dengan pohon dan semak beluar. Saya menduga bahwa 50 tahun dari sekarang, hanya ada sedikit bukti bahwa pernah ada sebuah komunitas di sana," kata DeKok.

Rambu peringatan di Centralia (Facebook)

Saat ini terdapat lima atau enam orang yang masih tinggal di Centralia, meski pun tak ada apa-apa di sana. Penduduk yang masih tersisa dipaksa untuk pindah pada 1993, namun mereka mengatakan memiliki hak untuk tinggal.

Meski telah terjadi pertempuran panjang, pada tahun 2013 warga akhirnya tak lagi harus pindah, meski tempat itu masih dianggap sebagai lokasi berbahaya.

Seluruh penduduk, kecuali yang memutuskan untuk bertahan, mengaku masih merindukan Centralia. Mereka melakuakn perjalan berisiko ke sana setiap tahun dan mengenang kejayaan kota itu.

Mantan penduduk Peter Lynn mengatakan, mereka masih suka pergi ke sana dan melihat-lihat tempat itu. "Meski Anda mengemudi melalui kota dan tak ada apa-apa di sana," ujar Lynn.

Penduduk Centralia sebenarnya mencintai kota tersebut dan meninggalkannya merupakan pilihan terakhir.

Mereka beberapa kali mencoba memdamkan api. Namun kobaran itu tak pernah padam dan mereka tak punya pilihan lain kecuali meninggalkan tempat tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.