Sukses

Eks Pemimpin Pemberontak Haiti Ditangkap Saat Siaran Langsung

Guy Philippe ditangkap saat sedang meladeni wawancara di sebuah radio di distrik Petionville. Kabarnya ia akan diekstradisi ke AS.

Liputan6.com, Port-au-Prince - Seorang eks pemimpin pemberontak Haiti yang ditangkap saat tengah siaran langsung di radio. Ia menghadapi tuduhan terlibat kasus narkoba.

Guy Philippe yang belum lama ini terpilih mnejadi anggota Senat Haiti ditahan ketika sedang diwawancara bersama dengan sejumlah anggota parlemen lainnya. Pemandu program bincang-bincang itu tiba-tiba saja mengumumkan bahwa polisi berada di luar studio yang terletak di distrik Petionville untuk menangkap Philippe.

Tak lama kemudian, pemandu acara mengumumkan bahwa Philippe telah ditahan dan oleh pihak berwenang ia dibawa pergi.

Penyiar radio, Gary-Pierre Paul Charles mengatakan kepada Associated Press bahwa polisi yang menangkap Philippe adalah unit anti-narkoba Haiti. Mereka sempat melepas tembakan ke udara untuk membubarkan warga yang berkumpul untuk menyaksikan penangkapan tersebut.

"Itu sangat mengejutkan. Orang-orang berlarian kemana-mana," ujar Paul seperti dilansir ABC News, Jumat, (6/1/2017).

Sementara itu, otoritas berwenang AS yang lolos dalam upaya penangkapan Philippe pada tahun 2007 lalu belum memberi komentar.

Pengacara Philippe, Reynold Georges mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa kliennya dibawa ke bandara. Ia diduga akan diekstradisi ke AS.

"Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi," kata Georges.

Sebuah foto yang beredar di media sosial di Haiti menunjukkan, Philippe mengenakan kemeja putih tengah dituntun keluar dari studio. Sementara gambar lainnya mempertontonkan ia tengah diborgol dengan kawalan polisi bersenjata.

Seorang pengacara di Miami, Richard Dansoh yang sempat bekerja sama dengan Philippe di masa lalu dan gagal menegosiasikan penyerahan diri eks kliennya itu mengatakan, dia berharap eks pemimpin pemberontakan itu akan dikirimkan ke Florida. Hal itu demi mencegah kemarahan Haiti atas penangkapan seorang senator.

"Mereka tidak ingin dia berada di Haiti karena mungkin akan memancing kerusuhan," kata Dansoh.

Di kantor polisi, penjagaan berlangsung ketat. Puluhan orang berunjuk rasa menuntut pembebasan Philippe.

"Negara kita tidak menghormati orang yang terpilih," ujar salah seorang pengunjuk rasa, Jean-Marc Denis yang mengatakan ia berasal dari provinsi yang sama dengan Philippe.

Di Jeremie, sebuah kota di selatan Haiti, sekitar 200 orang berdemonstrasi dengan mengusung foto Philippe. Mereka mendesak pembebasannya dan mengancam akan melakukan aksi pembakaran jika dia tetap ditahan.

Philippe, seorang suami dan ayah dari dua anak belum lama ini memenangkan pemilihan Senat di sebuah distrik di selatan Haiti, namun ia belum dilantik.

Sosoknya diburu atas tuduhan perdagangan narkoba termasuk konspirasi impor kokain ke Negeri Paman Sam. Meski demikian, rincian dakwaan terhadap Philippe dilaporkan sangat tertutup dan jaksa federal menolak membahasnya.

Di Haiti, Philippe dikenal sebagai sosok pemecah belah. Ia memimpin kekerasan pada tahun 2004 yang berujung pada pengusiran Presiden Jean-Bertrand Aristide.

Philippe menghabiskan sebagian besar waktunya di wilayah pegunungan di selatan Haitan, di mana ia memiliki kerabat dan koneksi bisnis. Hal itu membuat otoritas setempat kesulitan menangkapnya. Meski demikian, sosoknya kerap muncul di publik bahkan meladeni permintaan wawancara.

Dalam wawancaranya dengan Associate Press pada Agustus 2016 lalu, Philippe mengatakan ia menolak semua tuduhan kejahatan yang diarahkan kepadanya. Ia mengklaim itu tak lain adalah upaya musuh-musuhnya untuk membungkam dirinya.

Sebelum disebut sebagai pemberontak, tepatnya pada tahun 2000, Philippe adalah kepala polisi di Cap-Haitien. Kemudian ia melarikan diri ke Republik Dominika setelah dituduh merencanakan kudeta.

Dan ketika berada di pengasingan, ia kembali dituding mendalangi sejumlah serangan ke kantor polisi dan sejumlah tempat lainnya. Philippe kembali pada tahun 2004 dan bergabung dengan pemberontak yang menentang Aristide.

Presiden Aristide berhasil meninggalkan negara itu sebelum kelompok Philippe tiba di ibu kota. Segera setelahnya, Philippe menyatakan diri sebagai "kepala militer.

Belakangan dia meletakkan senjata seiring dengan masuknya PBB. Pada tahun 2006, Philippe mencalonkan diri sebagai presiden, namun gagal.

Satu tahun kemudian, pasukan bersenjata AS dan unit anti-narkoba Haiti menggerebek rumahnya di Les Cayes. Mereka tak berhasil menemukan Philippe.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini